• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

A. Deskripsi Data

6. Tempat Pementasan

Suatu pertunjukan tari tidak terlepas dari unsur-unsur dari tari sendiri, salah satu unsur dari tari yaitu tempat atau ruang. Tempat pertunjukan yaitu tempat tari itu dipertunjukkan sehingga penonton dapat manikmati pertunjukan tersebut dengan nyaman dan leluasa (Soedarsono, 1978: 25). Ada berbagai macam bentuk dari tempat berlangsungnya pertunjukan yaitu seperti bentuk panggung, pendapa, arena, lingkaran, dan setengah lingkaran.

Pada Kesenian Angklung Lenger Badut dalam pementasannya memakai tempat pentas bentuk panggung. Namun tidak dipungkiri sebagai seni tradisi yang tidak terlalu mementingkan akan tempat yang dipergunakannya, kesenian tersebut terkadang hanya memakai tempat yang seadanya seperti di tanah lapang atau halaman rumah. Bentuk panggung tempat pementasannya terbilang sangat minim sekali, yaitu bentuk panggung yang ukurannya sekitar 6 x 8 meter saja. Ukuran panggung tersebut harus dibagi menjadi 2 yaitu untuk penari dan gamelan atau alat musik kesenian tersebut. Namun demikian situasi tersebut tidak mengurangi penampilan kesenian tersebut.

Gambar 11. Penari Lengger menari di panggung (Foto: Fijar, 2015)

7. Properti

Properti merupakan suatu alat yang digunakan dalam sebuah pertunjukan yang tidak termasuk kostum dan perlengkapan panggung, tetapi merupakan perlengkapan yang ikut ditarikan oleh penari (Soedarsono, 1976: 58). Properti pada Angklung Lengger Badut dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu properti sebagai pelengkap sajian tari dan properti sebagai pelengkap upacara ritual yang menjadi satu kesatun dalam kesenian tersebut. Sebagai pelengkap menari pada kesenian tersebut tidak begitu banyak memerlukan properti dalam penampilannya. Properti yang dibutuhkan hanya sampur pada saat menari, baik oleh penari lengger, badut, maupun gembrel. Begitu juga pada bagian lakon,

74

hanya menggunakan sebuah kendang yang diibaratkan menjadi sebuah seekor kambing dan sebuah meja.

Sebagai seni yang difungsikan sebagai upacara ritual, Angklung Lengger Badut memiliki pelengkap yang dikhususkan untuk ritual upacara. Bentuk pelengkap tersebut yaitu berwujud benda-benda yang digunakan untuk sesaji atau sesajen. Benda- benda tersebut disajikan bukan tanpa maksud, namun memiliki makna dalam adat Jawa. Beberapa benda-benda yang digunakan untuk sesajen antara lain sebagai berikut.

1. Kembang dan menyan

2. Gedang raja, gedang longok, gedang ambon, dan jambe 3. Wedang kopi, wedang cambawukan, wedang bening 4. Tumpeng

5. Pitik panggang 6. Kemang telon

Gambar 12. Sesajen Angklung Lengger Badut (Foto: Fijar, 2015)

76

B. Pembahasan

Sebelum membahas mengenai makna simbolik apa saja yang terkandung dalam kesenian Angklung Lengger Badut, penulis sampaikan penjelasan mengenai makna simbolik. Seperti yang terdapat dalam pembahasan sebelumnya bahwa simbol adalah suatu ciri yang memberitahukan kepada orang lain. simbol memiliki sifat sebagai sinyal untuk memberitahukan kepada manusia. Simbol juga suatu hal yang memimpin pemahaman subjek kepada objek (Herusatoto, 2001: 10-13).

Adapun simbol menurut Susanne K.Lenger dapat dibedakan menjadi dua, yaitu simbol representasional dan simbol diskursif. Simbol yang terkandung dalam seni termasuk dalam simbol representasional, karena dalam pemahamannya selalu menggunakan intuisi atau perasaan Hadi (2007: 23).

Kesenian Angklung Lengger Badut dalam penampilannya terdapat unsur-unsur tari seperti gerak, iringan, tat rias, tata busana, tempat pementasan, dan properti. Semuanya menunjukan pada bentuk simbolisasi masyarakat tempat kesenian tersebut berkembang yang menunjukan bahwa manusia dalam hidup selalu berbudi luhur dan penuh dengan kesederhanaan.

Berdasarkan hasil penelitian dan data-data yang diuraikan di atas, penelitian makna simbolik kesenian Angklung Lengger Badut dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Gerak penari a. Gerak Lengger

Bentuk gerak lengger pada umumnya adalah gerak improvisasi yang mengikuti musik iringan. Gerakannya sangat tidak teratur, namun ada beberapa jenis gerak yang selalu dilakukannya. Gerak tersebut adalah gerak yang diambil dari gerak lengger Banyumasan. Menurut Ki Kanthil Adi Pranoto (Wawancara 7 Februari 2015), gerak lengger tidak begitu mementingkan estetika dalam tari. Namun demikian ada gerak yang selalu dilakukan oleh lengger yaitu gerak mbuang sampur. Gerakan tersebut mempunyai makna menolak segala perbuatan buruk dan kotor dan mengambil berbuatan yang bermanfaat bagi diri kita, yang baik dalam agama maupun budaya.

Lengger menggambarkan seorang wanita yang sudah dewasa dan cukup umur untuk berumah tangga atau menikah. Pada awal pertunjukan selalu didahului dengan penampilan lengger. Hal tersebut mempunyai makna dalam sebuah rumah khususnya dalam dalam adat Jawa, seorang perempuanlah yang harus selalu membukakan pintu jika rumah tersebut kedatangan seorang tamu.

78

b. Gerak Badut

Gerakan badut bersifat improvisasi yang lebih memperhatikan gerak lengger, karena gerakannya hanya semata- mata untuk memasangi penari lengger. Dalam kehidupan masyarakat, gerakan badut menggambarkan bahwa seorang laki- laki yang sudah dewasa mulai mempunyai rasa cinta terhadap seorang perempuan. Ada 2 makna pada gerak badut dalam Angklung Lengger Badut, yang pertama makna fungsi kesenian tersebut sebagai upacara ritual pernikahan di dalam masyarakat dan makna dalam lakon kesenian itu sendiri. Dalam fungsinya sebagai upacara pernikahan gerakan badut yang menari bersama lengger mempunyai makna yaitu memperlihatkan pertama kalinya seorang suaminya yang berhubungan seks dengan isterinya. Dalam hukum adat-istiadat maupun agama, seorang wanita hanya boleh melepas keprawanannya jika dia sudah menemukan seorang suami yang menikahinya. Makna tersebut bertujuan agar kelak rahim yang telah dibedah oleh sang suaminya akan memberikan kesuburan bagi calon anak yang akan dikandungnya.

Kemudian makna di dalam lakon kesenian itu sendiri yaitu, menggambarkan seorang majikannya beserta pengikutnya menari bersama untuk memperkenalkan diri kepada penonton. Dalam gerakan tersebut seorang Kangkung Pait Kramayuda pada geraknya menyampaikan bahwa ia meminta ijin untuk tampil di

hadapan para beserta pengikut, anaknya, dan saudara-saudaranya. Oleh karenanya dalam adegan badut terdapat tokoh Kangkung Pait Kramayuda, Palet dan Pasir. Di awal penampilannya pun selalu menyembah ke empat arah mata angin, yang menggambarkan menyembah kepada bapak ibu, kakek nenek, dan para arwah nenek moyang yang ada di daerah tersebut.

c. Gerak Gembrelan

Gerak gembrelan adalah gerak seorang tokoh Palet yang menyamar sebagai orang orang gila. Bentuk penampilannya compang-camping dan bermuka seperti gelandangan. Jika dikaitkan pada seni pewayangan tokoh gembrelan bisa diibaratkan seperti Petruk dalam tokoh punokawan. Gerakan gembrelan bermacam-macam dan tak beraturan, gerakan tersebut yaitu gerak kiprah gagahan dan kiprah cakilan. Gerak kiprah gagahan bahwa di dunia ini ada seorang laki-laki yang bersifat baik gagah berani, sedangkan gerak kiprah cakil menggambarkan bahwa di dunia ini juga ada seseorang yang memiliki sifat buruk, jahat dan kejam. Maka dari itu Angklung Lengger Badut menyampaikan pesan, di dunia yang penuh dengan berbagai macam sifat serta tingkah laku manusia hendaknya selalu waspada.

Adapun gerakan gembrelan yaitu gerakan yang selalu mengarahkan kedua tanganya ke bagian aurat. Gerakan tersebut mempunyai makna sebagai manusia apa lagi yang masih berusia

80

muda, selalu bersihkan semua aurat sebelum dirinya meninggal dan menghadap kepada yang kuasa.

2. Bagian Angklung Lengger Badut a. Jejer Lengger

Jejer lengger adalah bagian paling awal dalam pertunjukan Angklung Lengger Badut. Pada bagian ini menampilkan penari Lengger. Jejer Lengger ditampilkan oleh seorang Lengger yang menggambarkan bahwa seorang Lengger tersebut sedang membuka penampilan kesenian tersebut.

Gambar 13. Jejer Lengger (Malam) (Foto: Fijar,2015)

Gamber 14. Jejer Lengger (Siang) (Foto: Fijar, 2015)

82

Dalam budaya Jawa mengajarkan bahwa dalam sebuah rumah jika ada seseorang yang bertamu, maka yang wajib membuka pintu adalah seorang perempuan yang ada di rumah tersebut. Iringan yang digunakan pada jejer lengger yaitu menggunakan gendhing eling-eling, ijo-ijo, uler kambang, dan witing klapa.

b. Jonggrangan

Jonggrangan adalah bagian kedua dalam kesenian tersebut. Pada bagian menampilkan penari Lengger, dan tokoh Kakung Pait Kramayuda, Pasir sebagai penari badutnya. Dahulu tokoh Palet juga ikut menari pada bagian ini, namun dengan seiring perkembangan yang dimaksudkan untuk mempersingkat waktu maka dari itu tokoh Palet tidak tampil lagi.

Gambar 15. Jonggrangan (Malam) (Foto : Fijar, 2015)

Gambar 16. Jonggrangan (badut menari bersama lengger) (Foto: Fijar, 2015)

84

Jonggrangan menggambarkan gandrungnya seorang Kangkung Pait Kramayuda dan 2 abdinya yaitu Palet dan Pasir kepada Lengger. Maka dari itu pada bagian ini juga dapat disebut sebagai tari pergaulan. Penari badut sebelum mereka menari begitu di atas panggung, biasanya mereka melakukan sembah terlebih dahulu. Arah Timur bermakna menyembah kepada bapak, Barat kepada ibu, Utara kepada kakek, dan Selatan kepada nenek. Seperti itulah salah satu bentuk budaya Jawa yang masih diamalkan dalam kesenian tersebut. Kegiatan menyembah juga bertujuan untuk menghormati jika di tempat tersebut terdapat dayang-dayang penunggu atau tempat-tempat yang dianggap suci.

Pada bagian ini mulai memunculkan cerita atau lakon dalam Angklung Lengger Badut. Oleh karena dengan ditampilkannya tokoh seperti Kangkung Pait Kramanyuda, Palet dan Pasir, bermaksud untuk mengenalkan kepada penonton bahwa Kangkung Pait Kramayuda adalah seorang juragan tani yang mempunyai 2 abdi yaitu Palet dan Pasir. Bentuk iringan yang dipakai pada bagian ini adalah ricik-ricik, bribil, dan eling-eling.

c. Gembrelan

Gembrelan atau istilah dalam pewayangan disebut gara-gara. Pada bagian ini lah saat-saat yang sangat dinanti oleh para penonton. Karena gembrelan selain menampilkan gerak geraknya seorang

Palet, namun pada bagian ini juga terdapat banyak petuah-petuah yang disampaikan. Selain bentuknya yang lucu penonton juga sangat senang dengan lelucon-lelucon yang dikatakannya.

86

Gambar 17. Gembrelan malam hari (Foto: Fijar, 2015)

Gambar 18. Busana Gembrel (Foto: Fijar, 2015)

Sama halnya dalam pewayangan di kala waktu adegan Gara- gara keluarnya tokoh punakawan, begitu juga dengan kesenian terebut. Tokoh penari gembrelan dapat pula dikatakan sama dengan tokoh Petruk. Berciri gerakan gecul, kiprahan gagahan, dan cakilan membuat gembrelan semakin unik untuk dilihat. Pada dasarnya semua gerakan yang dilakukan oleh tokoh gembrelan adalah gerak yang sangat senonoh atau tidak baik. Hal in karenakan pada setiap geraknya selalu mengarah pada lubang manusia yang ada di depan dan belakang. Selain itu gerak, retorika (omongan) dan tembang yang dinyanyikan pun sangat tidak baik. Sebagai contoh tembangan yang dinyanyikan oleh gembrel sebagai berikut.

Paling enak rokok cap kuda Diisap rasanya lada

Paling enak kawin sama janda Luarnya sempit dalemnya lega

Bukan semata-mata nyanyian tersebut dinyanyikan agar membuat orang tertawa saja, namun nyanyian tersebut memiliki makna di dalamnya. Makna yang terkandung dalam nyanyian tersebut yaitu, jangan selalu merendahkan seorang janda. Walaupun kebanyakan orang memandang derajat status janda itu rendah, namun ia memiliki pengetahuan yang luas dalam hal berumah tangga. Selain itu, jangan selalu memandang rendah status orang karena setiap orang selalu memiliki pengetahuan lain selain

88

pengetahuan yang di miliki. Adapun pesan yang tersirat dalam nyanyian tersebut, yaitu jangan sekali-kali menjodohkan atau menikahkan anaknya yang belum cukup umur untuk berumah tangga.

Dari contoh nyanyian maupun gerakan jika tokoh gembrel tersebut tidak dipahami dengan pemikiran yang mendalam, maka tokoh gembrel terlihat tidak baik. Ki Kanthil Adi Pranoto berkata, bahwa semua itu jangan selalu dipahami secara langsung atau dalam istilah Jawa ojo dipangan mentah. Oleh karena semua itu mengandung makna tertentu di balik gerak serta tembangnya yang nampak. Iringan yang dipakai dalam gembrelan yaitu gendhing unthul luwuk, gandariya, dan kembang kacang.

d. Marungan

Marungan atau dum-duman lengger adalah bagian yang menggambarkan tentang perselisihan antara tokoh Palet dan Pasir dikarenakan memperebutkan seorang Lengger. Sebelumnya diceritakan bahwa Palet menjadi berpenampilan compang-camping layaknya seorang gembel (orang gila) yang dikarenakan dia sering melakukan pertapaan. Palet pergi dari rumah karena kesal terhadap majikannya yaitu Kangkung Pait Kramanyuda yang bersifat sombong dan keras kepala. Setelah itu ia pergi bertapa dan sesudahnya selesai dari pertapaan dia ingin pulang ke rumah majikannya. Sesampainya di tengah-tengah perjalanan Palet bertemu

dengan temannya yaitu Pasir. Pasir tidak mengenali Palet karena dia berpenampilan compang-camping seperti orang gila, namun Palet masih mengenali Pasir. Datanglah seorang Lengger yang kemudian digoda oleh Palet, jika dalam pagelaran Lengger di gandrungi oleh tokoh Palet dan Pasir. Melihat Palet menggoda dan menari bersama, lengger akhirnya Pasir pun ikut menggoda dan menari bersama Lengger. Palet pun tak menerima bahwa Lengger yang digodanya juga ikut digoda oleh Pasir, disitulah mulai ada persaingan antara Palet dan Pasir untuk merebut Lengger. Akhirnya Palet dan Pasir membuat sebuah taruhan untuk mendapatkan Lengger, taruhan mulai dari harta benda sampai pakaian yang mereka kenakan. Oleh karena Palet tidak berbusana lengkap akhirnya Pasir kembali mengenali Palet temannya tersebut. Kemudian Pasir menceritakan bahwa majikannya Kangkung Pait Kramayuda ingin menikahkan anak laki-lakinya yang bernama Menthol. Dari situlah kemudian mengarah untuk menuju ke lakon Rabine Menthik Menthol.

90

Gambar 19. Marungan (Foto : Fijar, 2015)

Gambar 20. Proses Marungan (Foto: Fijar, 2015)

Marungan atau dum-duman lengger dalam penampilannya tidak menggunakan gerak melainkan hanya dengan perkataan saja, terkecuali pada saat lengger datang mereka menari. Iringan yang dipakai pada bagian ini yaitu bribil buntung.

e. Lakon (Rabine Menthik Menthol)

Bagian ini adalah bagian inti dari pertunjukan Angklung Lengger Badut. Pertunjukan ini berfungsi sebagai upacara ritual, lakon yang ditampilkan selalu menyesuaikan pada acara yang akan diritualkan. Pada saat pengambilan data, peneliti berkesempatan mengambil data saat pementasaan Angklung Lengger Badut dalam acara pernikahan. Oleh karenanya lakon yang dimainkan yaitu Rabine Menthik Menthol. Pada lakon tersebut banyak menyampaikan pesan-pesan mengenai seseorang yang hendak berumah tangga lewat simbol-simbol pada kesenian tersebut. Berikut akan penulis jelaskan uraian singkat cerita yang ada dalam Lakon Rabine Menthik Menthol dan nama-nama tokoh utama dalam kesenian tersebut. Baik dalam cerita lakon dan nama-nama tokoh utama semua mengandung makna yang jika dipahami lebih dalam terdapa sebuah pesan yang ingin disampaikan untuk masyarakat luas.

92

1. Lakon Rabine Menthol Menthil

Cerita tersebut biasanya cerita yang dimainkan dalam acara ritual pernikahan. Maksud dan tujuan dalam cerita tersebut untuk menggambarkan awal mula manusia hidup tumbuh dewasa, kemudian memenuhi kodaratnya sebagai mahluk yang berpasangan yaitu untuk menikah. Setelah menikah mereka mempunyai sebuah keluarga dan harus menjaga keharmonisannya, baik di dalam keluarga maupun hubungannya dengan saoudara dan masyarakat.

Di ceritakan bahwa dahulu di daerah Jlegong ada seorang juragan tani kaya raya yang bernama Kangkung Pait Kramayuda menemukan dua orang laki-laki yang tidak mempunyai keluarga. Kemudian kedua laki-laki tersebut diangkat sebagai anak buah petani tersebut. Kangkung Pait Kramayuda sendiri mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Menthol. Suatu ketika karena kedua anak laki-laki tersebut yang ditemukan belum mempunya nama, maka dari itu Kangkung Pait Kramanyuda memberi nama Palet dan Pasir. Nama palet berasal dari kalimat “bisane apa sing dadi kepenginanmu kasembadan, kepengin mangan, kepengin ngombe, apa-apane kue kudu digolet”(diucapkan menggunakan bahasa ngapak). Jadi nama Palet berasal dari kalimat tersebut yang berakhir dengan kata

golet atau jika dalam bahasa Indonesia berarti dicari dengan sungguh-sunggu. Kemudian nama Pasir berasal dari kalimat “bisana koe enggko ulih pangan, tujuane bisa kelakon koe lunga ya ora asal lunga, nggolet pangan ya ora asal golet, teksir gisit koe arep golet sandang pangan maring endi ndisit”. Di tengah kalimat ada kata “teksir” jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti direncanakan terlebih dahulu. Kemudian jika kedua kalimat Jawa tersebut digabung menjadi satu yaitu “apa- apa sing digolet kudu teksir gisit”(semua hal yang di cari dan diinginkan harus direncanakan terlebih dahulu). Oleh karena itu nama Palet dan Pasir mempunyai makna bahwa dalam hidup seorang manusia untuk memiliki apa yang menjadi cita-citanya, hendaklah selalu di rencanakan dengan niat dan kesungguhan dan selalu bekerja keras untuk mencari apa yang dibutuhkannya untuk mewujudkan semua itu.

Kemudian anak Kangkung Pait Kramanyuda yaitu Menthol beranjak dewasa, dan ia ingin menikah dengan seorang wanita. Wanita yang ia sukai yaitu Menthik, anak dari Kyai Ubed Ulir dari daerah Jlegong. Diutuslah Palet dan Pasir untuk mempersiapkan semua yang diperlukan untuk acara pernikahan Menthol dan Menthik. Setelah mereka menikah lalu diberi nasehat-nasehat oleh Nenek Loncom, yaitu neneknya Menthol. Isi dari nasehat-nasehat tersebut adalah bagaimana caranya menata

94

sebuah keluarga baru dan agar saling menghargai sesama keluarga maupun orang lain.

Kisah inilah yang menjadi topik utama dalam kesenian Angklung Lengger Lanang, dalam fungsinya sebagai upacara pernikahan. Adapun makna yang terkandung di dalam penggalan cerita tersebut yaitu manusia hidup di dunia selalu membutuhkan orang lain, dalam perjalanannya seorang manusia untuk menemukan setiap orang yang ia butuhkan hendaknya melalui niat dan perbuatan yang baik, setelah mendapatkan apa yang menjadi impian dan tujuannya, janganlah selalu menyombongkan diri atau mementingkan kesenangan diri sendiri tanpa menghiraukan oranglain. Oleh karenanya hiduplah dengan budu pekerti dan aklaq yang mulia dan saling menghargai.

Gambar 21. Lakon (menikahkan Menthik dan Menthol) (Foto : Fijar, 2015)

Gambar 22. Lakon (menyambut pengantin) (Foto: Fijar, 2015)

96

Adapun bagian lakon dapat dikatakan bagian yang lebih banyak memberikan pesan-pesannya kepada penonton. Pesan-pesan tersebut dinyatakan lewat kalimat-kalimat yang diucapkan. Inti dari bagian lakon adalah adanya 5 persyaratan yang harus dipenuhi kepada calon mempelai, dalam hal ini yaitu Menthol putra dari Kangkung Pait Kramayuda yang hendak mempersunting Menthik putri dari Kyai Ubet Ulir. Dari 5 persyaratan yang harus dipenuhi antara lain yaitu, peperan enthu atau blothong sak bedug gedene, pitik trondol, dendeng tuma sak klasa mendo, ati tengu sak, dan entu ijo sakwadahe. Menurut Ki Kanthil Adi Pranoto (Wawancara 2 Februari 2015), 5 perkara atau 5 persyaratan tersebut adalah yang menjadi laku seseorang hidup dalam masyarakat di dunia ini agar tidak ada permusuhan dengan sesamanya. Dari lima persyaratan mempunyai makna yang terkandung di dalamnya.

Diketahui bahwa dalam pembahasan sebelumnya, penulis mencantumkan teori semantik dan simbol. Beberapa kalimat yang disebutkan dalam persyaratan tersebut dapat di pahami menggunakan teori semantik. Adapun nantinya dari beberapa kalimat-kalimat tersebut juga sebagai bentuk simbol dari kesenian Angklung Lengger Badut sebagai kesenian tradisional yang mengandung nilai-nilai budaya tradisi masyarakat sekitar.

1. Pepesan entu utawa blotong sak bedug gedhene, sing nggo

mepes godong sinom, sing nggo mbiting aluruyung.

Pepes yaitu jenis makanan yang terbuat dari ampas sisa perasan kelapa ayng digunakan untuk membuat minyak goreng, namun besar ampas tersebut ukurannya sebasar bedug. Pepes yang besarnya sebedug, kemudian dibungkus menggunakan daun buah asem yang masih muda. Setelah pepes tersebut terbungkus kemudian ditusuk menggunakan batang pohon kelapa.

Arti dari pernyataan diatas yaitu, ampas adalah jenis bahan masakan yang etrbuat dari buah kelapa yang sudah tua. Sebelum menjadi buah kelapa, yaitu sewaktu masih menjadi pohon kelapa pun sudah berguna. Pohon kelapa beserta daun dan buahnya dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan antara lain, batang pohon kelapa dapat digunakan untuk membuat bangunan rumah, daun pohon kelapa dapat digunakan untuk membuat anyaman tikar atau bisa digunakan untuk membuat atap rumah tradisional jaman dahulu. Buah kelapa sewaktu masih muda dimakan juga enak, jika sudah tua pun bisa menjadi bahan masakan. Makna dari uraian tersebut adalah walau menjadi orang yang sudah tua nanti, namun juga masih bisa tetap berguna. Ibarat seperti tanaman padi, semakin tua

98

tanaman tersebut semakin berisi dan semakin mengarah ke bawah.

Adapun pepes tersebut besarnya sebedug, bedug yang dimaksud disini yaitu bunyi dari bedug. Orang Jawa menyebut bedug berbunyi pada waktu tengah rina (siang hari tengah- tengahnya hari). Orang sering mengatakan wis bedug untuk menandakan bahwa waktu sudah pada tengah-tengahnya hari. Makna dari uraian tersebut yaitu, orang hidup harus memakai tengah-tengah. Menjadi orang pintar janganlah selalu menganggap dirinya yang paling pintar atau jangan menjadi orang yang sombong. Oleh karena orang yang sombong nanti akan dibenci sesamanya atau bahkan mendapat musuh dari teman atau saudaranya sendiri.

Kemudian dibungkus menggunakan daun buah asem. Ukuran daun buah asem kecil-kecil, sedangkan ukuran pepesnya sebesar bedug. Maknanya walaupun menjadi orang biasa namun juga harus bisa berguna untuk menolong orang lain di sana-sini, dan tidak segan untuk berhadapan dengan orang yang pangkat derajadnya lebih tinggi. Daun buah asem yang masih muda melambangkan usia seseorang yang masih muda. Menjadi anak muda carilah pengalaman yang paling utama.

2. Pitik trondol, sak carang sikile, sak genthong brutune, sak terbang matane, sak bawang jalune, sak bawang cucuke, sirahe sak penjelang.

Ayam yang tidak berbulu, panjang kakinya seperti tunas batang pada tanaman yahng menjalar, pantat ayam tersebut besarnya seperti penampungan air, besar matnya seperti rebana,

Dokumen terkait