• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2. Temuan dan Pembahasan

4.2.1. Peningkatan Sikap Belajarmelalui StrategiJoyful Learning

Sikap menurut Second &Backman (Azwar, 2009)merupakan keteraturan tertentu dalam hal pengetahuan (kognisi), pemahaman(afeksi), dan perilaku (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh seseorang terhadap suatu obyek. Sedangkan komponen afektif merupakan aspek emosional yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Joyful Learning terbukti memberikan pengaruh positip terhadap sikap belajar siswa dalam pembelajaran IPA.

Peningkatan sikap belajar aspek kognitif pada kelas eksperimen (N-Gain 0,199) berbanding terbalik penurunan pada kelas kontrol (-0,030). Berdasarkan hasil observasi selama pembelajaran, siswa kelas eksperimen memiliki kecenderungan pendapat bahwa dengan Joyful Learning membuat mereka lebih mengerti manfaat mempelajari materi IPA. Media dan metode pembelajaran IPA sudah sesuai dengan materi yang diberikan. Kemampuan guru dalam mengajarkan IPA dianggap lebih baik. Sedangkan pada siswa kelas kontrol tidak terjadi perubahan sikap pada aspek kognitif karena mereka menganggap pembelajaran yang dilakukan tidak berbeda dengan yang biasa mereka terima.

Peningkatan sikap belajar pada aspek afektif menunjukkan kecenderungan yang sama dengan aspek kognitif. Siswa kelas eksperimen berpendapat dengan Joyful Learning, materi IPA yang diberikan lebih menarik. Metode dan media pembelajaran yang digunakan dirasakan lebih menarik dan menyenangkan. Interaksi antara guru dan siswa dirasakan lebih menyenangkan karena dalam proses pembelajaran siswa merasakan suasana belajar yang menarik.

Siswa kelas kontrol memiliki kecenderungan pendapat bahwa kegiatan pembelajaran tidak membuat mereka tertarik dengan IPA karena materi yang diajarkan tidak menarik. Metode pembelajaran yang digunakan tidak membuat mereka tertarik karena hanya berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusi. Tidak ada perubahan sikap guru dalam pembelajaran yang membuat mereka tertarik dengan materi IPA yang diajarkan.

Joyful Learning memberikan peningkatan sikap belajar pada aspek konatif. Siswa di kelas eksperimen memiliki sikap positip terhadap pembelajaran IPA. Materi IPA yang diajarkan membuat mereka ingin selalu belajar IPA. Metode dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru membuat mereka ingin selalu mempelajari IPA karena rasa ingin tahu dan minat mereka tersalurkan. Sebagian besar siswa berpendapat pelajaran IPA perlu ditambah waktunya. Mereka berpendapat bahwa proses pembelajaran menggunakan Joyful Learning membuat mereka selalu ingin belajar. Siswa berpendapat bahwa guru yang membuat mereka selalu ingin belajar IPA.

Pada siswa kelas kontrol terjadi penurunan sikap belajar pada aspek konatif. Materi IPA yang diberikan tidak membuat mereka termotivasi untuk lebih giat belajar IPA. Mereka berpendapat media yang digunakan serta metode pembelajaran membosankan karena hanya demonstrasi, ceramah dan diskusi. Bahkan beberapa siswa berpendapat bahwa bila diijinkan

Subuh Anggoro, 2014

PENINGKATAN SIKAP BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SERTA KORELASINYA MELALUI

STRATEGIJOYFUL LEARNINGDALAM PEMBELAJARAN IPA (STUDI KUASI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS 4 SD DI KOTA BANDUNG)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mereka tidak ingin mengikuti pelajaran IPA. Guru yang mengajar IPA membuat tidak mampu membuat mereka ingin belajar IPA.

Pada kelas eksperimen, guru mengaplikasikan kegiatan pembelajaran menggunakan prinsip-prinsip prinsip-prinsip learning by playing, learning by doing, learning by enjoying and learning by problem solving. Siswa melakukan sinergi kegiatan membuat alat dan bermain peran seperti membuat stetoskop dan memeriksa denyut jantung. Pada waktu yang lain siswa membuat alat musik dari botol yang diisi air dalam jumlah tertentu dan membuat nada lagu yang mereka pilih sendiri. Peran guru dalam kegiatan tersebut adalah sebagai fasilitator dan penilai. Siswa terlihat antusias dalam mengaplikasikan kegiatan-kegiatan tersebut, terlihat dari kemauan mereka membawa peralatan sendiri dari rumah dan keinginan kuat untuk bisa membuat alat peraga dan mengaplikasikannya.

Hal yang paling mendasar dari penemuan teori perkembangan kognitif Piaget adalah belajar pada siswa tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya.Piaget(Blake & Pope, 2008 dan Simatwa, 2010) percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Hal ini tidaklah meniadakan faktor guru dalam proses pembelajaran. Pengajaran oleh guru yang mengajak siswa untuk bereksplorasi, mengaplikasikan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.

Pada awal pembelajaran, guru memberikan pengantar materi dengan cara bermain, baik menggunakan alat bantu permainan seperti puzzle dan buku komik IPA maupun tanpa menggunakan alat bantu. Disamping itu selama proses pembelajaran, guru mengaplikasikan interaksi yang intens pada siswa melalui kegiatan diskusi interaktif.

Pada setiap pembelajaran, guru menyediakan waktu untuk mengaplikasikan kegiatan di luar ruangan. Kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan materi yang disampaikan. Hal ini ternyata memberikan suasana yang berbeda dibanding bila dilakukan di dalam kelas. Siswa dapat mengaplikasikan kegiatan dengan berkelompok dengan ruang yang lebih luas. Siswa terlihat lebih semangat dalam mengaplikasikan kegiatan pembelajaran karena kegiatan pembelajaran dapat dilakukan sambil bermain.

Menurut Vygotsky (dalam Tarman dan Tarman, 2011) melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental intelektual dan spritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak merupakan jembatan bagi berkembangnya fisik dan psikisnya (Brotherson, 2009).

Pembelajaran merupakan proses perkembangan pengetahuan yang bersifat holistik dan berkesinambungan melalui interaksi sosial, berdasarkan pengalaman dan siswa beradaptasi dengan kehidupan mereka. Melalui bermain, interaksi sosial dengan rekan sebaya, guru serta orangtua dapat dibangun dengan baik. Interaksi dengan orang dewasa (dalam hal ini guru di sekolah dan orangtua di rumah) amat penting agar proses perkembangan kognitif lebih cepat dicapai. Hal ini sesuai dengan pandangan Vygotsky tentang konsep Zone Proximal Development

(Saleh, 2011).

Pada akhir pembelajaran, guru mengajak siswa mengaplikasikan kegiatan evaluasi lewat kegiatan berkompetisi. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi melalui poster yang mereka buat bersama, kemudian kelompok yang lain memberikan penilaian. Hal ini membuat setiap kelompok berusaha menampilkan yang terbaik.

Implikasi dari teori kognitif Vygostky (dalam Tarman & Tarman, 2011), pada pembelajaran yaitu :

1. Dikehendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif sehingga siswa dapat berinteraksidi sekitar tugas-tugas dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah afektif dalam zona of proximal development.

2. Dalam pengajaran ditekankan scaffoldingsehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.

Joyful Learning merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan rasa senang, bahagia, dan nyaman dari pihak-pihak yang sedang berada dalam proses belajar mengajar. Di sini terdapat keterikatan cinta dan kasih sayang antara guru dan peserta didik maupun antar peserta didik. Keterikatan hati di dalam proses belajar mengajar akan membuat masing-masing pihak berusaha memberikan yang terbaik untuk menyenangkan pihak lain. Guru dengan semangat menggebu-gebu akan berusaha optimal memimpin kelas dengan cara yang paling menarik, sedangkan

Subuh Anggoro, 2014

PENINGKATAN SIKAP BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SERTA KORELASINYA MELALUI

STRATEGIJOYFUL LEARNINGDALAM PEMBELAJARAN IPA (STUDI KUASI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS 4 SD DI KOTA BANDUNG)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peserta dengan antusias dan berlomba-lomba ikut aktif ambil bagian dalam setiap kegiatan. Dengan demikian,Joyful Learning menjadi sarana yang membuat guru maupun peserta didik menjadi betah menjalani sesi demi sesi pelajaran sehingga hasilnya akan maksimal (Adodo & Gbore, 2011; Saleh, 2011; Jadal, 2012a;Majzub, dkk (2012); dan Chopra & Chabra, 2013).

Joyful Learning yang dilakukan di kelas eksperimen bersesuaian dengan ciri-ciri yang dikemukakan oleh Corbeil (1999), Meier (2000) dan Wolk (2011). Adanya lingkungan yang rileks, menyenangkan, tidak membuat tegang (stress), aman, menarik, dan tidak membuat siswa ragu mengaplikasikan sesuatu meskipun keliru untuk mencapai keberhasilan tinggi. Ketersediaan materi pelajaran dan metode yang relevan, terlibatnya semua indera dan aktivitas otak kiri dan kanan, situasi belajar yang menantang (challenging) bagi siswa untuk mengeksplorasi materi yang sedang dipelajari, serta situasi belajar emosional yang positif ketika para siswa belajar bersama, membuat suasana belajar lebih menyenangkan.

Indikator Joy of Learning yang diutarakan oleh Wolk (2011) telah dilakukan pada kelas eksperimen. Beberapa indikator tersebut antara lain

a) find the pleasure in learning (mendapatkan kepuasan dalam belajar) b) let student create things (mengajak siswa berkreasi)

c) show off student work (memajang hasil kreasi siswa)

d) take time to thinker (menyediakan waktu yang cukup untuk berpikir)

e) make school spaces inviting (membuat lingkungan sekolah sebagai sumber belajar) f) get outside (mengembangkan aktivitas pembelajaran di luar kelas)

g) read good books (menyediakan buku-buku berkualitas sesuai dengan perkembangan kognitif siswa)

Atmosfir “penemuan yang menyenangkan” tersebut membuat siswa mempertahankan

antusiasme menjalani proses pembelajaran dengan penuh suka cita (Kohn, 2004).

Joyful Learning yang dilakukan di kelas eksperimen selaras dengan yang dikemukakan oleh Meier (2000). Siswa merasakan suasana pembelajaran yang membangkitkan minat belajar, rileks, dan menarik sehingga membuat siswa semangat dan berkonsentrasi tinggi selama pembelajaran. Adanya keterlibatan penuh dalam pembelajaran ditunjukkan dengan kemauan untuk menyediakan sendiri peralatan dan pembagian tugas dalam kelompok secara mandiri dengan gembira.

Berdasarkan observasi di kelas eksperimen maupun kelas kontrol menunjukkan bahwa siswa mendapatkan pengalaman kognitif yang positip terhadap pembelajaran melalui materi

pelajaran yang bermanfaat, metode dan media pembelajaran yang tepat, serta guru yang baik. Apabila hal tersebut didukung pengalaman afektif melalui materi pelajaran yang menarik, metode dan media pembelajaran yang menarik dan menyenangkan serta antusias dan menyenangkan, membuat siswa memiliki keinginan atau kecenderungan positip untuk mempelajari IPA (pengalaman konatif).

Sebagai hasil evaluasi, sikap yang disimpulkan dari berbagai pengamatan terhadap objek diekspresikan dalam bentuk respon kognitif, afektif (emosi), maupun perilaku (Triandis dalam Azwar, 2009). Siswa yang memiliki opini bahwa pembelajaran IPA bermanfaat bagi dirinya, menarik dan menyenangkan dalam proses pembelajarannya, memiliki kecenderungan untuk lebih giat belajar IPA. Sebaliknya, apabila pembelajaran IPA dianggap sebagai beban, ditunjang oleh proses pembelajaran yang membosankan, menyebabkan siswa malas untuk belajar IPA.

4.2.2. Peningkatan Penguasaan Konsep melalui Strategi Joyful Learning

Penguasaan konsep atau mastery concepts menurut Dahar (2003) adalah kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah baik teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan definisi penguasaan konsep menurut Bloom (dalam Krathwohl dan Anderson, 2001) yaitu kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya.

Materi IPA yang diajarkan saat penelitian adalah tentang Sumberdaya Alam dan Bunyi. Melalui materi SDA siswa diharapkan dapat menguasai peta konsep tentang sumberdaya alam, pelestarian lingkungan, dampak pengambilan bahan alam tanpa pelestarian, serta menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana. Sedangkan pada materi bunyi siswa diharapkan menguasai konsep hubungan sifat bunyi dan benda serta percobaan sifat-sifat bunyi. Penguasaan konsep diukur dari kemampuan siswa menjawab butir soal tes dengan tingkat penguasaan kognitif mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3) dan menganalisis (C4).

Joyful Learning memberikan peningkatan skor yang lebih tinggi pada kelas eksperimen (0,40±0,222) dibandingkelas kontrol (0,18±0,16). Materi SDA dan Bunyi yang diajarkan dengan

Subuh Anggoro, 2014

PENINGKATAN SIKAP BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SERTA KORELASINYA MELALUI

STRATEGIJOYFUL LEARNINGDALAM PEMBELAJARAN IPA (STUDI KUASI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS 4 SD DI KOTA BANDUNG)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengingat materi yang diajarkan. Hanya sebagian kecil siswa (13,64%) di kelas kontrol yang kemampuan kognitifnya meningkat pada tingkatan mengingat.

Peningkatan penguasaan konsep siswa pada tingkatan kognitif memahami pada kelas eksperimen (0,23±0,13) relatif lebih tinggi dibanding kelas kontrol (0,15±0,11). Siswa di kelas eksperimen memahami materi SDA dan Bunyi lebih baik dibanding kelas kontrol dibuktikan dari 36,4% siswa kelas eksperimen mengalami peningkatan pemahaman mengalami peningkatan pada kategori sedang dibanding 11,4% siswa kelas kontrol. Melalui kegiatan pembelajaran yang bersifat tematik (hubungan antara dokter dan stetoskop, musisi dan alat musik, serta erosi dan akibatnya) siswa kelas eksperimen mengalami peningkatan pemahaman yang lebih dibanding hanya memfokuskan pada materi SDA dan Bunyi seperti di kelas kontrol.

Peningkatan penguasaan konsep pada tingkatan kognitif mengaplikasikan siswa kelas eksperimen (0,55±0,32) lebih tinggi dibanding kelas kontrol (0,23±0,18). Kegiatan pembelajaran yang menggunakan eksperimen dan bermain peran membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dibanding menggunakan demonstrasi dan diskusi pada kelas kontrol.

Peningkatan penguasaan konsep pada tingkat kognitif menganalisis siswa kelas eksperimen (0,20±0,16) lebih rendah dibanding kelas kontrol (0,29±0,18). Joyful Learning pada kelas eksperimen belum dapat meningkatkan kemampuan analisis yang lebih baik dibanding kelas kontrol. Faktor yang menjadi penyebabnya adalah siswa terbiasa dengan menghafal konsep yang disampaikan guru. Siswa mengalami kesulitan ketika harus melakukan analisis dan mengkomunikasikannya. Pembelajaran menggunakan Joyful Learning membutuhkan waktu yang lebih panjang karena lebih banyak aktivitas yang dilakukan dibanding pembelajaran konvensional. Waktu pembelajaran yang hanya 3 x 35 menit dirasakan terlalu sedikit untuk membuat siswa memiliki kemampuan menganalisis sebuah konsep seperti sifat-sifat bunyi dan proses erosi & akibatnya. Disamping itu penilaian menggunakan tes obyektif seperti menjawab soal pilihan ganda dan uraian singkat dirasakan tidak dapat mengukur aspek analisis secara baik. Ketiga faktor tersebut yang diduga membuat Joyful Learning tidak memberikan peningkatan yang lebih baik pada penelitian ini.

Joyful Learning meberikan peningkatan skor penguasaan konsep Bunyi pada kelas eksperimen. Pada materi Bunyi, siswa kelas eksperimen melakukan eksperimen berupa pembuatan stetoskop sederhana dan alat musik, sedangkan siswa kelas kontrol diberikan

demonstrasi penggunaan stetoskop dan alat musik. Siswa memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengingat dan memahami dengan baik apa yang mereka pelajari apabila hal itu menarik atau mengandung bagian yang membuat mereka harus menemukan sendiri jawabannya. Ketika ketertarikan siswa tinggi, stres dan kegelisahan akan menurun, sehingga siswa lebih dapat menerima kesalahan mereka dan mau mencoba kembali. Dengan demikian karena fokus mereka meningkat, siswa akan lebih mudah memahami materi yang diberikan guru (Willis, 2007).

Ketika pelajaran bersifat membosankan, tidak relevan dengan kehidupan mereka, atau membingungkan akan menimbulkan kondisi stres bagi siswa. Dalam kondisi seperti ini, informasi tidak dapat melewati amigdala untuk menuju tingkat berpikir yang lebih tinggi serta pusat memori otak. Apabila kondisi ini berlangsung lama, maka bisa membawa kepada kerusakan dan kehilangan hubungan sinaps-sinapsdan dendrit-dendrit penting pada hippocampus. Informasi baru tidak bisa mencapai wilayah otak yang menjadi tempat pemrosesannya, yang berhubungan dengan dengan pengetahuan sebelumnya, serta penyimpanan untuk pemanggilan pada waktu berikutnya (Kohn, 2004).

Joyful Learning tidak memberikan perbedaan peningkatan penguasaan konsep Sumberdaya Alam yang nyata. Sebagian siswa kelas kontrol sudah mengetahui materi Sumberdaya Alam melalui informasi di media. Hal ini diketahui padaa saat sesi diskusi, siswa kelas kontrol mampu menjelaskan dampak pengambilan sumberdaya tanpa pelestarian dengan baik. Hal ini berdampak pada peningkatan penguasaan konsep yang tidak berbeda dengan kelas eksperimen.

Tingkatan kognitif menganalisis memberikan hasil peningkatan penguasaan pada kategori rendah (Meltzer, 2007). Kemampuan menganalisis merupakan bagian yang sulit siswa kelas 4. Seperti diketahui bahwa dalam perkembangan kognitif menurut Piaget, siswa kelas 4 masih dalam perkembangan operational concrete. Pada tahap operasional konkrit, pembelajaran tidak semestinya hanya terpaku pada mempelajari konsep melainkan siswa harus terlibat dalam kegiatan yang langsung berinteraksi dengan objek yang dipelajari. Siswa lebih mudah mengingat dan memahami sebuah konsep dengan cara mengaplikasikan. Sedangkan kemampuan menganalisis memerlukan pembiasaan sejak dini dan waktu yang panjang.

Joyful Learning dalam penelitian ini terbukti memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan penguasaan konsep IPA. Peningkatan penguasaan konsep secara signifikan terjadi

Subuh Anggoro, 2014

PENINGKATAN SIKAP BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SERTA KORELASINYA MELALUI

STRATEGIJOYFUL LEARNINGDALAM PEMBELAJARAN IPA (STUDI KUASI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS 4 SD DI KOTA BANDUNG)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pada aspek mengingat, memahami dan mengaplikasikan. Kesimpulan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Astuti dkk (2010), Widyayanti (2011), Adodo & Gbore (2011), Jadal (2012a), Jadal (2012b), serta Mishra dan Yadav (2013).

Peningkatan penguasaan konsep IPA pada tingkatan kognitif mengetahui dan memahami relatif lebih kecil dibandingkan dengan mengaplikasikan. Siswa pernah mendapatkan materi yang sama di kelas sebelumnya, sehingga materi yang diberi merupakan bagian dari mengingat kembali (remember) dalam Revisi Taksonomi Bloom (Anderson dan Krathwohl, 2001).

Siswa memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengingat dan memahami dengan baik apa yang mereka pelajari apabila hal itu menarik atau mengandung bagian yang membuat mereka harus menemukan sendiri jawabannya (Wei, dkk, 2011). Ketika ketertarikan siswa tinggi, stres dan kegelisahan akan menurun, sehingga siswa lebih dapat menerima kesalahan mereka dan mau mencoba kembali. Dengan demikian karena fokus mereka meningkat, siswa akan lebih mudah memahami materi yang diberikan guru (Willis, 2007).

Ketika pelajaran bersifat membosankan, tidak relevan dengan kehidupan mereka, atau membingungkan akan menimbulkan kondisi stres bagi siswa. Dalam kondisi seperti ini, informasi tidak dapat melewati amigdala untuk menuju tingkat berpikir yang lebih tinggi serta pusat memori otak. Apabila kondisi ini berlangsung lama, maka bisa membawa kepada kerusakan dan kehilangan hubungan sinaps-sinaps dan dendrit-dendrit penting pada hippocampus. Informasi baru tidak bisa mencapai wilayah otak yang menjadi tempat pemrosesannya, yang berhungan dengan dengan pengetahuan sebelumnya, serta penyimpanan untuk pemanggilan pada waktu berikutnya (Kohn, 2004).

Hasil uji perbedaan N-Gain tingkatan kognitif menganalisis menunjukkan bahwa Joyful Learning tidak meningkatkan penguasaan konsep dalam pembelajaran IPA. Hal ini sesuai dengan hasil survai TIMMS 2011 yang menyatakan bahwa 90% siswa Indonesia hanya mampu menjawab soal pada tingkatan mengingat. Strategi Joyful Learning belum dapat memberikan peningkatan penguasaan konsep yang lebih baik karena siswa tidak dibiasakan melakukan analisis terhadap materi pelajaran. Siswa mengingat materi melalui proses mendengar penjelasan yang disampaikan guru dan tidak melalui proses penemuan (inquiry).

4.2.3. Hubungan Sikap Belajar dan Penguasaan Konsep

yang memiliki sikap belajar positif terhadap IPA akan merasa senang mempelajari IPA, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Willingham dkk. (2006), Tighezza (2013), Kiamanesh (2013) menyatakan bahwa siswa yang memiliki sikap positif cenderung memiliki hasil belajar yang lebih baik.

Sikap belajar aspek kognitif tidak berkorelasi secara nyata (p>0,05) terhadap tingkat kognitif siswa. Sikap kognitif siswa tentang manfaat mempelajari materi IPA yang diajarkan, metode dan media pembelajaran serta kemampuan guru IPA tidak berkorelasi nyata dengan penguasaan konsep siswa pada tingkat kognitif siswa dalam mengingat, memahami, mengaplikasikan dan menganalisis.

Sikap belajar aspek afektif siswa berkorelasi positif secara nyata terhadap penguasaan konsep pada tingkatan kognitif mengingat, memahami dan melakukan. Siswa yang memiliki kecenderungan sikap positif bahwa materi IPA, metode dan media pembelajaran serta guru yang menarik dan menyenangkan membuat mereka lebih mudah mengingat, memahami dan mengaplikasikan konsep IPA.

Sikap belajar aspek konatif berkorelasi dengan penguasaan konsep. Siswa yang memiliki persepsi positif bahwa materi IPA, media dan metode pembelajaran, serta guru yang membuat mereka ingin selalu belajar IPA

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan sikap belajar berkorelasi positip terhadap peningkatan penguasaan konsep IPA. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nordin dan Ling (2011) bahwa sikap belajar merupakan kunci penting dalam penguasaan konsep IPA. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Willson (1983), Oliver & Simpson (1984), Simpson & Oliver (1990), Nasr & Solthani (2011), Tenaw (2013) serta Ali & Awan (2013) yang menyatakan korelasi positip antara sikap dengan hasil belajar siswa kindergarten hingga mahasiswa.

Penggunaan metode dan media pembelajaran tepat, menarik dan menyenangkan membuat siswa cenderung semakin giat belajar IPA. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kendaryadi (2010), Nababan (2010), Utami (2010), Sumaryanto (2010), Marganingsih (2010) dan Muqoyyanah (2010) yang menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga diketahui dapat meningkatkan sikap siswa dalam mempelajari IPA di SD dan SMP.

Subuh Anggoro, 2014

PENINGKATAN SIKAP BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SERTA KORELASINYA MELALUI

STRATEGIJOYFUL LEARNINGDALAM PEMBELAJARAN IPA (STUDI KUASI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS 4 SD DI KOTA BANDUNG)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Melalui kegiatan hands-on exercises dan role playing, siswa kelas eksperimen mendapatkan peningkatan aspek mengingat, memahami, mengaplikasikan yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.Hal ini sesuai dengan penelitian Wei, dkk (2011) yang menyatakan bahwa strategiJoyful Learning Classroom Learning System (JCLS) dapat membantu siswa dalam membangun konsep tentang sebuah materi pembelajaran, meningkatkan motivasi belajar dan

joyful perception selama proses pembelajaran.

Hasil penelitian Yakoob dkk (2011) menyebutkan bahwa 99% siswa senang belajar IPA melalui hands-on activity. Disamping itu 99,3% siswa menyatakan bahwa mereka ingin belajar IPA lebih banyak di masa depan. Sudarisman (2011) menyatakan bahwa melalui hands-on activities base on daily life membuat siswa merasakan belajar IPA lebih bervariasi, menyenangkan dan meaningful.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategiJoyful Learning melalui kegiatan pembelajaran menggunakan serangkaian kegiatan bermain peran, mengaplikasikan percobaan, diskusi kelompok, yang dilakukan di dalam dan di luar kelas memberikan peningkatan sikap

Dokumen terkait