• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.2 Tempat penelitian

Pengambilan sampel darah dilakukan di Poliklinik IK Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan, untuk selanjutnya akan dikirim ke Laboratorium Klinik Pramita Jl. Diponegoro Medan.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi target

Pasien-pasien yang menderita psoriasis vulgaris.

3.3.2 Populasi terjangkau

Pasien-pasien yang menderita psoriasis vulgaris yang berobat ke Poliklinik IK Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan sejak Januari 2012.

3.3.3 Sampel

Pasien-pasien yang menderita psoriasis vulgaris yang berobat ke Polikilinik IK Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan mulai bulan Januari 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4 Besar Sampel

Untuk menghitung besarnya sampel penelitian, maka digunakan rumus sebagai berikut:

Rumus

45

: n = Jumlah sampel = (Zα + Zβ) 2 0,5 ln [(1+r) / (1-r)]

+ 3

Kesalahan tipe I (α) = 5 %, hipotesis dua arah, maka Zα = 1,960

Kesalahan tipe II (β) = 20 %, maka Zβ = 0,842 *r = Koefisien korelasi = 0,52

* Nilai r diambil dari kepustakaan no. 12.

Maka : n = 1,960+0,842 2 0,5 ln [(1 + 0,52)/ (1 - 0,52)]

+ 3

= 26,59 ≈ 27 orang

Jumlah sampel penderita psoriasis yang diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 30 orang.

3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Cara pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode consecutive sampling.

3.6 Identifikasi Variabel

a. Variabel bebas : kadar prolaktin serum

b. Variabel terikat : skor Psoriasis Area and Severity Index

c. Variabel kendali : pemeriksaan kadar prolaktin serum

3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Pasien psoriasis vulgaris yang berobat ke Poliklinik IK Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.7.1 Kriteria inklusi

a. Subyek yang didiagnosis secara anamnesis dan klinis sebagai psoriasis vulgaris.

b. Berjenis kelamin perempuan atau laki-laki.

c. Berusia 15 – 55 tahun

d. Tidak menggunakan obat-obatan untuk mengobati psoriasis; topikal minimal 2 minggu sebelum dilakukan penelitian dan obat sistemik minimal 6 minggu sebelum dilakukan penelitian.

e. Bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani informed consent.

3.7.2 Kriteria eksklusi

a. Subyek wanita hamil, menyusui atau menderita gangguan siklus haid.

b. Subyek yang sedang mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kadar serum prolaktin seperti; estrogen (kontrasepsi oral), antipsikotik (haloperidol, chlorpromazine, risperidone), antidepresan golongan trisiklik, opiat, amfetamin, antihipertensi (reserpine, verapamil, methyldopa) dan antihistamin (cimetidine).

c. Subyek dengan penyakit autoimun lainnya; lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik, sklerosis multipel, penyakit Graves, penyakit Addisons, serta tiroiditis Hashimoto.

d. Subyek dengan prolaktinoma.

3.8 Alat, Bahan, dan Cara Kerja 3.8.1 Alat dan bahan

a. Pemeriksaan kadar prolaktin dilakukan dengan tehnik chemiluminescent microparticle immunoassay (CMIA).

b. Untuk pengambilan masing-masing sampel darah : a) Satu pasang sarung tangan.

b) Satu buah alat ikat pembendungan (torniquet).

c) Satu buah spuit disposable 10 cc.

d) Satu buah vacutainer (tabung pengumpul darah steril) 5 cc yang mengandung heparin.

e) Satu buah plester luka f) Kapas

g) Povidon iodine

3.8.2 Cara kerja

a. Pencatatan data dasar

a) Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Poliklinik IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam

b) Pencatatan data dasar meliputi identitas penderita, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dermatologis, pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz sesuai formulir catatan medis terlampir.

c) Diagnosis klinis ditegakkan oleh peneliti bersama dengan pembimbing di Poliklinik IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Pemeriksaan derajat keparahan psoriasis dengan menggunakan skor Psoriasis Area and Severity Index (PASI) pada pasien psoriasis. Penilaian skor PASI dilakukan oleh peneliti di bawah pengawasan pembimbing.

Cara menentukan skor PASI:

a) Pertama bagi tubuh menjadi 4 area : kepala, ekstremitas atas (lengan), batang tubuh sampai inguinal, dan ekstremitas bawah (kaki kearah bokong bagian atas).

b) Tentukan penilaian skor untuk eritema, ketebalan lesi, dan skuama pada tiap area tadi. (0 = absen, 1 = ringan , 2 = sedang, 3 = berat, 4 = sangat berat) c) Jumlahkan skor eritema, ketebalan lesi, dan skuama

pada masing-masing area.

d) Tentukan persentase kulit yang terkena psoriasis pada tiap area tadi dengan menggunakan skala 0-6

(0= 0%, 1= <10%, 2= 10 - <30%, 3= 30 - <50%, 4= 50 - < 70%, 5= 70 - < 90%, 6= 90 – 100%).

e) Kalikan skor (c) dengan (d) diatas untuk tiap area dan kemudian hasilnya dikalikan dengan 0.1 untuk kepala, 0.2 untuk lengan, 0.3 untuk batang tubuh, dan 0.4 untuk kaki.

f) Penjumlahan dari total skor tiap area diatas merupakan skor PASI.

c. Pemeriksaan kadar prolaktin serum pada penderita psoriasis.

a) Pemeriksaan kadar prolaktin serum dilakukan di Laboratorium Klinik Pramita Medan.

b) Pengambilan sampel dilakukan oleh peneliti sementara pemeriksaan sampel dilakukan oleh petugas laboratorium. Dengan ketentuan sebagai berikut;

i. Sampel darah diambil pada pagi hari sekitar pukul 08.00 – 10.00 wib.

ii. Untuk menghindari terjadinya bias maka 1 - 2 jam sebelum dilakukan pengambilan sampel, pasien tidak diperbolehkan untuk berolah raga,

mengkonsumsi alkohol, melakukan hubungan seksual serta dalam keadaan berpuasa

d. Cara pengambilan darah :

a) Darah diambil secara punksi vena pada vena mediana cubiti, di lipatan siku.

b) Torniquet diikatkan diatas lipatan siku, kemudian tangan dikepal.

c) Pada daerah yang akan dipunksi dilakukan desinfeksi dengan larutan povidon iodine 10% dan alkohol 70 %.

d) Tusukkan jarum dengan kedalaman 1,25 inci dengan sudut 450

e) Ambil darah hingga volume yang dibutuhkan (0.5 ml) kemudian genggaman dilepaskan.

terhadap permukaan lengan.

f) Lepaskan tourniquet dan daerah punksi ditekan dengan kapas beralkohol 70%.

g) Daerah punksi ditutup dengan plester.

h) Darah dimasukkan kedalam tabung berisi antikoagulan.

e. Cara pemeriksaan kadar prolaktin

Kadar prolaktin serum dihitung menggunakan metode chemiluminescent microparticle immunoassay (CMIA).

f. Kadar prolaktin serum pada penderita psoriasis vulgaris dihubungkan secara statistik dengan skor PASI.

3.9 Definisi Operasional 1. Usia :

Usia subjek saat pengambilan sampel dihitung dari tanggal lahir, bila lebih dari 6 bulan, usia dibulatkan keatas; bila kurang dari 6 bulan, usia dibulatkan kebawah.

2. Diagnosis klinis psoriasis :

Plak eritematosa yang ditutupi skuama tebal berwarna putih keperakan dengan predileksi pada daerah kulit kepala, garis perbatasan kepala dan rambut, ekstremitas ekstensor, batang tubuh dan lumbosakral disertai hasil pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz yang menunjukkan hasil positif.

• Pemeriksaan fenomena tetesan lilin :

Dilakukan penggoresan pada lesi dengan skuama yang utuh dengan menggunakan pinggir kaca objek secara perlahan. Intepretasi positif apabila terjadi perubahan warna menjadi lebih putih seperti tetesan lilin.

• Tanda Auspitz :

Dilakukan penggoresan skuama dengan menggunakan kaca objek sampai skuama terbuang habis dan tampak bintik-bintik perdarahan.

Merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menilai derajat keparahan psoriasis berdasarkan eritema, ketebalan lesi, skuama, area dan luas area tubuh yang terlibat.

4. Prolaktin :

Sebuah neuropeptida yang disekresikan oleh hipofisis anterior yang memiliki berbagai efek, salah satunya yaitu stimulasi proliferasi keratinosit.

5. Menstruasi (haid normal) :

Lamanya siklus berlangsung antara 21-35 hari, lama perdarahan 3-7 hari, volume perdarahan kurang lebih 20-80 cc persiklus, tidak disertai rasa nyeri yang berlebihan hingga membatasi aktivitas normal, darah berwarna merah segar dan tidak menggumpal, serta darah / cairan /bau dari vagina tidak berbau busuk.

6. Lupus eritematosus sistemik:

Merupakan suatu penyakit autoimun sistemik yang dapat mengenai seluruh bagian tubuh. Diagnosis ditegakkan dengan menggunakan kriteria American College of Rheumatology yaitu adanya ruam malar (butterfly rash), ruam diskoid, serositis, ulkus oral, arthritis, fotosensitivitas, kelainan hematologi misalnya anemia hemolitik, leukopenia, limfopenia, trombositopenia, kelainan ginjal, uji antinuclear antibody positif, gangguan imunologik berupa anti-smith, anti-ds DNA, antiphospholipid antibody positif dan atau hasil positif palsu uji serologis sifilis.

7. Sklerosis sistemik:

Merupakan suatu penyakit jaringan ikat sistemik yang ditandai dengan adanya gangguan vasomotor, atrofi kulit, jaringan subkutan, otot, dan organ dalam (paru-paru, jantung, jantung, ginjal dan susunan syaraf pusat) serta ganguan imunologik.

8. Sklerosis multipel

Merupakan penyakit inflamasi akibat demielinisasi susunan syaraf pusat yang ditandai dengan kelemahan satu atau lebih anggota gerak, optik neuritis serta gejala sensoris.

9. Penyakit Graves

Merupakan suatu jenis penyakit hipertiroid yang ditandai dengan iritabilitas, fatigue atau kelemahan otot, intoleransi terhadap panas, gangguan tidur, tremor, diare, denyut jantung yang cepat dan ireguler, penurunan berat badan serta pembesaran kelenjar tiroid.

10. Penyakit Addisons

Merupakan kelainan endokrin kronis akibat gangguan pada kelenjar adrenal yang jarang terjadi. Ditandai dengan fatigue, kelemahan otot, demam, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, nyeri otot dan sendi, hipotensi ortostatik. Sebagian besar penderita akan mengalami hiperpigmentasi kulit meskipun pada daerah yang tidak terpapar sinar ultraviolet.

11. Tiroiditis Hashimoto

Merupakan suatu penyakit tiroid autoimun yang ditandai dengan peningkatan berat badan, depresi, mania, sensitivitas terhadap

kolesterol tinggi, konstipasi, kelemahan otot, infertilitas serta gangguan memori.

12. Prolaktinoma

Merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis yang ditandai dengan amenorrhea, galactorrhea, hipogonadisme, ginekomastia, vertigo, mual dan muntah.

13. Kontrasepsi oral

Merupakan obat –obat yang dikonsumsi secara oral yang bertujuan untuk mencegah terjadinya konsepsi.

14. Antipsikotik

Merupakan obat – obatan psikiatri yang terutama digunakan untuk mengobati psikosis.

15. Antidepresan

Merupakan obat – obatan yang digunakan untuk mengobati depresi.

16. Antihipertensi

Merupakan kelompok obat – obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi.

17. Antihistamin

Merupakan obat – obatan atau komponen tertentu yang dapat menginhibisi efek fisiologis dari histamin.

3.10 Kerangka Operasional

Gambar 3.1 Diagram kerangka operasional

3.11 Pengolahan dan Analisis data

a. Data-data yang terkumpul kemudian dianalisis dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

b. Analisis statistik yang digunakan untuk menilai hubungan antara kadar prolaktin serum dengan skor PASI adalah uji korelasi.

c. Batas uji kemaknaan (p) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Dikatakan bermakna jika nilai p <0,05 dan tidak bermakna jika nilai p> 0,05.

Kelompok penderita psoriasis vulgaris

Pengukuran kadar prolaktin Penilaian skor

PASI Hubungan ?

3. 12 Ethical Clearance

Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh ethical clearance dari komite etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan kadar prolaktin serum terhadap 30 orang subyek psoriasis vulgaris dengan berbagai skor PASI yang dimulai dari bulan Januari 2012 hingga Bulan Desember 2012. Pada semua subyek penelitian telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pengukuran nilai skor PASI, dan selanjutnya telah diambil sampel darah dari 30 orang subyek penelitian.

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Karakteristik subyek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan distribusi jenis kelamin dan kelompok usia.

Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Subyek penelitian

n %

Laki-laki 17 56,7

Perempuan 13 43,3

Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.1 dari total 30 subyek penelitian didapatkan 17 orang (56,7%) adalah laki-laki dan 13 orang (43,3%) adalah perempuan. Hal ini memperlihatkan bahwa jumlah pasien psoriasis vulgaris berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang sama, bahwa psoriasis sedikit lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Suite (2006) dalam sebuah studi retrospektif pada klinik dermatologi di Trinidad dan Tobago melaporkan bahwa psoriasis lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 1,5:1.

Demikian juga Naldi et al. (2004) dalam penelitiannya melaporkan bahwa prevalensi terjadinya psoriasis pada populasi umum relatif tinggi yaitu berkisar antara 0,6% - 4,8% dengan predominasi jenis kelamin laki-laki.

46

Fatani (2002) dalam penelitiannya terhadap 263 orang pasien psoriasis dewasa di Saudi Arabia, mendapatkan hasil bahwa penyakit ini lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan, dengan perbandingan 1,4:1.

47

Kaur (1997) melaporkan penelitiannya terhadap 1220 orang pasien psoriasis di India, bahwa psoriasis lebih sering terjadi pada laki-laki (67%) dibandingkan dengan perempuan (33%) dengan

48

49

Bedi (1995) melakukan penelitian terhadap 530 orang pasien psoriasis di India utara, mendapatkan bahwa prevalensi terjadinya psoriasis diantara pasien rawat jalan pada klinik dermatologi yaitu sebesar 2,8% dengan perbandingan jumlah pasien psoriasis laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu sebesar 2,4:1.

Distribusi subyek penelitian berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel 4.2

49

Tabel 4.2. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan kelompok usia

Usia Subyek penelitian

n %

15-30 7 23,3

31-45 17 56,7

46-60 6 20

Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.2 dari total 30 orang subyek penelitian didapati bahwa subyek terbanyak berusia antara 31-45 tahun yang berjumlah 17 orang (56,7%).

Psoriasis dapat terjadi pada semua usia, penyakit ini pernah dilaporkan terjadi pada saat lahir serta pada orang yang berusia lebih lanjut. Penentuan yang akurat mengenai onset terjadinya psoriasis sampai dengan saat ini masih menjadi permasalahan, oleh karena beberapa penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan ingatan pasien

Dogra (2010) dalam sebuah penelitian epidemiologi melaporkan bahwa psoriasis dua kali lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding perempuan dan sebagian besar pasien berada pada dekade ke-3 atau ke-4 kehidupannya.

Kaur (1997) melakukan penelitian pada 1220 orang pasien psoriasis vulgaris di India, melaporkan bahwa psoriasis vulgaris dapat terjadi pada bayi sampai dengan dekade ke-8 kehidupan dengan usia rerata sekitar 33,6 tahun. Pada perempuan didapati usia rerata yang lebih rendah yaitu 27,6 tahun dibandingkan dengan laki-laki yaitu 30,9 tahun.

49

Nevitt (1996) dalam penelitiannya melaporkan bahwa usia rerata penderita psoriasis ialah 33 tahun dan 75% kasus psoriasis terjadi sebelum usia 46 tahun.

49

4.2 Hubungan antara Kadar Prolaktin dalam Serum dengan Skor PASI

25

Nilai rerata skor PASI dan nilai rerata kadar prolaktin dalam serum dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Nilai rerata skor PASI dan nilai rerata prolaktin

Berdasarkan tabel 4.3 tampak bahwa nilai rerata skor PASI yaitu 12,69 dan nilai rerata kadar prolaktin yaitu 12,49 ng/mL.

Hubungan antara kadar prolaktin dalam serum penderita psoriasis vulgaris dengan skor PASI dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Hubungan kadar prolaktin dalam serum dengan skor PASI

Variabel n r P

value Hubungan antara

kadar prolaktin dalam serum dengan skor PASI

30 0,73* .000

* r = koefisien korelasi Pearson

Pada tabel 4.4 ditampilkan analisis statistik hubungan antara kadar prolaktin dalam serum dengan skor PASI. Analisis korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan positif yang kuat antara kadar prolaktin dalam serum penderita psoriasis vulgaris dengan skor PASI, dengan nilai r sebesar 0,73.

Pada gambar 4.1 ditunjukkan pola hubungan antara kadar prolaktin dalam serum pasien psoriasis vulgaris dengan skor PASI yang membentuk garis linier.

Gambar 4.1 Diagram tebar (Scatter Plot) hubungan antara kadar prolaktin dalam serum dengan skor PASI

Dari hasil penelitian ini maka dapat ditentukan nilai koefisien determinasi (r2

Dari nilai koefisien korelasi r diatas maka dapat dianalisis lebih lanjut bagaimana ketergantungan antar variabel, untuk itu dapat dilakukan analisis regresi linier. Secara matematis didapatkan persamaan linier y = 1,035x – 0.254. Persamaan linier tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2.

) sebesar 53% yang berarti 53% keragaman skor PASI dapat dijelaskan oleh tinggi rendahnya nilai prolaktin serum sementara sisanya sebesar 47% mungkin disebabkan oleh faktor-faktor lain.

Gambar 4.2 Diagram scatter plot dengan garis regresi linier

Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar prolaktin dalam serum penderita psoriasis vulgaris dengan skor PASI.

Penelitian yang dilakukan oleh Kato et al. (2011) pada 30 orang pasien psoriasis vulgaris generalisata dan 10 orang subyek sehat sebagai kontrol, menyatakan bahwa kadar prolaktin serum pada penderita psoriasis lebih tinggi (31,5 – 80,6 ng/mL) dibandingkan dengan subyek sehat (7 – 20 ng/mL) dan terdapat hubungan positif yang signifikan antara kadar prolaktin serum dengan skor PASI (r = 0,92).50

y = 1.035x - 0.254

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 5 10 15 20 25

Dua penelitian lainnya menyatakan hal yang sama. Dilme et al.

(2010) melakukan pengukuran kadar prolaktin serum pada 20 orang pasien dengan psoriasis tipe plak sebelum dan sesudah terapi topikal dengan tacalcitol, didapatkan hasil bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada kadar prolaktin serum penderita psoriasis dibanding dengan kelompok kontrol (P < 0,001) serta terdapatnya hubungan yang signifikan diantara kadar prolaktin serum sebelum dan setelah pengobatan dengan derajat keparahan psoriasis (r = 0,33).

Sementara Maryam et al. (2009) melakukan pengukuran kadar prolaktin serum pada 30 orang pasien psoriasis vulgaris dan 30 orang subyek sehat sebagai kontrol. Ditemukan peningkatan yang cukup signifikan pada kadar prolaktin serum penderita psoriasis dibanding kelompok kontrol. Selain itu dengan menggunakan uji regresi Pearson tampak adanya hubungan positif diantara kadar prolaktin serum dengan derajat keparahan psoriasis yang dinilai dengan menggunakan skor PASI (r = 0.52).

13

Hasil dari penelitian ini dan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa prolaktin tampaknya berperan penting dalam etiopatogenesis terjadinya psoriasis. Hal ini dapat dijelaskan melalui berbagai mekanisme kerja prolaktin terhadap fungsi biologi dan patologi kulit.

12

50 Prolaktin merupakan suatu neuropeptida yang memiliki efek imunomodulator terhadap sistem imunitas kulit.

Berbagai sitokin yang distimulasi atau diinhibisi oleh prolaktin akan

sel – sel keratinosit dan proses angiogenesis.34-39 Selain itu prolaktin juga dapat secara langsung menyebabkan proliferasi sel – sel keratinosit dengan cara berikatan melalui suatu reseptor yang spesifik.32

.

Dengan ditemukannya hubungan antara kadar prolaktin serum dengan skor PASI maka prolaktin juga dapat dijadikan penanda biologik terhadap perkembangan aktivitas penyakit.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Terdapat hubungan positif yang kuat antara kadar prolaktin dalam serum penderita psoriasis vulgaris dengan skor PASI (nilai koefisien korelasi r = 0,73). Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar prolaktin dalam serum dengan skor PASI dapat diterima.

2. Secara umum nilai rerata kadar prolaktin dalam serum penderita psoriasis vulgaris adalah 12,49 ng/mL.

3. Secara umum nilai rerata skor PASI pada penderita psoriasis vulgaris adalah 12,69.

5.2 Saran

1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan penelitian mengenai efikasi preparat antiprolaktin oral sebagai pendekatan terapi tambahan pada psoriasis vulgaris di masa yang akan datang.

2. Perlu dilakukan pemeriksaan kadar prolaktin serum pada penderita psoriasis vulgaris dengan nilai skor PASI yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York. McGraw-Hill;2008. h.169-193.

2. Langley R, Krueger G, Griffiths C. Psoriasis: epidemiology, clinical features, and quality of life. Ann Rheum Dis. 2005;64:ii18-ii23.

3. Neimann A, Porter S, Gelfand J. The epidemiology of psoriasis.

Expert Rev. Dermatol. 2006;1(1), 63-75.

4. Damasiewicz A, Kudła B. Hormonal factors in etiopathogenesis of psoriasis. Pol Merkur Lekarski. 2007;22(127):75-8.

5. Foitzik K, Langan E, Paus R. Prolactin and the skin: A dermatological perspective on an ancient pleiotropic peptide hormone. Journal of investigative dermatology 2009;129:1071-87.

6. Guyton A, Hall J. Hormon-hormon hipofisis dan pengaturannya oleh hipotalamus. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11.

Indonesia. EGC;2006. h.964-991.

7. Freeman E, Kanyicska B, Lerant A. Prolactin: structure, function, and regulation of secretion. Physiological reviews 2000;80:4.

8. Yuan L, Lee Y. Prolactin modulation of immune and inflammatory response.Endocrinology 2002;57:435-55.

9. Weber G, Neidhardt M, Frey H, Galle K, Geiger A. Treatment of psoriasis with bromocriptin. Arch Dermatol Res. 1981;271:437–9 10. Dunna SF, Finlay AY. Psoriasis, improvement during and

worsening after pregnancy. Br J Dermatol.1989;120:584

11. Giasuddin AS, El-Sherif AI, El-Ojali SI. Prolactin: does it have a role in the pathogenesis of psoriasis?. Dermatology 1998;197:119–

22

12. Azzizadeh M, Malek M, Amiri M. Does prolactin indicate severity of psoriasis?. Iranian journal of dermatology 2009;12:3.

13. Dilme E, Martin G, Regana M. Serum prolactin levels ini psoriasis and correlation with cutaneous disease activity. Clinical and experimental dermatology 2010;36:29-32.

14. Sanchez RM, Umbert MP. Psoriasis in association with prolactinoma: three cases. Br J Dermatol. 2000;143:864–7

15. Gorpeligolu C, Gungor E, Alli N. Is prolactin involved in etiopathogenesis of psoriasis? J Eur Acad Dermatol Venereol.

2008;22:1135-6.

16. Das R, Jain A, Ramesh V. Current concepts in pathogenesis of psoriasis. Indian J Dermatol. 2009;54(1):7-12.

17. Blauvelt A. New concept in the pathogenesis and treatment of psoriasis: key roles for IL-23, IL-17A and TGF-β1. Expert Rev.

18. Bettina M, Vavricka P, Guitart J. Diagnostic evaluation. Psoriatis and Psoriatic Arthritis- An Integrated Approach. Edisi ke-1. New York. Springer;2005. h.83-91.

19. Lisi P. Differential diagnosis of psoriasis. Reumatismo 2007;59:56–60.

20. Lionel F. Differential diagnosis. An Atlas of Psoriasis. Edisi ke-2.

London. Taylor & Francis;2004. h.67-69.

21. Meier M, Sheth P. Clinical spectrum and severity of psoriasis.Curr Probl Dermatol. Basel. 2009;38:1–20.

22. Feldman S, Krueger G. Psoriasis assesment tools in clinical trial.

Ann Rheum. Dis. 2005;64:ii65-ii68.

23. Kenneth B. Clinical outcome measurements. Psoriatis and Psoriatic Arthritis- An Integrated Approach. Edisi ke-1. New York.

Springer;2005. h.125-128.

24. Bonifati C, Berardesca E. Clinical outcome measures of psoriasis.

Reumatismo 2007;59 :64-67.

25. Traub M, Marshall K. Psoriasis pathophysiology, conventional and alternative approaches to treatment. Alternative Medicine Review 2007;12:319-30.

26. Reich K, Mrowietz U. Treatment goal in psoriasis. JDDG.

2007;5:566–574.

27. Sullivan J. Treatment for severe psoriasis. Aust Prescr.

2009;32:14–18.

28. Harvey J, Guyda, Friesen H. Serum prolactin levels in humans from birth to adult life. Pediat. Res.1973;7:534-40.

29. Frantz AG. Prolactin. N Engl J Med. 1978;298: 201–207.

30. Franklin Scientific Projects Ltd. Normal and pathological prolactin levels. Clear Perspectives 1996;3:1-4.

31. Paus R, Theoharides TC, Arck PC. Neuroimmunoendocrine circuitry of the ‘‘brain–skin connection’’. Trends Immunol.

2006;27:32–9.

32. Girolomoni G, Phillips JT, Bergstresser PR. Prolactin stimulates proliferation of cultured human keratinocytes. J Invest Dermatol.

1993;101:275–9.

33. Yu-Lee L. Stimulation of interferon regulatory factor-1 by prolactin. Lupus 2001;10:691–9.

34. De Bellis A, Bizzarro A, Pivonello R, Lombardi G, Bellastella A.

Prolactin and autoimmunity. Pituitary 2005;8:25–30.

35. Biswas R, Roy T, Chattopadhyay U. Prolactin induced reversal of glucocorticoid mediated apoptosis of immature cortical thymocytes is abrogated by induction of tumor. J Neuroimmunol.

2006;171:120–34.

36. Carreno PC, Jimenez E, Sacedon R, Vicente A, Zapata AG.

Prolactin stimulates maturation and function of rat thymic dendritic cells. J Neuroimmunol. 2004;153:83–90.

37. Matera L, Mori M, Galetto A. Effect of prolactin on the antigen presenting function of monocyte-derived dendritic cells. Lupus

38. Sun R, Li AL, Wei HM, Tian ZG. Expression of prolactin receptor and response to prolactin stimulation of human NK cell lines. Cell Res. 2004;14:67–73

39. Malaguarnera L, Imbesi R, Di Rosa M, Scuto A et al. Action of prolactin, IFN-gamma, TNF-alpha and LPS on heme oxygenase-1 expression and VEGF release in human monocytes/macrophages.

Int Immunopharmacol. 2005;5:1458–69.

40. Kanda N, Watanabe S. Prolactin enhances interferon-γ induced production of CXCL9, CXCL10, and CXCL11. Endocrinology 2007;148:2317–25.

41. Kanda N, Shibata S, Tada Y et al. Prolactin enhances basal and IL-17 induced CCL20 production by human keratinocytes. Eur J Immunol. 2009;39(4):996-1006.

42. Murase J, Chan K, Garite T et al. Hormonal effect of psoriasis in pregnancy and post partum. Arch Dermatol. 2005;141:601-606.

43. Raychaudhuri S, Navare T, Gross J et al. Clinical course of psoriasis during pregnancy. International Journal of Dermatology

43. Raychaudhuri S, Navare T, Gross J et al. Clinical course of psoriasis during pregnancy. International Journal of Dermatology

Dokumen terkait