• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian

B. Peralatan untuk pemeriksaan sampel 1) Autoclave

III. Pembacaan Hasil Test Penegasan

5.2 Observasi Enam Prinsip Hygiene Sanitasi Pecel .1 Pemilihan Bahan Pecel

5.2.1.1 Tempat Pemilihan Bahan Baku Pecel

Bahan berupa sayuran, kacang tanah dan gula merah dibeli pedagang dari tempat penjualan seperti pasar yang terdapat di Pasar Pagi Setia Budi, Pasar

Kampung Lalang, Pasar Melati, Pasar Sei Kambing, dan Pasar Simpang Limun. Hal ini dikarenakan jarak antara pasar dan rumah pedagang yang tidak terlalu jauh.

Berdasarkan pengamatan peneliti pasar – pasar diatas semuanya belum memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan pasar. Dikarenakan masih banyaknya

pedagang yang meletakkan barang dagangannya seperti sayuran dan bahan pangan lainnya di bawah tanpa menggunakan meja sebagai tempatnya, melainkan menggunakan alas terpal seadanya. Sementara banyak sekali kendaraan bermotor yang berlalu lalang, sehingga banyak debu dan asap kendaraan bermotor yang mungkin saja bias mencemari bahan – bahan pangan tersebut. Adapun pedagang yang meletakkan barang dagangannya di atas meja tetapi tidak menggunakan meja yang terbuat dari bahan anti karat melainkan terbuat dari kayu. Sementara berdasarkan Persyaratan Lingkungan Pasar Tempat Penjualan Bahan Pangan Kering pada Kepmenkes RI No.519/MENKES/SK/VI/2008, pedagang harus mempunyai meja tempat tempat penjualan dengan permukaan yang rata dan mudah dibersihkan, dengan tinggi minimal 60 cm dari lantai.

5.2.2 Pengolahan Pecel

Prinsip pengolahan pecel yang dilakukan oleh pedagang pecel di Pasar Petisah tidak memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003.

Hasil pengamatan memperlihatakan masih adanya pedagang pecel yang tidak menggunakan sarung tangan pada saat mengolah pecel yaitu sebanyak 4 (40%) pedagang, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Susana (2003),

yang menyatakan bahwa tangan merupakan sumber kontaminan yang cukup berpengaruh terhadap kebersihan bahan makanan. Sentuhan tangan merupakan penyebab yang paling umum terjadinya pencemaran makanan.

Pedagang memiliki kuku yang pendek dikarenakan pedagang selalu memelihara kebersihan tangan, rambut, kuku tangan dan kaki saat menangani pecel.

Menurut Odang (2000), kuku tangan dan kaki yang kotor dapat menjadi sumber penyakit. Untuk menghindari hal tersebut perlu diperhtaikan hal seperti membersihkan tangan sebelum makan, memotong kuku secara teratur, dan membersihkan lingkungan.

Berdasarkan pengamatan peneliti, masih ada 8 (80%) pedagang yang tidak menggunakan celemek selama mengolah makanan. Pakaian kerja yang bersih akan menjamin sanitasi dan hygiene pengolahan makanan karena tidak terdapat debu atau kotoran yang melekat pada pakaian yang secara tidak langsung dapat menyebabkan pencemaran makanan (Moehyi, 1992).

Terdapat 8 pedagang yang menggunakan perhiasan pada saat mengolah pecel, padahal perhiasan bias menjadi sarang kuman dan sebaiknya dilepaskan pada saat mengolah makanan agar tidak menjadi salah satu sumber pencemar.

Saat berjualan dan mengolah pecel, terdapat 9 (90%) pedagang menggunakan jilbab. Hal ini sesusai dengan Kepmenkes RI No.942/MENKES/SK/VII/2003 dimana seorang penjamah makanan harus menggunakan tutup kepala. Menurut Fathonah (2006), rambut yang kotor akan menimbulkan rasa gatal pada kulit kepala yang dapat mendorong penjamah makanan untuk menggaruknya dan dapat mengakibatkan kotoran atau ketombe dan rambut dapat jatuh ke dalam makanan.

Tangan manusia merupakan tempat kuman berkembang biak. Cuci tangan merupakan kegiatan manusia membasuh tangan dengan air untuk tujuan

membersihkan tangan dari kotoran. Cuci tangan harus dilakukan dengan memakai sabun karena sabun dapat membantu menghilangkan atau membunuh kuman penyakit, melepaskan kotoran, lemak atau minyak dari kulit dan mempunyai manfaat melindungi diri dari berbagai penyakit misalnya seperti diare, kecacingan, infeksi kulit, dan lain-lain (Isnaini, 2013).

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap Pecel yang dijual di Pasar Petisah menunjukkan sebanyak 2 pedagang (80%) atau yang artinya hanya ada 2 pedagang yang mencuci tangan pada saat sebelum mengolah pecel, dan 10 pedagang (100%) tidak mencuci tangan menggunakan sabun pada saat keluar dari kamar mandi. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan alasan 8 pedagang lainnya yang tidak mencuci tangan saat sebelum mengolah pecel dan tidak mencuci tangan dengan sabun saat keluar dari kamar mandi dikarenakan pedagang mengaku sudah terbiasa dan kerepotan apabila harus bolak-balik untuk mencuci tangan, hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran dan pengetahuan para pedagang terhadap kebersihan.

Berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat 7 (70%) pedagang tempat pengolahannya bebas dari lalat dan tikus, lantai dan dinding dalam keadaan bersih. Namun 3 (30%) pedagang lainnya memiliki tempat pengolahan yang tidak bersih dikarenakan masih terlihatnya lalat, lantai dan dinding juga dalam keadaan yang kotor. Tempat pengolahan dekat sekali dengan lalu lintas kendaraan bermotor, dan dekat dengan sumber pembuangan sampah terbuka.

Berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat 7 (70%) pedagang pecel yang menangani pecel saat batuk dan pilek, menurut pengakuan para pedagang selagi mereka sanggup menjual pecel maka mereka akan tetap berdagang walaupun dalam keadaan sakit. Padahal hal ini sebenarnya tidak boleh dilakukan karena

mereka dapat menularkan penyakit yang dideritanya kepada orang lain melalui bakteri yang secara tidak sengaja masuk lewat percikan ludah, atau tangan mereka. Kondisi ini terjadi karena kurangnya pengetahuan para pedagang tentang hygiene sanitasi dalam pengolahan makanan.

Berdasarkan hasil pengamatan, pedagang pecel yang berjualan di Pasar Petisah tidak memiliki fasilitas lengkap seperti yang tertera dalam Kepmenkes RI No.942/MENKES/SKVII/2003. Dimana dari hasil pengamatan penelitian terlihat masih ada 6 (60%) pedagang yang bercakap-cakap pada saat mengolah makanan, masih ada 2 pedagang yang menggunakan air yang mengalir untuk mencuci peralatan, adapun disediakan tempat mencuci tangan dan peralatan namun menggunakan air yang digunakan berulang-ulang. Air tersebut dibeli pedagang oleh pedagang air yang setiap harinya mengantarkan air tersebut ke pedagang pecel yang ada di Pasar Petisah. Para pedagang membeli air rata-rata 1 galon per harinya dengan jumlah uang yang harus dibayarkan sebesar Rp. 5000/galon. Seluruh pedagang (100%) memiliki tempat pembuangan sampah, namun semua nya tidak memiliki tempat pembuangan sampah tertutup, melaikan tempat sampah dibiarkan terbuka.

Dokumen terkait