4. Sistem Pengendalian Aset 25
4.3 Temuan – Aset Tetap yang Dilaporkan dalam Neraca LKPP Tahun 2009 Belum
Belum Mencerminkan Seluruh Hasil Inventarisasi dan Penilaian, Serta Metodologi dan Proses Penilaiannya Masih Mengandung Kelemahan
Aset Tetap yang disajikan dalam Neraca Pemerintah Pusat Tahun 2009 dan Tahun 2008 adalah sebesar Rp979.004.124,30 juta dan Rp673.341.421,63 juta, yang merupakan hasil kompilasi aset tetap yang dikelola oleh seluruh KL.
Berdasarkan Hasil Pemeriksaan atas LKPP Tahun 2008, BPK telah mengungkapkan permasalahan terkait aset tetap antara lain berupa IP yang belum selesai dilaksanakan dan hasil IP senilai Rp Rp11.505.497,0 juta belum dibukukan dan disajikan pada Neraca. Atas permasalahan tersebut, BPK memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan cq. DJKN agar mempercepat proses IP atas BMN dengan memperkuat sumber daya yang diperlukan, serta segera menyampaikan hasil IP tersebut kepada KL untuk segera ditindaklanjuti dan melakukan pembinaan dan memberikan sanksi atas
BPK LHP SPI – LKPP Tahun 2009 Halaman 31 dari 40
ketidaktaatan KL dalam menindaklanjuti hasil penertiban BMN.
Berdasarkan hasil IP BMN per KL yang telah selesai pada tanggal 31 Maret 2010 dan dilaporkan pada tanggal 20 April 2010, jumlah satker yang tersebar di 74 KL yang menjadi target pelaksanaan IP adalah sebanyak 22.914 satker. Atas target tersebut, Pemerintah telah menyelesaikan IP sebanyak 22.473 satker atau sekitar 98% dari jumlah satker target IP. Atas IP tersebut, terjadi penambahan nilai koreksi sebesar Rp388.508.517,66 juta. Dari 74 KL target IP tersebut, pada 71 KL telah selesai dilakukan IP pada seluruh satkernya. Sedangkan pada tiga KL lainnya, kemajuannya belum mencapai 100% yaitu pada Kementerian Keuangan (99,71%), Kementerian Perhubungan (98%) dan Kementerian Pertahanan (73,00%).
Selain IP seperti telah disebutkan di atas, mekanisme penertiban BMN juga terdiri atas kegiatan pengolahan data dan penyusunan laporan, tindak lanjut hasil penertiban BMN, serta monitoring dan evaluasi penertiban BMN. Untuk penilaian BMN, DJKN menggunakan dasar berupa data harga pasar untuk tanah dan barang tak bergerak, serta kalkulasi biaya untuk bangunan dan barang bergerak lainnya. Hasil inventarisasi dan penilaian BMN akan dijadikan dasar koreksi atas laporan keuangan.
Hasil reviu atas pelaksanaan IP tersebut masih menunjukkan adanya kelemahan dalam metodologi dan proses IP sebagai berikut :
a. Terdapat hasil IP sebesar Rp55.389.704,95 juta dari dua KL, yaitu Kementerian Sosial dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU), tidak terekonsiliasi dengan KL. Sehingga KL tidak mengakui hasil IP tersebut.
b. Penambahan nilai hasil IP yang sudah disepakati antara DJKN dan KL sebesar Rp333.118.812,71 juta belum seluruhnya dibukukan. Adapun yang baru dibukukan adalah sebesar Rp321.613.315,69 juta atau masih terdapat koreksi hasil IP sebesar Rp11.505.497,02 juta yang belum dilaporkan dalam Neraca (rincian pada Lampiran 17).
c. Masih terdapat aset tetap sebesar Rp6.628.083,83 juta yang belum dilakukan IP, diantaranya aset milik Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar Rp507.739,53 juta yang merupakan aset tetap eks Departemen Pertanian dan aset milik Kementerian PU sebesar Rp6.120.344,30 juta.
d. Terdapat Aset Tetap hasil IP senilai Rp689.108,06 juta yang nilai wajarnya masih sama dengan harga perolehan
Hal ini terjadi pada Kanwil VII DJKN Jakarta berupa Tanah seluas 1.195.411 m2 senilai Rp104.603,36 juta, Bangunan dan Gedung sebanyak 614 bangunan senilai Rp109.147,74 juta, Kendaraan roda 2 dan roda 4 sebanyak 475 unit senilai Rp343.112,74 juta, Peralatan dan Mesin sebanyak 1.037 unit senilai Rp18.023,27 juta dan Jalan Jaringan dan Irigasi sebanyak 257.422 unit senilai Rp27.853,05 juta. Hal yang sama juga ditemukan pada Kementerian Pekerjaan Umum yaitu: 1) Tanah untuk Jalan Nasional dan Jalan Nasional Arteri senilai Rp56.109,55 juta; 2) Peralatan dan Mesin pada SNVT Preservasi Jalan dan Jembatan Sulawesi Selatan senilai Rp18,18 juta dan Jalan Irigasi dan Jembatan senilai Rp30.240,17 juta; dan 3) Tanah Bangunan Rumah dan Tanah Bangunan di tiga lokasi pada satker BBWS Pemali Juana.
BPK LHP SPI – LKPP Tahun 2009 Halaman 32 dari 40
lainnya sebagai berikut:
1) Terdapat aset di Neraca yang belum dinilai ulang karena tidak ditemukan bukti kepemilikannya yaitu Tanah senilai Rp61.882,34 juta dengan luas 367.123.784 m2 (rincian pada Lampiran 18).
2) Terdapat Aset yang belum dilaporkan dalam Neraca per 31 Desember 2009 maupun dalam Laporan BMN (LBMN) Tahun 2009 dan atas Aset tersebut belum dinilai ulang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), antara lain pada: (1) Balai Diklat II Bandung terdiri atas satu unit mobil dan lima unit alat fitness; (2) Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V (BBPJN V) di Surabaya yang terdiri dari 26 unit Rumah Negara Golongan II; (3) Setditjen Cipta Karya yang terdiri dari tanah seluas 1.175 m2 dan bangunan seluas 660 m2; (4) PKPAM Sumatera Barat terdiri dari tanah seluas 10.925 m2; (5) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan–Jeneberang senilai Rp205.796,35 juta; dan (6) Pusat Penelitian Pengembangan Jalan dan Jembatan Jawa Barat yang terdiri dari 107 Rumah Negara Golongan III.
3) Pelaksanaan inventarisasi Aset Tetap pada sembilan satker yang memiliki Aset Tetap senilai Rp32.536.784,83 juta dilakukan secara uji petik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan nilai Aset Tetap dalam LBMN (Lampiran 19). Selain itu, ditemukan juga Aset Tetap dalam Berita Acara Inventarisasi BMN dilaporkan ada, namun dalam pemeriksaan keberadaannya tidak dapat ditelusuri (Lampiran 20). Kondisi tersebut tidak sesuai dengan PP No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dalam PSAP No.7 tentang Aset Tetap Paragraf 28 yang mengatur bahwa untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.
Permasalahan pelaksanan IP di atas mengakibatkan nilai aset tetap yang dilaporkan dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2009 belum dapat diyakini kebenarannya.
Hal tersebut disebabkan:
a. Petugas SIMAK-BMN pada satker di lingkungan KL yang telah menyelesaikan proses revaluasi belum sepenuhnya melaksanakan tugasnya untuk menginput hasil revaluasi BMN yang diterima dari DJKN/KPKNL;
b. Kesalahan aplikasi bantu perhitungan (Aplikasi Modul Aplikasi Inventarisasi Aset/MAIA) dalam melakukan perhitungan;
c. Beban kerja, waktu, dan sarana pendukung di DJKN tidak memadai untuk melakukan IP BMN secara tepat waktu; dan
d. Belum ada peraturan yang jelas mengenai cara penilaian beberapa jenis Aset Tetap misalnya waduk skala besar serta beberapa peralatan dan mesin.
Tanggapan − Atas permasalahan tersebut, Pemerintah memberikan tanggapan
sebagai berikut:
BPK LHP SPI – LKPP Tahun 2009 Halaman 33 dari 40
sebagaimana yang diatur dalam Standar Penilaian Indonesia. Namun karena besarnya jumlah, luasnya sebaran, beragamnya jenis BMN yang menjadi obyek penilaian, serta minimnya data pendukung pada beberapa obyek, mengakibatkan penilaian belum bisa dilakukan secara optimal. Dalam rangka quality assurance, Pemerintah telah mengambil berbagai tindakan, di antaranya koordinasi dengan instansi-instansi terkait penyediaan data/dokumen pendukung penilaian, serta evaluasi, monitoring, dan pembinaan.
b. Pemerintah akan melakukan klarifikasi dan penelitian bila masih terdapat BMN yang dipandang metodologi dan proses penilaiannya masih mengandung kelemahan, serta melakukan penyesuaian bila diperlukan, sehingga nilai wajar BMN tersebut dapat disajikan.
Rekomendasi – BPK merekomendasikan Pemerintah untuk: 1) merekonsiliasi data
hasil IP dan membukukan seluruh hasil IP tersebut dalam Neraca; dan 2) menyempurnakan hasil IP agar sepenuhnya menggambarkan nilai wajar Aset Tetap.