• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori dan Kerangka Pikir 1. Teori

Dalam dokumen BAB II KAJIAN PUSTAKA (Halaman 31-47)

Teori yang digunakan sebagai landasan dalam pengkajian yang membahas tentang Pola Hias Batik Banyuwangi adalah pendekatan berdasarkan dari teori estetika A.A.M. Djelantik.

Djelantik memandang estetika berdasarkan paradigma estetika klasik yang memandang estetika menjadi dua kelompok besar,yakni:

a. Keindahan alami seperti gunung, laut, pepohonan, binatang, bunga, dan pemandangan alam lainnya

b. Keindahan yang dibuat oleh manusia, berupa barang-barang untuk keperluan sehari-hari, khususnya kerajinan tangan. Bentuk keindahan yang dibuat oleh manusia akan memunculkan suatu bentuk pencapaian pengalaman estetis.

Pengalaman tersebut dapat serupa rasa puas, rasa senang, rasa aman, nyaman, dan bahagia.

Bentuk pengkajian penulis yang membahas tentang pola hias batik Banyuwangi jika dikaitkan dengan unsur estetika Djelantik adalah salah satu bentuk apresiasi keindahan karya seni yang dibuat oleh manusia yang termasuk dalam tujuh proses apresiasi karya estetis, yang terdiri dari: sensasi berupa rangsangan yang ditangkap oleh mata dan telinga menghasilkan rasa enak dan tidak enak: persepsi berupa kesan terjadinya proses asosiasi, komparasi, diferensial, analogi dan sintesa: impresi berupa kesan yang berkembang menjadi keyakinan yang tertanam di kesadaran manusi: emosi berupa ketergugahan

commit to user

yang dilakukan melalui olah pikir tatkala menyadari adanya objek estetik:

apresiasi berupa perenungan terhadap segala sesuatu yang telah diapresiasi:

penilaian (evaluasi) berupa hasil apresiasi yang disampaikan secara lisan ataupun tertulis (Sachari, 2002:59).

Wujud, bobot, dan penampilan yang menjadi tiga konsep pemikiran pokok dalam teori estetika Djelantik juga merupakan landasan pikir dalam mengkaji pola hias Batik Banyuwangi.

1). Wujud

Wujud disini berkaitan dengan tampak visual atau objek yang dapat ditangkap oleh indra baik penglihatan mupun pendengaran. Pengertian wujud mengacu pada kenyataan yang nampak secara konkret (berarti dapat dipersepsi dengan mata atau telinga) maupun kenyataan yang tidak Nampak secara konkret, yang abstrak, yang hanya bisa dibayangkan, seperti sesuatu yang diceritakan atau dibaca dalam buku (Djelantik, 1999: 17).

Wujud yang ditampilkan dan dapat dinikmati mengandung dua unsur yang mendasar, yakni

a). Bentuk (form ) . Bentuk terdiri dari titik, garis, dan bidang.

(1). Titik

Titik yang digerakkan bisa memberi kesan garis yang beraneka rupa dan berliku-liku. Gerak-gerak ini dapat dilengkapi dengan sinar atau warna (Djelantik, 1999:19). Bila kita menyentuhkan alat gambar atau alat tulis pada tafril atau bidang gambar, akan menghasilkan bekas. Bekas tersebut dinamakan titik, tidak peduli alat yang digunakan, apakah runcing seperti ujung pensil atau ujung benda

seperti sapu ijuk yang dicelup cat sebagai alat penyentuhnya. Titik-titik dalam penciptaan karya seni ditujukan untuk menciptakan efek dari percampuran titik-titik tersebut yang akan menghasilkan warna tertentu. Dalam seni melukis dan menggambar teknik titik-titik disebut Pointilisme (Sanyoto, 2005:69).

(2). Garis

Garis sebagai bentuk mengandung arti lebih daripada titik karena dengan bentuknya sendiri garis menimbulkan kesan tertentu pada pangamat. Garis yang kencang memberikan perasaan yang berbeda dari yang membelok atau melengkung. Yang satu memberikan kesan yang kaku, keras, dan yang lain memberikan kesan yang luwes dan lemah lembut. Kesan yang diciptakan juga tergantung dari ukuran, tebal-tipisnya, dan dari letaknya terhadap garis-garis yang lain, sedang warnanya selaku penunjang, menambahkan kualitas tersendiri (Djelantik, 1999:19).

(Sanyoto, 2005:71) mengemukakan bahwa garis dapat lancar, terputus-putus, dan beruas-ruas. Garis lurus bagi kebanyakan orang mendorong rasa kaku, ketegasan, kebenaran, dan ketelitian, selain itu garis lurus adalah positif, langsung, kuat, keras, tegar, teguh hati, dan tidak kebal kompromi. Berbeda dengan garis lengkung ramping-ringan (slightly curved) yang bersifat fleksibel, harmonis, kalem, feminin, terang, sopan, budiman, tetapi terasa malas, kabur, dan tak bertujuan. Definisi garis dikategorikan ke dalam dua pemahaman.

Pemahaman pertama garis adalah hasil goresan, disebut garis nyata atau kaligrafi, sedangkan pemahaman yang kedua garis merupakan batas limit suatu benda,

commit to user

batas ruang, batas warna, bentuk massa, rangkaian massa, dan lain-lain disebut dengan garis semu atau maya.

Unsur garis mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dan bahasa garis sangat penting dalam penciptaan karya seni atau desain untuk menciptakan karakter yang diinginkan. Berikut ini adalah beberapa karakter dari garis.

(a). Garis Horizontal

Garis horizontal disebut juga dengan garis mendatar yang mengasosiasikan cakrawala laut laut mendatar, pohon tumbang, manusia yang tidur atau mati, dan lain-lain. Garis ini member karakter tenang (calm), damai, pasif, dan kaku yang melambangkan kedamaian, ketenangan, dan kemantaban.

(b). Garis Vertikal

Garis vertikal atau tegak lurus mengasosiasikan benda-benda yang berdiri seperti: batang pohon, manusia berdiri, tugu, dan lain sebagianya. Karakter keseimbangan ( stability), megah, kuat, tetapi statis dan kaku.

(c). Garis Diagonal

Garis diagonal atau garis miring baik ke arah kanan maupun ke arah kiri diasosiasikan dengan manusia yang berlari, kuda meloncat, pohon miring, dan lain sebagainya. Objek dengan garis diagonal mengesankan keadaan yang tidak seimbang dan menimbulkan gerakan akan terjatuh. Unsur garis diagonal memberikan karakter gerakan (movement), gerak lari atau meluncur, dinamik, tidak seimbang, gerak gesit, lincah, kenes, dan menggetarkan.

(d). Garis Zig-Zag

Garis zig-zag merupakan garis lurus patah-patah dengan sudut yang dibuat meruncing dengan gerakan naik turun secara cepat dan spontan, secara visual adalah gabungan dari garis-garis vertikal dan diagonal yang memberi kesan semangat. Garis zig-zag sering diasosiasikan sebagai petir atau kilat, letusan, retak-retak tembok, dan semacamnya sehingga mengesankan bahaya, serta memiliki karakter excited, semangat, bahaya, dan mengerikan

(e). Garis Lengkung

Garis ini meliputi lengkung mengapung, lengkung kubah, dan lengkung busur yang diasosiasikan sebagai gumpalan asap, buih sabun, sabun, dan semacamnya, mengesankan gaya mengapung (buoyancy), ringan, dan dinamik serta melmbankan kemegahan, kekuatan, dan kedinamikan.

(f). Garis Lengkung S

Garis lengkung S atau garis lemah lembut (grace) merupakan garis lengkung majemuk atau lengkung ganda. Garis ini dibuat dengan gerakan melengkung ke atas bersambung melengkung ke bawah atau melengkung ke kanan bersambung ke kiri, yang merupakan gerakan indah sehingga garis ini disebut dengan “line of beauty”. Garis lengkung S memberikan asosiasi gerakan ombak, padi atau rumput yang tertiup angin, pohon yang tertiup angin, gerakan lincah dari seorang anak manusia atau hewan. Karakter garis lengkung S menggambarkan keindahan, kedinamisan, dan keluwesan.

commit to user 3). Bidang

Bidang merupakan sebuah komponen garis yang diteruskan melalui belokan atau paling sedikit dua buah siku sampai kembali lagi pada titik tolaknya. Ukuran bidang terdiri dari panjang dan lebar, yang disebut dua dimensi (Djelantik, 1999:

20).

Bidang yang berukuran dua dimensi tidak selalu mendatar, namun dapat juga melengkung atau tidak merata dan bergelombang. Wujud bidang masing-masing dapat memberi kesan estetik yang berbeda-beda., misalnya kolam renang persegi dengan pinggiran yang kencang memberi kesan berlainan dari kolam yang melengkung. Kolam renang persegi memberi kesan yang kaku dan statis seperti dibuat-buat, sedangkan untuk kolam yang melengkung member kesan alami, luwes, dan dinamis.

(Sanyoto, 2005: 83) bidang adalah suatu bentuk raut pipih atau gepeng, datar sejajar, memiliki dimensi panjang dan lebar serta menutup permukaan. bentuk-bentuk pipih atau gepeng seperti triplek, kertas, karton, dan seng, papan tulis, dan semacamnya. Bidang dapat diartikan sebagai bentuk yang menempati ruang dan bentuk bidang sebagai ruangannya sendiri yang disebut ruangan dwimatra.

Bidang mempunyai ciri khas bentuk yang dibedakan berdasarkan rautnya.

Raut bidang dibagi menjadi dua, yakni : bidang geometri dan bidang non geometri. Bidang geometri merupakan bidang teratur dibuat secara matematis yang meliputi: bidang segi tiga, persegi, segi empat, segi enam, segi depalan, lingkaran, dan lain sebagainya, sedangkan bidang non geometri adalah bidang yang dibuat secara bebas biasanya dapat berbentuk bidang organik, bidang

besudut bebas, bidang gabungan, dan bidang maya. Bidang organik terdiri dari bidang-bidang yang dibatasi garis lengkung-lengkung bebas, bidang bersudut bebas terdiri dari bidang-bidang yang dibatasi dengan garis patah-patah bebas , bidang gabungan terdiri dari bidang lengkung dan bersudut, sedangkan bidang yang bersifat maya merupakan bidang yang seolah-olah meliuk, miring, bersudut, membentuk spiral.

Visualisasi bentuk-bentuk raut bidang.

a). Raut Bidang Geometri

b). Raut Bidang Non Geometri

Raut bidang non geometri terbagi menjadi 4, yakni : raut bidang organik, raut bidang bersudut bebas, raut bidang gabungan, dan raut bidang maya.

(1). Bidang Organik

(2). Bidang Bersudut Bebas

(3). Bidang Gabungan

commit to user (4). Bidang Maya

a. Struktur, atau tatanan (structure)

Struktur atau susunan mengacu pada bagaimana cara unsur-unsur dasar masing-masing karya seni dapat terwujud, contohnya seperti batu kali, batu bata, batu karang, dan batako yang disusun menjasi tembok. Teknik penyusunan material tersebut memiliki cara yang berbeda-beda. Penyusunan meliputi pengaturan yang khas, sehingga terjalin suatu formasi yang berarti diantara bagian dari keselutuhan perwujudan itu.

(Djelantik, 1999: 37) kata struktur mengandung arti bahwa di dalam karya seni itu terdapat pengorganisasin, penataan; ada hubungan tertentu antara bagian-bagian yang tersusun itu. Akan tetapi dengan adanya suatu penyusunan atau hiubungan yang teratur antara bagian-bagian, berjumlah terjamin bahwa apa yang terwujud sebagai keseluruhan itu merupakan sesuatu yang indah, yang seni.

Tiga komponen estetika mendasar yang terdapat dalam struktur setiap karya seni adalah: 1) keutuhan atau kebersatuan (unity), 2) penonjolan atau penekanan (dominance), dan 3) keseimbangan (balance).

1). Keutuhan atau kebersatuan (unity)

Keutuhan dari suatu karya seni , dimaksudkan bahwa secara keseluruhan sifatnya utuh, tidak terdapat cacat yang berarti tidak ada yang kurang dan berlebihan, terdapat hubungan yang bermakna (relevan) antar bagian tanpa

ada bagian yang sama sekali tidak berguna, atau tidak ada hubungannya dengan bagian bidang yang lain. Hubungan yang relevan antar bagian karya seni bukan berarti gabungan yang semata-mata ada begitu saja, namun bagian yang satu memerlukan kehadiran bidang yang lain serta saling mengisi.

Keutuhan terbagi menjadi tiga segi, dimana semuanya mempunyai sisi pemahaman masing-masing :

a). Keutuhan dalam keanekaragaman (unity in diversi)

Keutuhan dalam keanekaragaman mengacu pada komponen dari suatu komposisi dalam karya seni. Apabila komposisi dari suatu karya sama wujudnya, maka keutuhannya Nampak secara jelas, namun jika komposisi bagian yang satu dengan yang lain berbeda maka keutuhan dari keseluruhannya dapat di capai dengan menjamin agar terdapat hubungan yang kuat antara masing-masing bagian, baik mengenai kedudukannya atau fungsinya masing-masing

Tiga macam kondisi atau keadaan yang berpotensi atau bersifat memperkuat keutuhan adalah:

(1). Simetri (symmetry)

Simetri atau kesetakupan merupakan ciri atau kondisi dari suatu kesatuan, dimana kesatuan bila dibagi-bagi dengan suatu tengah garis vertikal (tegak lurus), menjdi dua bagian yang sam besar, bentuk dan wujudnya.

Belahan satu merupakan pencerminan dari belahan yang lain. Unsur-unsur simetri yang banyak kita jumpai di alam adalah : daun-daun. kupu-kupu,

commit to user

tumbuh-tumbuhan, bunga, tubuh binatang, tubuh manusia, dan semua hal yang menunjukkan keadaan simetri ( Djelantik, 1999:39).

(2). Ritme (Irama)

Ritme atau irama adalah kondisi yang menunjukkan kehadiran sesuatu yang terjadi berulang-ulang secara teratur. Keterturan dapat berupa jarak yang sama, seperti dalam seni rupa, atau dalam janga waktu yang sama, s.

seperti: seni karawitan. Alam juga memberikan contoh nyata yang bersifat ritmis, seperti: terbitnya matahari setiap 24 jam, munculnya bulan purnama, pasang surut air laut dan sebagainya. Ritme memiliki sifat memperkuat kesatuan dan keutuhan. Ritme yang konstan atau sama secara terus-menerus akan memberikan kesan jenuh dan dapat mengurangi mutu estetikanya.

Daya tarik dalam ritme sebuah karya seni dapat dicapai dengan menambah variasi dengan melakukan perubahan dan penggantian ritme yang dilakukan secara teratur, serta tidak berlebihan (Djelantik, 1999:40).

(3). Harmoni atau Keselarasan

Harmoni atau keselarasan di sini dimaksudkan bahwa komponen yang disusun menjadi satu kesatuan tidak ada yang saling bertentangan, semua cocok dan terpadu, baik dlam segi bentuk, jarak, ukuran, dan warna-warninya. Harmoni memperkuat keutuhan karena memberi rasa tenang, nyaman, dan tidak mengganggu penangkapan oleh indra. Sejenis dengan ritme dan simetri harmoni juga mempunyai sifat yang memperkuat keutuhan karya seni (Djelantiki, 199: 41).

b). Keutuhan dalam Tujuan (unity of purpose)

Keutuhan dalam tujuan suatu karya seni mengacu pada kawasan bobot, isi, dan makna karya itu. Hal tersebut dibutuhkan agar perhatian dari mereka yang menyaksikan benar-benar dipusatkan pada maksud yang sama dengan karya itu dan tidk terpencar kebeberapa arah yang tidak karuan.

Terkait keutuhan dalam tujuan, di dalam suatu karya seni muncul permasalahan lain mengenai “tujuan “ yang muncul pada apa yang disebut

“kesenian tanpa bobot”. Kesenian ini sering menampilkan keindahan semata, keindahan garis, dan warna belaka untuk dinikmati hanya dalam bentuk susunannya (Djelantik, 1999:43).

c). Keutuhan dalam perpaduan

Keutuhan dalam perpaduan adalah prinsip dalam estetika jika ditinjau dari segi filsafati yang pada dasarnya memandang segala sesuatu secara utuh di dalam keseimbangan antara unsur-unsur yang berlawanan. Dalm estetik perlawanan antara unsur-unsur tersebut disebut kontras.

Kontras dalam suatu karya seni baik: seni lukis, seni patung, seni drama, seni sastra, seni musik, karawitan, seni tari, dan sebagainya akan memberi penjelasan dan membuat karya seni lebih menarik, karena kontras seolah-olah memberikan kejutan, menambah nilai estetis, membuat karya seni lebih kompleks, rumit, berarti menambah complexity dari karya tersebut. Namun, penerapan kontras dalam suatu karya seni harus di jaga agar tidak berlebihan.

Hal terebut karena penciptaaan unsur yang berlebihan dalam karya seni akan

commit to user

membuat kemajemukkan dan mengurangi daya tarik dan mutu estetiknya (Djelantik, 1999:44).

- Penonjolan atau Penekanan

Penonjolan mempunyai maksud mengarahkan perhatian orang yang menikmati karya seni. Penonjolan karya seni dapat di capai dengan menggunakan a-simetri, a- ritmis, dan melalui perubahan warna atau bentuk yang mencolok (kontras). Penggunaan unsur-unsur penonjolan dalam karya seni harus dapat memadukan estetika yang berlawanan atau memainkan adu-kuatnya. Adu kuat di sini adalah yang terarah, disiplin, dan menghasilkan daya tarik atau kekuatana karya seni yang membuat orang terpaku. Kekuatan ini disebut dengan intensitas. Selain identitas, penonjolan dapat dicapai dengan membuat ciri khas pada karya seni itu atau disebut dengan “karakter”

(Djelantik, 1999:45).

- Keseimbangan (balance)

Keseimbangan dalam karya seni paling mudah di capai dengan simetri.

Unsur – unsur simetri dalam krya seni dapat menciptakan ketenangan bagi penikmatnya, hal itu karena adanya keseimbangan di dalamnya.

Keseimbangan simetri yang menciptakan ketenangan disebut symeythic balance. Keseimbangan lain dapat juga dicapai tanpa simetri, keseimbangan tersebut disebut a-symmethic balance.

Pengalaman rasa seimbang yang biasanya memberikan ketenangan, keseimbangan yang simetris memberik kesan berdiam, yang statis, yang tidak kan berubah, sedangkan untuk keseimbangan asimetris memberikan kesan

mau bergerak, yang dinamis, kesan bahwa sesaat akan ada perubahan. Berkat kedinamisan dari keseimbangan yang bersifat asimetris mempunyai daya tarik yang lebih besar dibandingkan dengan keseimbangan simetri. Hal tersebut karena dalam keseimbangan asimetris dirasakan lebih ”hidup” dibandingkan dengan keseimbangan simetri yang sifatnya statis (Djelantik, 1999: 46 - 48).

2). Bobot

Bobot dari karya seni dapat dimaksudkan sebagai bentuk dari isi atau makna yang disajikan oleh sang pengamat, dalam hal ini bobot karya seni dapat ditangkap secara langsung dengan panca indra, misalnya kita melihat lukisan yang menggambarkan orang-orang yang berbelanja di pasar dibandingkan dengan kita melihat lukisan abstrak. Perbandingan yang terjadi pada saat kita menungkan pendapat setelah melihat kedua lukisan tersebut.

Lukisan orang-orang dipasar jelas dapat ditangkap secara visual bobotnya, namun lukisan abstrak kita tidak dapat langsung mengetahui bobotnya tanpa mendapat penjelasan, paling sedikit dengan membaca judul lukisannya.Bobot atau isi berupa suasana, gagasan, dan ibarat atau pesan (Djelantik, 1998:51).

Suasana meliputi hal yang dapat ditonjolkan dari karya seni tersebut, sedangkan gagasan atau ide adalah hasil pemikiran atau konsep, pendapat, atau pandangan tentang sesuatu.

Dalam bobot pasti terdapat apa yang dinamakan persepsi atau penerimaan bobot karya seni. Setiap karya seni memiliki makna dan kekuatan yang berbeda - beda. Bobot karya seni menentukan bagaimana sebuah karya

commit to user

seni berkesan dalam diri masyarakat, memang hal tersebut banyak tergantung dari wujud, tetapi bobot juga tidak kalah pentingnya dalam suatu karya seni.

Kesan penerimaan masyarakat yang berbeda-beda tentunya ada yang buruk dan ada yang baik. Demi mewujudkan komunikasi atau maksud yang positif dalam suatu karya seni dapat memanfaatkan suatu proses atau cara yang sifatnya merobah sikap menolak menjadi menerima. Proses tersebut dinamakan sublimasi. Kata sublime berarti luhur, sehingga sublimasi dapat diartikan “pengluhuran” (membuat luhur sesuatu) menyangkut beberapa macam cara pengolahan materi kesenian tersebut, yang bertujuan untuk menghindari penolakan karya seni oleh masyarakat dan pihak tertantu 1. Selain sublimasi dalam karya seni juga mengandung unsur komunikasi, dimana terdapat penyampaian yang efektif dari maksud dan makna yang ada dalam karya seni, sehingga karya tersebut menjadi lebih mantap. Komunikasi ada yang bersifat instrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik berarti komunikasi yang berperan di dalam karya seni itu sendiri dan ekstrinsik adalah komunikasi yang tidak berasal dari dalam karya seni, namun hanya merupakan unsur penunjang 2.

Sinergi dengan hal di atas maka asumsi pendapat tersebut juga terkait dalam menciptakan pola hias batik Banyuwangi, dalam penciptaannya pasti terdapat suasana, gagasan, dan ibarat atau pesan, sehingga pola hias tersebut tidak semata-mata hanya diciptakan secara kebetulan tetapi terdapat hal yang menyangkut menjadi latar belakangnya.

3). Penampilan

Setelah aspek wujud dan bobot ada unsur penampilan. A.A.M. Djelantik mengemukakan bahwa penampilan merupakan salah satu bagian mendasar yang dimiliki semua benda seni atau peristiwa kesenian, adanya penampilan dimaksudkan sebagai cara penyajian, bagaimana kesenian itu disuguhkan kepada yang menyaksikannya, seperti : penonton, para pengamat, pembaca, pengajar, khalayak ramai pada umumnya. Penampilan menyangkut wujud dari sesuatu, entah wujud itu bersifat konkrit dan abstrak, yang bisa tampil adalah yang bisa terwujud.

1

1 Djelantik, A.A.M. 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia (MSPI) bekerja sama dengan ARTI, hlaman 53.

2ibid, halaman 56.

commit to user 2. Kerangka Pikir

\

Gambar 12 . Skema Kerangka Pikir Ekspansi

Kerajaan Mataram

Budaya Masyarakat dan Letak Geografis

Batik Banyuwangi

Pola Hias Batik Banyuwangi

Wujud Bobot Penampilan

Ciri Khas

Batik sebagai Mata Dagang

Uraian dari kerangka pikir menyangkut penelitian tentang batik Banyuwangi

pertama-tama batik Banyuwangi yang muncul berdasarkan tiga peristiwa pokok, yakni : 1) ekspansi kerajaan Mataram, 2) budaya masyarakat dan letak geografis, 3) batik sebagai mata dagang. mendapatkan pengaruh dari dua wilayah perbatikan yakni : keraton dan pesisir. Peristiwa ekspansi kerajaan Mataram berkaitan dengan peristiwa perluasan wilayah kekuasaan Mataram hingga ke Blambangan (Banyuwangi). Dalam ekspansi tersebut Mataram mendeportasi penduduk Blambangan ke Jawa Tengah dan hal itulah yang membuat mereka mengenal batik.

Terbentuknya pola hias dari batik Banyuwangi sendiri tidak luput dari faktor budaya masyarakat dan letak geografis wilayah. Kegiatan perdagangan juga berperan dalam perkembangan proses pembatikan di Banyuwangi. Jika dijabarkan proses dagang tersebut merupakan salah satu pemicu untuk meningkatkan kreatifitas masyarakat Banyuwangi dalam menciptakan karya seni terutama batik yang dapat diterima dan menarik bagi masyarakat.

Pola hias batik Banyuwangi kemudian dikaji berdasarkan komponen penyusun motif dan bagaimana repeat pola hiasnya, setelah penjabaran tersebut barulah pola hias batik Banyuwangi tadi dikaji berdasarkan teori estetika dari A.A.M Djelantik.

Teori estetika dari Djelantik yang diambil sebagai landasan pendekatan akan menjabarkan pola hias batik Banyuwangi berdasarkan tiga komponen yakni : wujud, bobot, dan penampilan. Wujud terdiri dari bentuk dan struktur, bobot terdiri dari suasana, gagasan, dan pesan, serta penampilan yang terdiri dari bakat, sarana, dan keterampilan yang ada. Dari penjabaran tersebut maka didapatkan ciri khas dari pola hias batik Banyuwangi.

Dalam dokumen BAB II KAJIAN PUSTAKA (Halaman 31-47)

Dokumen terkait