BAB II KAJIAN TEORI
B. Teori Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh” yang berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk struktur yang tepat (Depdikbud, 1988). Sedangkan kata “asuh” dapat berarti menjaga (merawat dan mmendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya), dan memimpin
(mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga (TIM penyusun
kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, 1990). Lebih jelasnya kata
asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan,
perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani
hidupnya secara sehat.
Gunarso (2000) mengatakan pola asuh merupakan cara orang tua
bertindak, berinteraksi, mendidik, dan membimbing anak sebagai suatu
aktifitas yang melibarkan banyak perilaku tertentu secara individual maupun
bersama-sama sebagai serangkaian usaha aktif untuk mengarahkan anak.
Pengertian lain tentang pola asuh adalah yang diberikan orang tua pada
anak bisa dalam bentuk perlakuan fisik maupun psikis yng tercermin dalam
tutur kata, sikap, perilaku dan tindakan yang diberikan (Theo Riyanto, 2002 ).
Dari uraian beberapa pendapat para tokoh tersebut diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa pola asuh merupakan suatu keseluruhan interaksi antara
orang tua dan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anak nya
paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang
secara sehat dan optimal.
2. Dimensi Pola Asuh
Dimensi pola asuh orang tua di definisikan sebagai fitur, kualitas, dan
skema deskriptif yang di gunakan untuk menangkap sifat orang tua, merupakan
salah satu blok bangunan studi pengasuhan (Skinner, Johnson, & Snyder,
2005). Selain itu, Skinner, Johnson, & Synder membgai dimensi pola asuh
orang tua ke dalam enam dimensi yaitu warmth, rejection, structure,
chaos,autonomy support, dan coercion. untuk penjelasan lebih rinci akan di
paparkan sebagai berikut:
a) Warmth (kehangatan), kehangatan adalah dimensi yang paling penting
yang selalu ada dalam setiap konsep mengenai pengasuhan. Kehangatab
seringkali disebut sebagai penerimaan yang mengacu pada ekspresi kasih
saying, cinta, penghargaan, kebaikan (termasuk kesediaan emosional,
dukungan, dan perhatian yang tulus). Selain itu, ekspresi kehangatan juga
dapat ditemukan melalui interaksi antara anak dengan orang tua.
b) Rejection (penolakan). Penolakan akan dilakukan jika orangtua tidak
menyukai anak mereka. Ekspresi penolakan termasuk kebencian,
permusuhan, kekerasan, lekas marah, meledak-ledak, termasuk juga
komunikasi yang kurang jelas, perasaan negative terhadap anak (seperti
mencemooh, mengkritik, dan tidak menyetujui apa yang dilakukan anak),
c) Structure (struktur), orangtua akan mengasuh anaknya dengan cara yang
disiplin dan kontrol yang kuat. Pengaturan batas perilaku anak dilakukan
secara konsisten dan tepat.
d) Chaos (kacau) adalah kebalikan dari dimensi structure, dimana orangtua
lebih tidak konsisten, tidak bias diandalkan, dan cenderung
sewenang-wenang dalam melakukan tugas pengasuhan.
e) Autonomy support (dukungan otonomi) untuk kemandirian memungkinkan anak untuk bebas memilih dan mengekspresikan
keinginan dalam berkomunikasi. Autonomy support diperlukan
anak-anak untuk menunjukkan kemandiriannya.
f) Coercion (pemaksaan), merupakan lawan dari Autonomy support,
dimana orangtua akan membatasi anak, mengendalikan secara
berlebihan, dan menuntut ketaatan pada anak.
Dari beberapa uraian di atas peneliti menggunakan keenam dimensi
pola asuh orang tua ini sebagai alat ukur dalam penelitian ini, karena dimensi
ini di rasa sangat tepat dan cocok dengan kondisi lapangan lokasi penelitian.
Selain itu dalamkehidupan sehari-hari seorang anak dalam kehidupannya tentu
mengalami kehangatan, penolakan, terstruktur, kekacauan, pemaksaan dan
dukungan otonomi ketika berada bersama orang tua.
3. Jenis-jenis Pola Asuh terhadap Anak
Jenis-jenis pola asuh anak, secara garis besar menurut Beumrind, yang
tipe, yaitu: otoriter (authotarian), permisif (permissive) dan demokratis
(authoritative).
a) Orang Tua yang Otoriter
Orang tua yang menghargai kontrol dan kepatuhan tanpa banyak
Tanya. Mereka berusaha membuat anak mematuhi standar perilaku dan
menghukum mereka secara tegas jika melanggarnya. Mereka lebih
mengambil jarak dan kurang hangat disbanding dengan orang tua yang
lain. Akibatnya, anak mereka cenderung lebih tidak puas, menarik diri,
dan tidak percaya terhadap orang lain.
b) Orang Tua yang Permisif
Orang tua yang menghargai ekspresi diri dan pengaturan diri.
Mereka hanya membuat sedikit permintaan dan membiarkan anak
memonitor aktifitas mereka sendiri sedapat mungkin. Ketika membuat
aturan, mereka menjelaskan alasannya kepada anak.mereka berkonsultasi
dengan anak mengenai keputusan kebijakan dan jarang menghukum.
Mereka hangat, tidak mengontrol, dan tidak menuntut.
c) Orang Tua Demokratis
Orang tua yang menghargai individualitas anak tetapi juga
menekankan batasan-batasan social. Mereka percaya akan kemampuan
mereka dalam memandu anak, tetapi juga menghargai keputusan
mandiri, minat, pendapat, dan kepribadian anak. Mereka menyayangi dan
standar, dan berkenan untuk menerapkan hukuman yang terbatas dan adil
jika dibutuhkan dalam konteks hubungan yang hangat dan mendukung.
Dari ketiga jenis pola asuh yaitu pola asuh otoriter, pola asuh
demokratis dan pola asuh permisif, yang bisa diandalkan adalah pola asuh
orang tua yang demokratis karena orang tua dalam memberikan pujian,
hukuman dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka akan turut
mempengaruhi terbentuknya kemampuan penyesuaian yang baik dalam
lingkungannya. Sebagai faktor pola asuh demokratis orang tua merpakan
kekuatan yang penting dan sumber utama dalam penembangan kemampuan
social anak.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Ada beberapa faktor yang memepengaruhi pola asuh orang tua terhadap
anak, antara lain:
a) Jenis Kelamin
Orang tua cenderung lebih keras terhadap anak wanita dibandingkan
terhadap anak laki-laki.
b) Kebudayaan
Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola pengasuhan
anak. Hal ini juga terkait dengan perbedaan peran antara wanita dan
laki-laki diadalam suatu kebudayaan masyarakat.
c) Status Sosial
Orang tua yang berlatar belakang pendidikan rendah, tingkat ekonomi
toleransi dibandng mereka yang dari kelas atas, tetapi mereka lebih
konsisten (M. Enoch Markum, 1985).