• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3. Kepuasan Kerja

2.3.3. Teori Kepuasan Kerja

Menurut Wexley dan yulk bahwa teori-teori tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu yang disebut sebagai : Discrepancy theory, Equity theory ,Two factor theory. Masing- masing tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Teori perbedaan ( Discrepancy theory )

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan

yang dirasakan. (Locke, 1969) juga menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung pada apa yang menurut perasaanya atau persepsinya telah dicapai atau diperoleh melalui pekerjaannya.Dengan demikian orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah tercapai.

Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya, semakin jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka akan semakin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.

2. Teori keseimbangan ( Equity theiri )

Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia akan merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkang dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun tempat lain. Menurut teori ini equity terdiri dari tiga elemen, yaitu :

a) Input yaitu segala sesuatu yang berharga yang dirasakan oleh karyawan sebagai sumbangan atas pekerjaannya.

b) Out Comes yaitu segala sesuatu yang berharga yang dirasakan oleh karyawan sebagai hasil dari pekerjaannya.

c) Comparison Persons yaitu Kepada atau dengan siapa karyawan membandingkan rasio input-outcomes yang dimilikinya. Comparisons Persons ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau ditempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.

3. Teori dua faktor ( Two factor theory )

Yang dimaksud dengan dua faktor tentang motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg adalah faktor yang membuat orang merasa puas dan faktor yang membuat orang tidak puas. Dalam pandangan lain, dua faktor yang dimaksud dalam teori motivasi Herzberg adalad adanya dua rangkaian kondisi. Kondisi pertama dimana orang merasa sehat dan faktor yang memotivasi dan faktor ekstrinsik dan intrinsic, sesuai dengan bagaimana cara pandang orang membahasnya. Menurut Herzberg, ada serangkaian kondisi yang menyebabkan orang merasa tidak puas. Jika kondisi itu ada dan tidak diperhatikan, maka orang itu tidak akan termotivasi, faktor-faktor itu meliputi :

a) Kondisi kerja b) Status

c) Keamanan kerja d) Mutu dari penyedia e) Upah

f) Prosedur perusahaan g) Hubungan antar personal

Kondisi kedua yang di gambarkan Herzberg adalah serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan kerja yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi kerja yang kuat, sehingga dapat menghasilkan prestasi yang baik.apabila kondisi tersebut tidak ada, maka kondisi tersebut ternyata tidak menimbulkan rasa ketidak puasan yang berlebihan. Serangkaian kondisi itu biasa disebut sebagai satisfiers atau motivator. Agar terdapat sifat kerja yang positif pada para bawahan, maka menurut gagasan Herzberg, para manajer atau pemimpin harus member perhatian yang sungguh-sungguh terhadap faktor-faktor motivator kepada bawahan. Faktor itu adalah sebagai berikut :

a) Keberhasilan pelaksanaan (achievement)

Manajer harus dapat mempelajari dan memahami bawahan dan pekerjaannya, dengan memberikan kesempatan kepadanya agar dapat berusaha mencapai hasil.

b) Tanggung jawab (responsibilities)

Menghindari pengawasan yang ketat merupakan salah satu cara agar tanggung jawab benar-benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, yaitu dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi.

c) Pengakuan (recognition)

Apabila bawahan telah melaksanakn pekerjaaanya dengan berhasil, maka manajer harus memberikan pernyataan pengakuan atau keberhasilan tersebut. Pengakuan terhadap keberhasilan bawahan dapat dilakukan dengan berbagai cara,

yaitu langsung menyatakan keberhasilan ditempat pekerjaanya, memberikan penghargaan, memberikan hadiah, dan memberikan kenaikan pangkat atau promosi.

d) Pengembangan (advancement)

Supaya faktor pengembangan benar-benar berfungsi sebagai motivator maka manajer dapat memulainya dengan melatih bawahannya untuk mengerjakan pekerjan yang lebih bertanggung jawab.

e) Pekerjaan itu sendiri (the work it self)

Manajer harus membuat langkah-langkah yang rill dan menyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan berusaha menghindari kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaannya.

2.3.3.1. Komponen - komponen pendekatan kepuasan kerja

Menurut smither (1998) menyebutkan beberapa pendekatan yang dapat menjelaskan tentang kepuasan kerja yaitu :

a. Need fulfilmend (pemenuhan kebutuhan)

Pendekatan ini berbicara tentang pemenuhan kebutuhan merupakan jawaban dari ketidakpuasan kerja. Kepuasan kerja terngantung pada berapa banyak kebutuhan- kebutuhan individu yang telah terpenuhi pekerjaannya.

b. Expectancies (harapan)

Bahwa kepuasan adalah hasil dari apa yang diharapkan pekerja dari hasil usaha dibandingkan apa yang sesungguhnya mereka dapat.

Sedangkan menurut Yudha kepuasan kerja merupakan kombinasi dari beberapa komponen pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan Psikologi Sosial (the social psychological approach), Berkaitan dengan bagaimana persepsi individu terhadap pekerjaan itu sendiri.

2. Pendekatan Ekonomi neo-klasik (neo -classical economic approach), Berhubungan dengan berapa jumlah kompensasi yang diperoleh melalui pekerjaan tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya (termasuk keluarganya).

3. Pendekatan Sosiologi (sociological approach),Menekankan bagaimana kondisi hubungan interpersonal dalam konteks lingkungan sosial.

2.3.3.2.Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

Ketidakpuasan kerja yang dirasakan karyawan tentu akan memberikan konsekuensi logis bagi organisasi. Sebagai konsekuensi dari perilaku tidakpuas (dampak ketidakpuasan kerja) dapat disebutkan sebagai berikut:

a) Keterlibatan dalam pekerjaan yang rendah b) Ketidakhadiran yang tinggi

d) Munculnya penyakit dan gejala stress e) Prestasi kerja menurun.

Selain itu dampak kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja adalah sebagai berikut:

1. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)

Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.

2. Ketidakhadiran dan Turn Over

Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.

Menurut (Robbins, 1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan

pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.

Sedangkan ada 4 cara yang biasa dilakukan karyawan dalam mengungkapkan ketidakpuasan kerjanya yaitu sebagai berikut :

a. Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.

b. Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.

c. Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.

d. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi da

Dokumen terkait