• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut KepMenTan, No. 420 Tahun 2001 bahwa tenaga kerja peternakan ayam harus memiliki syarat-syarat seperti:

a) Tenaga kerja yang diperkerjakan hendaknya berbadan sehat;

b) Mendapat pelatihan teknis produksi, kesehatan hewan dan lain-lainnya; c) Setiap usaha peternakan ayam buras hendaknya menjalankan ketentuan

peraturan perundang-undangan dibidang ketenaga-kerjaan.

Produktiftas ternak mencerminkan kemampuan ternak per ekor dalam menghasilkan produksi per satuan waktu (Bidang Produksi BPS Provinsi Gorontalo, 2007: 34). Produktifitas beberapa ternak yang diusahakan rumah tangga usaha peternakan di Provinsi Gorontalo disajikan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

Produktifitas Ternak Yang Diusahakan Rumah Tangga Usaha Peternakan di Provinsi Gorontalo Jenis Ternak Rata-rata produksi/ Ekor/Thn (Butir) Rata-rata Jumlah Butir per Kg Persent ase Betina Produkt if Estimasi Populasi (000 Ekor) Estimasi Produksi Telur (Ton) 2007 2008 2007 2008 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Ayam buras 42,32 20,26 21,51 1.099 1.611 494 724 2. Ayam ras petelur 180,00 15,0 65,00 115 110 897 858 3. Itik 190,00 12,80 46,10 98 163 671 1.115

Sumber: Bidang Produksi BPS Provinsi Gorontalo 2.2.0 Pengertian Kesehatan Kerja

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu persyaratan yang ditetapkan dalam hubunga ekonomi antar negara seperti Pasar bebas Asean Free Trade Agreement (AFTA) 2003 yang harus dipenuhi seluruh negara anggota termasuk Indonesia. Untuk dapat mewujudkan dan melindungi masyarakat pekerja Indonesia, pembangunan di bidang kesehatan telah menjabarkan melalui Visi Indonesia Sehat 2010 dan misinya yang menitikberatkan pada pemeliharaan dan peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya (Pusat kesehatan Kerja, 2005:1).

Dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pada pasal 23 disebutkan bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang (dalam Direktorat Bina Kesehatan Kerja, 2007:1).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia telah dikembangkan sejak lama, bahkan Sistem Manajeman Keselamatan dan Kesehatan Kerja ditetapkan pada tahun 1996 namun dalam pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja masih banyak kendala dan masalah yang dihadapi (Direktorat Bina Kesehatan Kerja, 2007: 4).

Berlandaskan berbagai dasar hukum yang berlaku, ruang lingkup pembinaan dan pengaturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja meliputi: (Direktorat Bina Kesehatan Kerja, 2007:4)

a) Kesehatan dan Keselamatan Kerja di sektor kesehatan meliputi: sarana kesehatan, sarana kerja, pekerja beserta cara kerjanya dan penyehatan lingkungan kerja di semua unit kerja.

b) Kesehatan dan Keselamatan Kerja di semua sektor pembangunan, berupa penyehatan lingkungan kerja, sarana kerja dan pekerja beserta cara kerjanya di semua unit kerja/unit produksi.

Program Kesehatan Kerja merupakan suatu upaya pemberian perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi masyarakat pekerja yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja, mencegah timbulnya gangguan kesehatan, melindungi pekerja dari bahaya kesehatan serta menempatkan pekerja dilingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja (Pusat Kesehatan Kerja, 2005: 2). Upaya Kesehatan Kerja merupakan salah satu kegiatan pokok Puskesmas dalam rangka memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja kepada masyarakat pekerja di wilayah kerja Puskesmas (Pusat Kesehatan Kerja, 2005: 2).

Upaya kesehatan kerja mencakup kegiatan pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian di bidang kesehatan kerja. Pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit termasuk pengendalian faktor resiko,

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan termasuk pemulihan kapasitas kerja (Pusat Kesehatan Kerja, 2007: 2).

Dalam kehidupan sehari-hari manusia berhubungan dengan berbagai faktor atau makhluk atau benda yang ada disekelilingnya. Akibat hubungan itu dapat dapat terjadi berbagai macam penyakit atau kelainan. Jadi secara luas penyakit lingkungan dapat didefinisikan sebagai penyakit yang terjadi akibat interaksi manusia dengan lingkungannya (Pringgoutomo, Himawan, Achmad Tjarta, 2002: 291).

Bila terjadi pemajanan terhadap faktor pengganggu/perusak yang spesifik yang terjadi di tempat kerja, maka penyakit/kelainan yang terjadi digolongkan dalam penyakit kerja atau Okupasional (Pringgoutomo, Himawan, Achmad Tjarta, 2002: 292).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan tanggung jawab bersama antara perusahaan dan pekerja (Katman, 2010: 8).

a) Tanggung Jawab Perusahaan

Perusahaan dituntut untuk menyediakan dan memelihara, sejauh yang dapat dilakukan, untuk pekerja suatu lingkungan kerja yang aman tanpa resiko terhadap kesehatannya (Katman, 2010: 8).

Disamping itu perusahaan juga mempunyai kewajiban khusus, misalnya menyediakan tata tertib yang perlu ditaati. Sedangkan kewajiban umumnya antara lain: (Katman, 2010: 8-9)

1) Melakukan pelaksanaan umum terhadap undang-undang keselamatan kerja yang berlaku.

2) Memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik pekerja yang akan diterima di tempat kerja. Pemeriksaan kesehatan tersebut dapat pula dilakukan pada pekerja yang akan dipindahkan ke pekerjaan lain sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang akan diterima pekerja yang bersangkutan.

3) Memeriksa kesehatan pekerja yang dibawah pimpinannya kepada dokter secara berkala.

4) Menjelaskan dan menunjukkan kepada setiap pekerja baru tentang: a) Kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerja,

b) Semua pengamanan dan alat perlindungan yang diharuskan ditempat kerja,

c) Alat perlindungan diri bagi pekerja yang bersangkutan, dan d) Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaan. 5) Melarang setiap pekerja untuk bekerja sebelum yakin bahwa pekerja

yang bersangkutan telah memahami hal-hal yang berkenaan dengan Butir (4) di atas.

6) Melakukan pembinaan terhadap pekerja dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, dan juga dalam pemberian Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K).

7) Memenuhi dan menaati semua syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.

8) Melaporkan setiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja kepada pejabat yang ditunjuk oleh Pemerintah.

9) Menempatkan semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan dalam satu buku Undang-undang keselamatan kerja beserta peraturan pelaksanaannya di tempat kerja atau di tempat-tempat yang mudah terlihat dan terbaca dan menurut petunjuk pekerja pengawas atau ahli keselamatan kerja.

10) Memasang semua poster atau gambar keselamatan kerja yang diwajibkan di tempat kerja dan semua bahan pembinaan lainnya pada tempat-tempat yang mudah terlihat dan terbaca menurut petunjuk pekerja pengawas atau ahli keselamatan kerja.

11) Menyediakan secara cuma-cuma alat perlindungan diri bagi pekerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja beserta petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pekerja pengawas atau ahli keselamatan kerja.

12) Menyediakan dan merawat pabrik dan sistem kerja (seperti langkah kerja rutin dan frekuensi kerja).

13) Pengaturan sistem keamanan kerja dalam hubungannya dengan tanaman dan zat kimia (seperti toksik kimia, debu, dan serat).

14) Penyediaan lingkungan kerja yang aman (seperti pengendalian tingkat bising dan getaran).

15) Penyediaan fasilitas kesejahteraan yang memadai (seperti lokasi membersihkan diri, tempat menyimpan barang, tempat makan/kantin, dan sebagainya).

16) Penyediaan tempat yang memadai untuk informasi bahaya yan sesuai dengan instruksi latihan dan pengamatan para pekerja, yang dapat memberikan rasa keamanan kerja.

b) Tanggung Jawab Pekerja

Saat bekerja seorang pekerja wajib: (Katman, 2010: 10)

1) Memberikan keterangan yang benar jika diminta oleh perusahaan dan atau pegawai keselamatan kerja pemerintah.

2) Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan oleh perusahaan. 3) Memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja

yang diwajibkan.

4) Meminta kepada perusahaan agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.

5) Menyatakan keberatan pada pekerjaan yang syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan oleh pekerja yang bersangkutan, kecuali pada hal-hal khusus yang ditentukan lain oleh perusahaan dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

6) Memiliki sikap peduli pada keselamatan dan kesehatan dirinya dan semua orang yang mungkin dapat terkena dengan bekerja mengikuti aturan di tempat kerja.

7) Bekerjasama dengan perusahaan dengan menghargai tindakan yang diambil oleh perusahaan untuk diikuti dan dilaksanakan dengan beberapa syarat yang ditentukan atau dengan hukum yang berlaku. c) Alat-alat perlindungan Diri

Karena sifat-sifat yang melekat pada bahan, proses, atau sistem, ada bahaya-bahaya tertentu yang tidak dapat ditiadakan. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam meniadakan cedera yang diakibatkan akibat kerja dengan menggunakan alat-alat perlindungan diri.

Alat-alat perlindungan diri haruslah: 1) Cocok bagi pemakai

2) Dibersihkan secara menyeluruh dan teratur 3) Dipelihara dengan baik

4) Diserahkan kepada si pemakai harus setelah diberi latihan penggunaannya terlebih dahulu

Pakaian kerja merupakan alat pelindung yang paling lazim untuk melindungi keseluruhan tubuh dari lingkungan tempat kerja baik itu hembusan angin, temperatur yang lebih tinggi dari temperatur sekitar, dan sebagainya. Pakaian kerja ini umumnya terbuat dari bahan katun karena sifat penghantar panasnya yang buruk dari bahan tekstil sintetik lainnya. Disamping itu, masih ada beberapa alat perlindungan diri lain seperti yang akan dijelaskan berikut (Katman, 2010: 22).

Helm keras berfungsi untuk melindungi kepala dari cedera akibat benda-benda yang jatuh, sedangkan helm empuk berfungsi untuk menghindari benturan kepala pada benda-benda keras dan/atau tajam ditempat-tempat sempit atau rendah. Kebiasaan buruk dan berbahaya untuk alat ini ialah helm ini sering dilepas ditempat-tempat yang panas dan lembab.

2) Sarung Tangan

Sarung tangan terdiri atas beberapa macam. Sarung tangan pelindung berfungsi untuk melindungi tangan dari luka akibat tersayat atau tertusuk oleh tepi-tepi atau ujung-ujung runcing benda keras. Sarung tangan anti-bahan kimia melindungi tangan sewaktu menangani anti-bahan kimia yang dapat mencederai telapak tangan. Sarung tangan insulasi berfungsi untuk melindungi tangan sewaktu menangani benda-benda panas atau bertemperatur sangat rendah.

3) Sepatu Keselamatan

Sepatu ini sama dengan sepatu kulit biasa kecuali pada ujungnya diberi pelat pengeras (yang tidak akan berubah bentuk jika ditimpa oleh benda-benda dengan bobot tertentu, biasanya diuji di atas 2500 kg) dan sol yang anti minyak dan anti gelincir. Sepatu ini berfungsi untuk melindungi ujung jari kaki dari cedera remuk akibat tertimpa benda-benda berat dan juga melindungi pemakainya dari terpeleset ditempat-tempat berminyak. 4) Penutup Mulut/Hidung

Alat terbuat dari bahan tekstil dan berpori ini berfungsi untuk menutup mulut dan hidung ditempat kerja yang partikel debunya cukup banyak.

Alat ini akan menepis udara yang dihirup oleh hidung sehingga partikel debu tidak memasuki saluran pernapasan dan atau paru-paru.

5) Sumbat Telinga

Alat ini serupa dengan sumbat telinga yang digunakan oleh perenang. Alat ini dimasukkan kedalam lubang telinga untuk meredam bunyi yang kuat, misalnya bunyi yang ditimbulkan oleh pemaluan pada pembentukan pelat dengan tangan, atau bunyi diesel pembangkit listrik ukuran megawatt. 6) Tutup Telinga

Alat ini lebih efektif dan lebih nyaman dibandingkan dengan sumbat telinga. Alat ini serupa dengan perangkat-penyuara-kepala (headset) yang menutupi seluruh daun telinga.

7) Alat Pernapasan

Ditempat-tempat yang sangat khusus misalnya diruangan yang mengandung gas yang cukup pekat, diperlukan alat pernapasan khusus sehingga bukan lagi udara dilingkungan tersebut yang dihirup oleh pekerja tetapi udara bertekanan yang dimampatkan dalam botol udara yang diikat dipunggung pekerja yang bersangkutan. Udara tersebut biasanya adalah oksigen.

2.2 Kerangka Berfikir 2.2.1 Kerangka Teori Lingkungan 1. Konsentrasi SO2 2. Konsentrasi NO2 3. Partikel debu 4. mikroorganisme Aktifitas Pekerja 1. Masa kerja 2. Lama paparan Faktor Pekerja 1. Umur 2. JK 3. BB 4. TB Perilaku 1. Kebiasaan penggunaan APD 2. Kebiasaan merokok 3. Kebiasaan olahraga Kapasitas paru Normal Tidak Normal

2.2.2 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Keterangan:

= Variabel Bebas (Variabel Independen)

= Variabel Terikat (Variabel Dependen)

= Variabel yang diteliti

Aktifitas Pekerja 1. Lama paparan 2. Masa kerja Faktor Pekerja 1. Umur 2. JK 3. IMT Perilaku Pekerja 1. Kebiasaan penggunaan APD 2. Kebiasaan merokok 3. Kebiasaan olahraga Kapasitas Paru

2.3 HIPOTESIS

2.3.1 Hipotesis Alternatif (Ha)

a) Tidak ada pengaruh faktor jenis kelamin terhadap kapasitas paru peternak ayam CV. Malu’o Jaya dan peternak ayam Risky Layer.

b) Tidak ada pengaruh faktor umur terhadap kapasitas paru peternak ayam CV. Malu’o Jaya dan peternak ayam Risky Layer.

c) Tidak ada pengaruh faktor kebiasaan merokok terhadap kapasitas paru peternak ayam CV. Malu’o Jaya dan peternak ayam Risky Layer.

d) Tidak ada pengaruh faktor kebiasaan olahraga terhadap kapasitas paru peternak ayam CV. Malu’o Jaya dan pekerja peternakan ayam Risky Layer.

e) Tidak ada pengaruh faktor lama paparan terhadap kapasitas paru peternak ayam CV. Malu’o Jaya dan peternak ayam Risky Layer.

f) Tidak ada pengaruh faktor masa kerja terhadap kapasitas paru peternak ayam CV. Malu’o Jaya dan peternak ayam Risky Layer.

g) Tidak ada pengaruh faktor IMT terhadap kapasitas paru peternak ayam CV. Malu’o Jaya dan peternak ayam Risky Layer.

Dokumen terkait