• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.2 Teori Belajar

2.1.2.4 Teori Belajar Bruner

digunakan dalam pembuktian. Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi, atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pembuktian dua segitiga yang sama dan sebangun (kongruen).

e. Tingkat 4 : Rigor (tahap akurasi)

Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa anak, meskipun sudah duduk dibangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berfikir ini.

Berdasarkan teori Van Hielle, model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan pemanfaatan Compact Disc (CD) pembelajaran dan alat peraga cocok dalam kegiatan pembelajaran, karena sudah menggunakan tahap pengenalan dan tahap analisis dengan media alat peraga. Dalam tahap pengenalan peserta didik dikenalkan dengan alat peraga yang berbentuk bangun persegi dan belah ketupat pada materi segiempat. Dalam tahap analisis, peserta didik diajak untuk mengamati alat peraga yang berbentuk bangun persegi dan belah ketupat pada materi segiempat, dan mulai menyebutkan sifat-sifat bangun tersebut berdasarkan hasil pengamatan mereka.

2.1.2.4Teori Belajar Bruner

Menurut Bruner, penyajian dalam pembelajaran (mode of representation) dilakukan melalui tiga tahapan (rakhmawati, 2010:13), yakni:

1. Tahap enaktif

Dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi objek-objek secara langsung.

23

Tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung objek-objek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep. 3. Tahap simbolik

Tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari penggunaan penyajian ikonik ke penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses untuk mencapai pemahaman.

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam empat macam menurut fungsinya antara lain:

a. Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicaorus” (sebagai pengganti pengalaman yang langsung) yaitu menyajikan bahan yang tidak dapat mereka peroleh secara langsung di sekolah. Hal ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dan sebagainya;

b. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala misalnya model molekul, model bangun ruang;

c. Alat dramatisasi, yakni mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam, untuk memberikan pengertian tentang suatu idea atau gejala;

24

d. Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprograma yang menyajikan suatu masalah dalam urutan teratur dan memberikan balikan atau feedback tentang respon siswa.

Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney pada tahun 1963 (Aisyah, 2007: 9), kedua pakar tersebut mengemukakan empat teorema/dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai ”teorema atau dalil”. Keempat dalil tersebut adalah :

1. Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem)

Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam Matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Siswa yang lebih dewasa mungkin bisa memahami sesuatu konsep atau sesuatu prinsip dalam matematika hanya dengan menganalisis sebuah representasi yang disajikan oleh guru mereka; akan tetapi, untuk kebanyakan siswa, khususnya untuk siswa yang lebih muda, proses belajar akan lebih baik atau melekat jika para siswa mengkonstruksi sendiri representasi dari apa yang dipelajari tersebut. Alasannya, jika para siswa bisa mengkontuksi sendiri representasi tersebut mereka akan lebih mudah menemukan sendiri konsep atau prinsip yang terkandung dalam representasi tersebut, sehingga untuk selanjutnya mereka juga mudah untuk mengingat hal-hal tesebut dan dapat mengaplikasikan dalam situasi-situasi yang sesuai.

25 2. Dalil Notasi (Notation Theorem)

Menurut apa yang dikatakan dalam terorema notasi, representasi dari sesuatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.

3. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)

Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep Matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas. Sebagai contoh, pemahaman siswa tentang konsep bilangan prima akan menjadi lebih baik bila bilangan prima dibandingkan dengan bilangan yang bukan prima, menjadi jelas. Demikian pula, pemahaman siswa tentang konsep persegi dalam geometri akan menjadi lebih baik jika konsep persegi dibandingkan dengan konsep-konsep geometri yang lain, misalnya persegi panjang, jajarangenjang, belah ketupat, dan lain-lain. Dengan membandingkan konsep yang satu dengan konsep yang lain, perbedaan dan hubungan (jika ada) antara konsep yang satu dengan konsep yang lain menjadi jelas. Sebagai contoh, dengan membandingkan konsep persegi dengan konsep persegi panjang akan menjadi jelas bahwa persegi merupakan kejadian khusus (a special case) dari persegi panjang, artinya: setiap persegi tentu merupakan persegi panjang, sedangkan suatu persegi panjang belum tentu merupakan persegi.

26

Selain itu di dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa tentang sesuatu konsep matematika juga akan menjadi lebih baik apabila konsep itu dijelaskan dengan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi. Misalnya, dalam pembelajaran konsep persegi panjang, persegi panjang sebaiknya ditampilkan dengan berbagai contoh yang bervariasi. Misalnya ada persegi panjang yang posisinya bervariasi (ada yang dua sisinya behadapan terletak horisontal dan dua sisi yang lain vertikal, ada yang posisinya miring, dan sebagainya), ada persegi panjang yang perbedaan panjang dan lebarnya begitu mencolok, dan ada persegi panjang yang panjang dan lebarnya hampir sama, bahkan ada persegi panjang yang panjang dan lebarnya sama. Dengan digunakannya contoh-contoh yang bervariasi tersebut, sifat-sifat atau ciri-ciri dari persegi panjang akan dapat dipahami dengan baik. Dari berbagai contoh tersebut siswa akan bisa memahami bahwa sesuatu konsep bisa direpre-sentasikan dengan berbagai contoh yang spesifik. Sekalipun contoh-contoh yang spesifik tersebut mengandung perbedaan yang satu dengan yang lain, semua contoh (semua kasus) tersebut memiliki ciri-ciri umum yang sama.

4. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)

Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan yang lain. Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi

Dokumen terkait