• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN KONSEP

B. Kerangka Teori

3. Teori Maṣlaḥah

Dari segi bahasa, kata al-maṣlaḥah seperti lafazh al-manfa‟at, baik artinya ataupun wajan-nya (timbangan kata), yaitu kalimat masdar yang sama artinya dengan kalimat ash-shalah, seperti halnya lafazh al-manfa‟at sama artinya dengan al-naf‟u. Bisa juga dikatakan bahwa al-maṣlaḥah itu merupakan bentuk tunggal (mufrad) dari kata al-mashâlih. Pengarang kamus Lisan Al-„Arab menjelaskan dua arti, yaitu maṣlaḥah yang berarti al-shalah dan al-maṣlaḥah yang berarti bentuk tunggal dari al-mashâlih.

34Wina Sampaguita,”Implementasi Medisai Dalam Proses Lelang Atas Hak Tanggungan

di Pengadilan Negeri”,Jurnal, MKN FH UNS, Repertorium Volume IV No.. 1 Januari-Juni 2017,

h. 152.

35 Ibid.

Semuanya mengandung arti adanya manfaat baik secara asal maupun melalui suatu proses, seperti menghasilkan kenikmatan dan faedah, ataupun pencegahan dan penjagaan, seperti menjauhi kemadaratan dan penyakit. Semua itu bisa dikatakan maṣlaḥah. Manfaat yang dimaksud oleh pembuat hukum syara‟ (Allah) adalah sifat menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan hartanya untuk mencapai ketertiban nyata antara pencipta dn makhluk-Nya.36

Dalam mengartikan maṣlaḥah secara definitif terdapat perbedaan rumusan dikalangan ulama kalau dianalisis ternyata hakikatnya sama.37 a. Al-Ghazali menjelaskan bahwa menurut asalnya maṣlaḥah itu berarti

sesuatu yang mendatangkan manfaat (keuntungan) dan menjauhkan mudarat (kerusakan), namun hakikat dari maṣlaḥah adalah:

ِعْرَّشلا ِدْوُصْقَم ىَلَع ُةَظَف اَحُمْلا

Artinya: “Memelihara tujuan syara‟ (dalam menetapkan hukum)”.

b. Al-Khawarizmi memeberikan definisi yang hampir sama dengan definisi Al-Ghazali di atas, yaitu:

ِعْرَّشلا ِدْوُصْقَم ىَلَع ُةَظَف اَحُمْلا

ِقْلَْلْا ِنَع ِدِس اَفَمْلا ِعْف َدِب

Artinya: “Memelihara tujuan syara‟ (dalam menetapkan hukum) dengan cara menghindarkan kerusakan dari manusia”.

c. Al-„Iez ibn Abdi Al-Salâm dalam kitabnya, Qawâ‟id al-Ahkâm, memeberikan arti maṣlaḥah dalam bentuk hakikinya dengan “kesenangan dan kenikmatan”. Sedangkan bentuk majazi-nya adalah “sebab-sebab

36Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet. ke-V, 2015, h. 117.

37Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, Jakarta: Prenadamedia Group, Cet. ke-5, 2009, h. 346-347.

yang mendatangkan kesenangan dan kenikmatan” tersebut. Arti ini didasarkan bahwa pada prinsipnya ada empat bentuk manfaat, yaitu: kelezatan dan sebab-sebab-nya serta kesenangan dan sebab-sebabnya. d. Al-Syatibi mengartikan maṣlaḥah itu dari dua pandang, yaitu dari segi

terjadinya maṣlaḥah dalam kenyataan dan dari segi tergantungnya tuntutan syara‟ kepada maṣlaḥah.

1) Dari segi terjadinya maṣlaḥah dalam kenyataan, berarti:

َما

ِماََتََو ِن اَسْن ِلاْا ِة اَيَح ِم اَيِق َلَِا ُعِج ْرَ ي

َ نَو ِوِتَشْيَع

ْي

ِوِل

ِضَتْقَ ت اَم

ْي

ُوُف اَصْوَا ِو

ُةَّيِتا َوْهَّشلا

قَلاْطِلاا َلَع ُةَيِلْقَعْلاَو

Artinya:”Sesuatu yang kembali kepada tegaknya kehidupan manusia, sempurna hidupnya, tercapai apa yang dikehendaki oleh sifat syahwati dan akhlinya secara mutlak”.

2) Dari segi tergantungnya tuntutan syara‟ kepada maṣlaḥah, yaitu kemashlahatan yang merupakan tujuan dari penetapan hukum syara‟. Untuk menghasilkannya Allah menuntut manusia untuk berbuat. e. Al-Thufi menurut yang dinukil oleh Yusuf Hamid al-„Alim dalam

bukunya Al-Maqâshid al-âmmah li al-Syar‟iati al-Islâmiyah mendefinisikan maṣlaḥah sebagai berikut:

َّسلا ِنَع ٌةَر اَبِع

دَؤُلما ِبَب

لاِدْوُصْقَم َلَِا ى

ًةَداَعْوَا ًةَداَبِع ِعِراَّش

Artinya: “Ungkapan dari sebab yang membawa kepada tujuan syara‟ dalam bentuk ibadat atau adat”.

Dari beberapa definisi tentang maṣlaḥah dengan rumusan yang berbeda-beda tersebut maka dapat disimpulkan bahwa maṣlaḥah itu adalah sesuatu yang dipandang baik oleh akal sehat karena mendatangkan kebaikan

atau manfaat dan menghindarkan keburukan atau kerusakan bagi manusia, sejalan dengan tujuan syara‟ dalam menetapkan hukum.

Jadi, kemaslahatan yan dikehendaki disini yaitu kemaslahatan yang di dalamnya mengandung penjagaan atas kehendak Syar‟i yang Mahabijaksana yang menginginkan kemaslahatan yang bermanfaat yang telah dibuat dan ditetapkan batasan-batasannya, bukan kemaslahatan yang diusung demi merealisasikan syahwat dan kesenangan manusia untuk mengandung hawa nafsu. Kemaslahatan yang syar‟i adalah kemaslahatan-kemaslahatan yang selaras dengan tujuan syara‟ (Maqâshid syarî‟ah) dan ditegaskan oleh dalil khusus dari al-Qur‟an atau sunnah, atau ijmâ, atau qiyâs.38

Dari segi kekuatannya sebagai hujah dalam menetapkan hukum, maṣlaḥah ada tiga macam, yaitu:

a. Maṣlaḥah Dharûríyah

Maṣlaḥah dharûríyah adalah perkara-perkara yang menjadi tempat tegaknya kehidupan manusia, yang sekiranya apabila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan dan merajalelalah kerusakan dan timbullah fitnah dan kehancuran yang hebat.39

b. Maṣlaḥah Hâjiyat

Maṣlaḥah hâjiyat adalah perkara-perkara yang diperlukan manusia untuk menghilangkan dan menghindarkan dirinya dari sempitan dan kesulitan, yang sekiranya perkara-perkara ini tidak ada, maka

38Abdul Hayy Abdul „Al, Pengantar Ushul Fikih, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. ke-I, 2014, h. 314.

39Sarmin Syukur, Sumber-Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, Cet. ke-I, 1993, h. 180.

peraturan hidup manusia tidak sampai rusak. Begitu juga keresahan dan kehancuran tidak sampai bertebaran, sebagaimana yang diakibatkan oleh perkara-perkara dharûrínya. Hanya saja kehidupan tetap belangsung tanpa adanya, tetapi selalu meliputi oleh kesukaran, kesulitan dan kesempitan, serta tidak adanya keluasan dan kemudahan. Di antara hukum-hukum yang disyar‟iatkan untuk menghilangkan kesulitan manusia dan memperingankan beban mereka dan mempermudah urusan beban kewajiban kepada mereka adalah semua hukum rukhshah yang didatangkan oleh Islam. Seperti kebolehan tidak berpuasa pada bulan ramadhan bagi musafir dan orang yang sakit, mengqashar sholat yang empat raka‟at bagi musafir, menjadikan diyat orang yang baik-baik lebih ringan daripada pembunuh yang tidak sengaja.40

Al-Qur‟an dan As-Sunnah telah menetapkan bahwa menghilangkan kesempitan dari manusia adalah merupakan satu segi di antara berbagai segi dari dasar disyari‟atkan Islam. Allah berfirman:

....

















...41

Artinya:“... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ...”. (Al-Baqarah: 185)42



















43

Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”. (An-Nisa [4]: 28)44

40

Ibid.,h. 181. 41Al-Baqarah [2]: 185.

42Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahnya...,h. 62.

43An-Nisa: [4]:28

44

Rasulullah Saw bersabda:

َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ِلوُسَر َعَم اَنْجَرَخ َلاَق َةَماَمُأ ِبَِأ ْنَع

َ ف

َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ُِّبَِّنلا َلاَق

نِِّإ

ُتْثِعُب نِِّكَلَو ِةَّيِناَرْصَّنلاِب َلاَو ِةَّيِدوُهَ يْلاِب ْثَعْ بُأ َْلَ

ةَحْمَّسلا ِةَّيِفيِنَْلْاِب

….

(

)دحمأ هاور

45 c. Maṣlaḥah Taklimiyah

Maṣlaḥah taklimiyah adalah perkara-perkara penyempurna yang dikembalikan kepada harga diri, kemuliaan, akhlak dan kebaikan adat istiadat (sopan santun) yang sekiranya semua itu tidak ada, tidak sampai merusak tatanan hidup, sebagaimana kerusakan yang ditimbulkan oleh perkara dharûríyah asasiyah di atas. Dan manusia pun tidak akan terjatuh kedalam kesempitan dan kesulitan, sebagaimana urusan hâjiyat, tetapi jika tidak ada perkara ini, maka kehidupan menjadi sunyi dari kemuliaan, dari kecantikan dan kesempurnaan.46

Nash-nash Al-Qur‟an dan Hadits telah banyak membicarakan bahwa perkara-perkara penyempurna ini merupakan suatu yang dikehendaki Allah Yang Maha Bijaksana. Dalam hal ini Allah berfirman:























...47

Berdasarkan ayat tersebut di atas barang siapa saja yang telah mengharamkan perhiasan yang Allah berikan kepada mereka dan juga mengharamkan rizki yang telah Allah berikan. Sebab perhiasan dan rizki

45

Kitab Musnad Ahmad Jus 36 h. 624. Lihat terjemah Dari abi Umamah berkata keluar kami bersama Rasulullah SAW maka bersabada Nabi SAW “Bahwasanya aku tidak diutus agama

Yahudi dan Nasrani tetapi aku diutus untuk agama yang lurus dan mempermudah.” (HR. Ahmad). 46Ibid.

47

tersebut ialah hanya untuk mereka yang beriman kepada Allah saja tidak untuk mereka yang tidak beriman kepada Allah.48

Kemaslahatan-kemaslahatan ini sangat jelas sekali bagi orang yang memiliki akal sehat dan tabiat lurus yang oleh Allah mereka dikaruniai otak yang berlaku dan pemikiran yang cemerlang, memiliki perangkat ilmu, hati mereka diterangi dengan pemahaman terhadap tujuan berbagai perkara, pemahaman mereka terhadap hal-hal yang perlu penalaran dan ijtihad, serta menundukan semua itu dengan kitab Allah serta sunnah Nabi-Nya, sehingga mereka memandang teks-teks syariah secara universal maupun parsialnya.49

C. Konsep Penelitian

Dokumen terkait