• Tidak ada hasil yang ditemukan

dalam pencitraan laskar pembela Islam FPI.

BAB V : Penutup, uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya kemudian dituangkan ke dalam suatu bentuk kesimpulan dan saran.

14 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Media, Masyarakat, dan Budaya Denis McQuail

Komuikasi massa dapat dianggap sebagai fenomena „masyarakat‟ dan „budaya‟. Lembaga media massa merupakan bagian dari struktur masyarakat,

dan infrastruktur teknologinya adalah bagian dari dasar ekonomi dan kekuatan, sementara ide, citra, dan informasi disebarkan oleh media jelas merupakan aspek penting dari budaya.

Berkenaan dengan hal tersebut, Rosengren menawarkan tipologi sederhana di mana terdapat dua proposisi berlawanan yang ditabulasi silang:

„struktur sosial mempengaruhi budaya‟ dan sebaliknya, „budaya mempengaruhi struktur sosial.‟ Hal ini menghasilkan empat pilihan utama

yang tersedia untuk menggambarkan hubungan antara media masa dan masyarakat. Seperti yang diperlihatkan dalam gambar sebagai berikut:

Struktur sosial Mempengaruhi budaya Ya Tidak Ya Budaya mempengaruhi struktur sosial Tidak

Gambar 2.1 Empat jenis hubungan antara budaya dan masyarakat Kesalingtergantungan

(pengaruh dua arah)

Idealisme (pengaruh media yang

kuat) Materialism (media

ketergantungan)

Otonomi (tidak ada hubungan khusus)

Jika kita menganggap bahwa media massa sebagai sebuah aspek

dalam masyarakat (dasar atau struktur), maka terdapat pilihan materialisme

(materialism). Teori ini berasumsi bahwa siapapun yang memiliki atau mengontrol media, dapat memilih atau membatasi apa yang mereka lakukan. Idealisme (idealism) media diasumsikan memiliki pengaruh signifikan yang potensial, tetapi ide dan nilai yang dibawa oleh media (dalam kontennya) dilihat sebagai penyebab utama perubahan sosial.

Kesalingtergantungan (interdependence) menyiratkan bahwa media massa dan masyarakat secara terus-menerus berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain (seperti masyarakat dan budaya). Otonomi (autonomy) di mana hubungan antara budaya dan masyarakat tidak harus bertentangan, masyarakat yang secara budaya mirip terkadang memiliki sistem media yang berbeda.1

B. Teori Citra

1. Pengertian Citra

Citra adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang

sesungguhnya.2 Citra yang positif diharapkan dapat menciptakan

ketertarikan seseorang pada organisasi tertentu sehingga seseorang dapat memberikan dukungannya terhadap organisasi tersebut.

Suatu citra dapat dimunculkan kapan saja, caranya adalah dengan menjelaskan secara jujur apa yang menjadi penyebabnya, baik itu

1

Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), Edisi ke-6, h. 86-88.

2

M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), Cet ke-5, h. 69

16

informasi yang salah maupun perilaku yang keliru. Sehingga masyarakat tidak memberikan kesan negatif tetapi masyarakat memberikan dorongan dan dukungan terhadap masalah tersebut.

Citra yang positif bagi sebuah organisasi sangatlah penting karena jika citra tersebut sudah didapatkan maka masyarakat akan menerima dengan baik jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Dari sedikit pengertian citra di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa citra adalah suatu gambaran mengenai realitas yang ada. Seseorang dapat menilai suatu organisasi dalam keadaan positif atau negatif menurut apa yang telah didengar, dirasakan, dan atas dasar persepsi yang dimiliki.

Citra dapat terbentuk dengan memproses informasi yang tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan citra pada objek dari adanya penerimaan informasi setiap waktu. Besarnya kepercayaan objek terhadap sumber informasi dapat berasal dari organisasi secara langsung dan atau

pihak-pihak lain secara tidak langsung.3

2. Jenis-jenis Citra

Menurut M. Linggar Anggoro dalam bukunya Teori dan profesi

kehumasan membagi citra kedalam beberapa jenis, yakni: citra bayangan (mirror image), citra yang berlaku (current image), citra harapan (wish image), serta citra majemuk (multiple image).

a) Citra Bayangan

Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi biasanya adalah pemimpinnya mengenai anggapan

3

pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan pihak luar terhadap organisasinya. Citra ini sering kali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan, ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar.

b) Citra yang berlaku

Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mareka yang mempercayainya.

c) Citra Harapan

Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Citra harapan itu biasanya dirumuskan dan diperjuangkan untuk menyambut sesuatu yang relatif baru, yakni ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai.

d) Citra Perusahaan

Citra perusahaan atau citra lembaga adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanan. Citra lembaga terbentuk oleh banyak hal terutama hal-hal yang positif seperti; riwayat hidup lembaga, dan reputasi yang diraih.

18

e) Citra Majemuk

Setiap organisasi pasti memiliki banyak anggota, anggota tersebut memiliki perangai dan tingkah laku tersendiri, sehingga secara sengaja atau tidak mereka pasti memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra organisasi secara keseluruhan.

Citra majemuk yaitu adanya image yang bermacam-macam dari publik terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi dengan tingkah laku yang berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi.

Variasi citra tersebut harus ditekan seminim mungkin dan citra lembaga harus ditegakkan. Caranya adalah dengan mewajibkan semua karyawan mengenakkan pakaian seragam,

symbol-simbol tertentu, dan sebagainya.4

3. Pembentukan Citra

Terdapat empat komponen pembentukan citra, yaitu persepsi, kognisi, motivasi, dan sikap. Persepsi diartikan sebagai pengamatan unsur lingkungan di mana kemampuan persepsi inilah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra dengan memberikan informasi-informasi kepada individu untuk memunculkan suatu keyakinan. Sehingga dari keyakinan tersebut timbul suatu sikap pro dan kontra tentang produk atau jasa, dari sikap itulah terbentuknya citra yang positif atau negatif. Pembentukan citra dapat digambarkan sebagai berikut:

4

M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), Cet ke-5, h. 59- 68.

Pengalaman

Stimulus Respon

Gambar 2.2 Pembentukan Citra

(Sumber: Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian Untuk Public Relation)

a) Stimulus adalah rangsangan (kesan lembaga yang diterima dari

luar) untuk membentuk persepsi. Sensasi adalah fungsi alat indera dalam menerima informasi dari langganan.

b) Persepsi, diartikan sebagai hasil pengamatan unsur lingkungan

yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan dengan kata lain.

individu akan memberikan memberikan makna terhadap

rangsangan berdasarkan pengalamannya mengenai rangsangan. Kemampuan mempersepsi inilah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi atau pandangan individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsangan dapat memenuhi kognisi individu.

c) Kognisi, yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus.

Keyakinan ini akan timbul apabila individu harus memberikan Citra

Kognisi

Persepsi Sikap

20

informasi-informasi yang cukup dapat mempengaruhi

perkembangan kognisinya.

d) Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti

yang diinginkan oleh pemberi rangsangan. Motif adalah keadaan dalam peribadi seseorang yang mendorong keinginan, individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

e) Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpesepsi, berpikir, dan

merasa dalam menghadapi objek, situasi, ide, atau nilai, sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu, sikap mempunyai dara pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan, sikap mengandung aspek evaluatif artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sikap juga dapat diperhitungkan atau diubah.

f) Tindakan adalah akibat atau respon individu sebagai organism

terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari dalam dirinya maupun lingkungannya.

g) Respons atau tingkah laku adalah tindakan-tindakan seseorang

sebagai reaksi terhadap rangsangan atau stimulus.5

Proses ini menunjukan bagaimana yang berasal dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respon. Stimulus atau rangsangan yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika rangsangan

5

Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian Untuk Public Realtion, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), h. 99.

ditolak maka proses selanjutnya tidak akan berjalan. Sebaliknya, jika rangsangan itu diterima oleh individu, berarti terdapat perhatian dari individu, dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan dengan baik.

Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan tanggapan, pendapat, sikap atau perilaku tertentu dari publik mengenai organisasi. Tanggapan, pendapat, sikap atau perilaku tersebut dapat berupa dukungan, kepercayaan, pengertian, dan penerimaan terhadap suatu organisasi atau instansi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa informasi yang disampaikan oleh humas atau yang

lazim disebut public relation dalam sebuah organisasi atau instansi dapat

membentuk persepsi dan citra dimata publik.

C. Peran Lembaga Dakwah

1. Pengertian Peran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peran memiliki banyak arti

“menjadi bagian atau pemegang pimpinan yang terutama, peran, memainkan suatu peran, peran lakon, bagian utama.”6

Menurut Biddle dan Thomas peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi, dan lain-lain. kalau peran ibu digabungkan dengan peran ayah maka menjadi

6

Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet ke-7, h.735.

22

peran orang tua dan menjadi lebih luas sehingga perilaku-perilaku yang

diharapkan juga menjadi lebih beraneka ragam.7

Peran memang tidak dapat dipisahkan dari status (kedudukan), walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya. Seseorang yang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan suatu peran. Peran sangat penting karena dapat mengatur perikelakuan seseorang, di samping itu, peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas-batas tertentu sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya

sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya.8

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dirangkum bahwa peran adalah suatu sikap yang secara langsung ataupun tidak sudah tertanam dalam pribadi seseorang untuk menjalankan suatu tindakan.

2. Pengertian Lembaga Dakwah

Istilah lembaga dakwah terdiri dari dua kata yang berbeda lembaga dan dakwah. Dalam penelitian ini akan dijelaskan pengertiannya satu persatu, kemudian setelah ditemukan kejelasan dari masing-masing kata akan ditarik suatu kesimpulan dan didefinisikan menjadi satu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada beberapa arti tentang

lembaga. Pertama menjelaskan tentang asal sesuatu, kedua, menjelaskan

sesuatu yang memberi petunjuk kepada yang lain, dan yang ketiga, adalah

7

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), Cet ke-5, h. 224-225.

8

J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Cet ke-2, h. 158.

badan atau organisasi yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan

keilmuan atau melakukan suatu usaha.9

Robert M. MacIver (1937) dalam bukunya Society: A Textbook of

sociology mengartikan lembaga sebagai satu prosedur yang mapan untuk mengatur hubungan antar manusia sesuai dengan karakteristik aktivitas

dalam satu kelompok.10

Earl Babbie (1982) dalam bukunya Understanding Sosiology

memahami bahwa lembaga adalah sekelompok kesepakatan sosial yang

saling terkait dalam satu kehidupan sosial masyarakat.11

Dalam pengertian lain, menurut Horton dan Hunt (1987), yang dimaksud dengan lembaga sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang

penting.12 Tujuan utama diciptakannya lembaga sosial, selain untuk

mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan sosial masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.

Berdasarkan pemaparan mengenai lembaga di atas, dapat disimpulkan bahwa lembaga adalah suatu sistem norma yang mengatur perilaku dan tata hubungan masyarakat sosial sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat.

9

Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet ke-7, h.512.

10

Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Tangerang, Mitra Sejahtera, 2008), Cet ke-1, h. 66.

11

Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 67.

12

24

Sedangkan pengertian dakwah dilihat dari segi bahasa kata dakwah

berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk masdar dari kata ةوعد -

ءاعد - وعدي - اعد yang diartikan sebagai mengajak, menyeru, memanggil,

seruan, permohonan, dan permintaan.13 Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, dakwah adalah: “penyiaran agama dan pengembangannya

dikalangan masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan

mengamalkan ajaran agama.”14

Secara terminologi, terdapat banyak tentang definisi dakwah

Syeikh Ali Makhfudz dalam kitabnya Hidatul Mursyidin mendefinisikkan

dakwah sebagai: “Suatu kegiatan mendorong manusia untuk melakukan

kebaikan dan mencegah kepada perbuatan munkar agar dapat memperoleh

kebahagiaan di dunia dan di akhirat.”15

Selain itu H.M. Arifin menguraikan bahwa dakwah adalah kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam upaya mempengaruhi orang lain, baik secara individu maupun secara kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan, serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya dengan tanpa

adanya unsur paksaan.16

Berdasarkan uraian pengertian dakwah tersebut dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu kegiatan menyeru atau mengajak manusia

13

Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), Cet ke-1, h. 39.

14

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 232.

15

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet ke-1, h. 2.

16

kejalan yang penuh dengan kebaikan dengan penuh kesadaran agar mampu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian dari pengertian lembaga dan dakwah di atas dapat diketahui sistem operasionalnya, bahwa pengertian lembaga dakwah yang dimaksud lebih mengarah kepada sebuah organisasi yang memiliki tujuan bersama untuk melakukan dan mengarahkan manusia kepada sistem norma dan nilai yang didasarkan pada ajaran agama Islam.

Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan definisi lembaga dakwah secara konseptual menurut para ahli.

a) M. Munir dan Wahyu Ilaihi

Lembaga dakwah atau organisasi dakwah merupakan kumpulan manusia yang berserikat yang memiliki tujuan bersama untuk mengajarkan dan menyampaikan ajaran Islam secara komprehensif kepada umat agar mereka memahami dan menyakini kebenarannya yang mutlak, sehingga ajaran Islam mampu mempengaruhi pandangan hidup, sikap batin, dan tingkah

lakunya.17

b) Abdul Rosyad Shaleh

Lembaga dakwah adalah rangkaian aktifitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokan pekerjaan

17

M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009), h.83.

26

yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan

hubungan kerja antara satuan-satuan petugasnya.18

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa lembaga dakwah adalah suatu wadah atau kelompok masyarakat yang terikat dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama untuk mengajarkan serta menyampaikan ajaran agama Islam secara menyeluruh.

3. Fungsi Lembaga Dakwah

Sebagai sebuah wadah yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Lembaga dakwah memiliki beberapa fungsi. Adapun fungsi lembaga dakwah tersebut antara lain:

a) Mewujudkan masyarakat Islami

b) Memasyarakatkan Islam dengan sumber murni (Al-Qur‟an dan As-

Sunnah)

c) Memberikan pedoman pada masyarakat (muslim) bagaimana

mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang dalam masyarakat, terutama yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok mereka.

d) Memberikan pegangan kepada masyarakat dalam melakukan

pengendalian sosial menurut sistem tertentu yakni sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.

e) Menjaga keutuhan masyarakat.19

18

Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986), Cet ke-2, h. 77.

19

Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet ke-1, h. 2.

4. Klasifikasi Lembaga Dakwah

Berdasarkan keputusan Menteri Agama No. 6 tahun 1979 tentang susunan organisasi Departemen Agama, lembaga dakwah adalah semua organisasi Islam baik yang sifatnya lokal, berlevel daerah atau nasional. Secara terperinci, dalam keputusan Menteri Agama tersebut dijelaskan bahwa lembaga dakwah meliputi 4 (empat) kelompok organisasi, yaitu; badan-badan dakwah, majelis taklim, pengajian-pengajian, organisasi kemakmuran

masjid.20

1) Badan-badan dakwah

Badan dakwah adalah organisasi Islam yang bersifat umum, yang memungkinkan melaksanakan berbagai kegiatan seperti masalah pendidikan, ekonomi, keterampilan, sosial, dan lain-lain. badan-badan dakwah terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu:

a) Badan dakwah induk seperti: Nahdlatul Ulama,

Muhammadiya, Persis, ICMI, dan semacamnya.

b) Badan dakwah wanita seperti: Aisyiyah, Muslimat Nu,

Fatayat Nu, dan semacamnya.

c) Badan dakwah pemuda mahasisiwa dan pelajar seperti:

HMI, Pemuda Muhammadiyah, dan semacamnya.

d) Badan dakwah khusus seperti P3M.

e) Badan dakwah remaja masjid seperti: RISKA, RISMA, dan

JISC.

20

28

2) Majelis-majelis taklim

Majelis taklim adalah organisasi penyelenggara pendidikan non formal dibidang agama Islam untuk orang dewasa, dibeberapa daerah sering disebut juga dengan nama pengajian.

3) Pengajian-Pengajian

Lembaga ini merupakan forum pendidikan non formal agama Islam untuk tingkat anak-anak, dewasa ini popular dengan

sebutan Taman Pendidikan Anak Al-Qur‟an (TPA), TK Al-Qur‟an,

dan sejenisnya.

4) Organisasi kemakmuran masjid dan mushola

Organisasi ini dibentuk untuk mengelola dan melaksanakan berbagai kegiatan dalam masjid atau mushola seperti pendidikan perpustakaan, kesehatan, dan koperasi.

D. Pembinaan Keagamaan

1. Pengertian Pembinaan Keagamaan

Ditinjau dari segi bahasa pembinaan keagamaan terdiri dari dua kata yaitu pembinaan dan keagamaan. Pembinaan merupakan asal kata

dari kata “bina”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pembinaan berarti “pembaharuan atau penyempurnaan” dan “usaha” tindakan dan kegiatan

yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang

lebih baik.21

Menurut Hediyat Soetopo dan Westy Soemanto, bahwa pembinaan adalah menunjuk pada suatu kegiatan yang mempertahankan dan

21

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 152.

menyempurnakan apa yang telah ada.22Adapun pengertian pembinaan menurut Dzakiah Daradjat yaitu:

“Pembinaan adalah upaya pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab, dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, mengembangkan, suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh, selaras. Pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan bakat, keinginan dan prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan kearah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi yang

mandiri.”23

Pembinaan dan pengembangan masyarakat yang dilakukan Rasulullah SAW, pada dasarnya merupakan suatu proses yang sistematis dalam upaya menciptakan masyarakat yang bermoral, pembinaan dan

pengembangan tersebut dirumuskan kedalam tiga tahap yakni; pertama,

tahap perintisan dan pembentukan (takwin), kedua, tahap pembinaan dan

penataan (tanzhim), ketiga, tahap pelepasan dan kemandirian yang dibina

(tawdi’).24

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu aktivitas yang dilakukan sebagai upaya meningkatkan kemampuan atau mengembangkan potensi seseorang atau kelompok masyarakat untuk merubah kehidupan sosial ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Setelah mengetahui beberapa definisi mengenai pembinaan, penulis mencoba menjelaskan beberapa pengertian mengenai agama dari sudut pandang bahasa dan istilah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

22

Aat Syafaat, dkk, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 154.

23

Dzakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,1976), Cet ke-15, h. 36.

24

Istilah- istilah ini diperkenalkan oleh Amrullah Ahmad dalam bukunya Dakwah Islam Sebagai Ilmu, dikutip oleh Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an, h. 188.

30

agama berarti kepercayaan kepada tuhan dengan ajaran kebaktian dan

kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.25

Menurut Harun Nasution kata agama dikenal juga dengan kata din

(dalam bahasa arab), dan religi (dalam bahasa Eropa). Ada yang

berpendapat bahwa agama terdiri dari dua kata, a berarti tidak dang am

berarti pergi, jadi agama berarti tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun-temurun. Pendapat lain mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa agama berarti tuntunan. Karena memang agama mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup

bagi pemeluknya.26

Masih dalam buku yang sama, menurut Sultan Takdir Alisjahbana agama adalah suatu sistem kelakuan dan penghubung manusia yang berpokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuatan dan kegaiban yang tiada terhingga luas, dalam, dan mesranya disekitarnya, sehingga member arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya.

Parsudi Suparlan mengkhususkan pengertian agama adalah suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasikan dan member respons terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci.

25

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 9.

26

Amsal Bakhtiar, Fisafat Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), Cet ke-1, h. 10.

Agama adalah risalah yang disampaikan Allah SWT kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dengan ketentuan hukum-hukum yang sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah SWT, kepada masyarakat dan alam sekitarnya.

Sedangkan pengertian Islam secara etimologi adalah kata benda

yang berasal dari kata kerja salima. Akar dari huruf م-ل-سsin, lam, mim.

Arti yang dikandung perkataan Islam itu adalah penyerahan diri,

kepatuhan, kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan.27 Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Islam berarti “agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.”28

Islam adalah agama tauhid. Artinya, keyakinan akan keesaan Allah

SWT. Tauhid merupakan prima causa (asal yang pertama, asal dari

Dokumen terkait