• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.3. Teori Komunikasi Massa

Terdapat beberapa model teori dalam komunikasi massa yaitu: 1. Model Agenda Setting

Teori ini dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donal Shaw yang menyatakan bahwa media massa mampu membentuk opini publik audiens melalui cara penempatan isu tertentu (Rahmad, 2005). Teori ini berkenaan dengan dampak kognitif.

Teori ini dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita,artikel atau tulisan yang akan disiarkan. Secara selektif oleh gatekeepers seperti penyunting, redaksi, dan bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang tidak pantas diberitakan dan mana yang

harus disembunyikan. Setiap kejadian atau isu diberi bobot tertentu dengan panjang penyajian (durasi dalam TV dan radio, ruang dalam majalah dan koran) dan cara penonjolan (ukuran, judul, tata letak pada surat kabar, frekuensi pemuatan dan posisi dalam surat kabar). Karena publik (pembaca, penonton, dan pendengar) memperoleh kebanyakan informasi melalui media massa, maka agenda setting tentu berkaitan dengan agenda publik. Agenda publik diketahui dengan menanyakan kepada anggota masyarakat apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka bicarakan dengan orang lain, atau apa yang mereka anggap sebagai masalah yang tengah menarik perhatian masyarakat.

Faktor yang berkaitan dengan agenda setting adalah:

a. Individual media worker (gatekeper), adalah orang-orang yang bekerja di balik newsroom.

b. Media routines, adalah berkaitan misalnya, ketersediaan space, nilai berita, standar objektivitas media, dsb.

c. Organizational influences on content, berkaitan dengan aspek komersial yang menjadi tujuan sebuah media

d. Influences on content from outside of media organization,berhubungan dengan konten dari media-media besar yang lain

e. Influence of ideology, berkaitan ideologi yang dianut suatu negara 2. Model Uses dan Gratifications

Pendekatan Uses dan Gratifications memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (gratifications) atas kebutuhan

seseorang. Dalam hal ini sebagian besar perilaku khalayak akan dijelaskan melalui berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan (interest) individu. Meskipun demikian perlu dipahami bahwa ini adalah suatu fenomena mengenai proses penerimaan (pesan dari media), oleh karenanya pendekatan ini tidak mencakup atau mewakili keseluruhan proses komunikasi.

Asumsi dasar teori ini adalah:

i. Khalayak dianggap aktif, artinya sebagian penting dari penggunaan media massa diasumsikan mempunyai tujuan

ii. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak

iii. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media hanyalah bagian dari rentangan kebutuhan manusia yang lebih luas.

iv. Banyak tujuan pemilihan media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak, artinya orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu

v. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti terlebih dahulu orientasi khalayak

3. Model Stimulus Respons

Prinsip teori stimulus-respons pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu

kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audiens. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah: Pesan (stimulus), seorang penerima/ receiver (organisme), dan efek (response). Prinsipnya mengasumsikan bahwa pesan dipersiapkan dan didistribusikan secara sistematik dan dalam skala yang luas. Sehingga secara serempak pesan tersebut dapat tersedia bagi sejumlah besar individu dan bukannya ditujukan pada orang per orang. Penggunaan teknologi untuk reproduksi dan distribusi diharapkan dapat memaksimalkan jumlah penerimaan dan respons oleh audiens.

4. Difusi Inovasi

Salah satu aplikasi komunikasi massa yang terpenting adalah berkaitan dengan proses adopsi inovasi. Hal ini relevan untuk masyarakat yang sedang berkembang maupun masyarakat maju, karena terdapat kebutuhan yang terus menerus dalam perubahan sosial dan teknologi untuk mengganti cara-cara lama dengan teknik-teknik baru. Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena dalam berbagai situasi dimana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan kebijakan publik, harus diterapkan oleh yang ada pada dasarnya berasal di luar jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik.

Teori ini pada prinsipnya adalah komunikasi dua tahap, jadi di dalamnya dikenal pula adanya pemuka pendapat atau yang disebut juga dengan istilah agen perubahan (change agent). Oleh karenanya teori ini sangat menekankan pada sumber-sumber non media (sumber personal, misalnya tetangga, teman, ahli,

dsb), dan biasanya mengenai gagasan-gagasan baru yang dikampanyekan untuk mengubah perilaku melalui penyebaran informasi dan upaya mempengaruhi motivasi dan sikap. Rogers (1983) merumuskan kembali teori ini dengan memberi asumsi bahwa sedikitnya ada 4 tahap dalam suatu proses difusi inovasi yaitu:

i. Pengetahuan

Kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi

ii. Persuasi

Individu membentuk/ memiliki sikap yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut

iii. Keputusan

Individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi atau menolak inovasi

iv. Konfirmasi

Individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah diambilnya, namun dia dapat berubah dari keputusan yang telah diambilnya, namun dia dapat berubah dari keputusan yang telah diambil sebelumnya jika pesan-pesan mengenai inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan lainnya.

Teori ini mencakup sejumlah gagasan mengenai proses difusi inovasi yaitu sebagai sebuah teori yang membedakan tiga tahapan utama dari keseluruhan proses ke dalam tahapan antesenden, proses dan konsekuensi.

a. Perlu pemisahan dari fungsi pengetahuan, persuasi, keputusan, dan konfirmasi yang biasanya terjadi dalam tahapan proses, meskipun tahapan tersebut tidak harus selesai sepenuhnya/ lengkap. Dalam hal ini proses komunikasi lainnya juga dapat diterapkan

b. Difusi inovasi biasanya melibatkan berbagai sumber komunikasi yang berbeda (media massa, advertensi atau promosi, penyuluhan dan kontak-kontak sosial yang informal), dan efektivitas sumber tersebut akan berbeda pada tiap tahap, serta untuk fungsi yang berbeda pula. Jadi, media massa dan advertensi dapat berperan dalam menciptakan kesadaran dan pengetahuan, penyuluhan berguna untuk mempersuasi, pengaruh antarpribadi berfungsi bagi keputusan untuk menerima atau menolak inovasi, dan pengalaman dalam menggunakan inovasi atau sebaliknya.

c. Teori ini melihat adanya variabel penerima yang berfungsi pada tahap pertama (pengetahuan), karena diperolehnya pengetahuan akan dipengaruhi oleh kepribadian atau karakteristik sosial. Meskipun demikian, setidaknya sejumlah variabel penerima akan berpengaruh pula dalam tahapan berikutnya dalam proses difusi inovasi. Ini terjadi juga dengan variabel sistem sosial yang berperan terutama pada tahap awal (pengetahuan) dan tahap-tahap berikutnya.

2.2. Media Promosi Kesehatan

Dokumen terkait