• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori proses politik untuk menjelaskan bagaimana PRD sebagai salah satu representasi politik sayap kiri di Indonesia mengembangkan strategi elektoral. Teori proses politik adalah teori

yang digunakan untuk menjelaskan mobilisasi gerakan sosial dan memperkirakan peluang politik, struktur mobilisasi dan proses framing seiring dengan perselisihan atau perseteruan yang berulang (Caren, 2007: 1). Teori ini berkembang sejak era 1970an dan 1980an, dan berakar pada analisa perjuangan hak sipil di Amerika dan Eropa. Teori proses politik berfokus pada interaksi antara atribut gerakan, struktur organisasi dan konteks ekonomi politik yang melatarinya.

Pada awalnya, teori ini dikembangkan pada penelitian Olson pada tahun 1965 (Caren, 2007:1) berupaya untuk menganalisa tentang perilaku protes gerakan sosial dan berujung pada kesimpulan bahwa protes yang dilakukan gerakan sosial tindakan irrasional para pelaku protes. Baru pada 1973, Peter Eisinger kembali meneliti gerakan protes masyarakat urban kulit hitam di

Amerika Serikat yang melekatkan perilaku protes pada lingkungan

berlangsungnya proses politik (dalam Meyer, 2004; 126). Dalam studinya, Eisinger berkonsentrasi pada efek dari “lingkungan politik” terhadap konteks proses politik yang berlangsung di suatu tempat. Analisis Eisinger merupakan bagian dari analisis sistem politik dengan menempatkan gerakan sosial sebagai input bagi sistem politik dan perubahan kebijakan sebagai outputnya. Menurutnya peluang politik gerakan sosial bergantung pada struktur politik yang terbuka atau tertutup yang dihadapi oleh gerakan sosial (Meyer, 2004 ; 128). Konteks ini disebut sebagai struktur peluang politik oleh Dieter Opp . (2009; 162) yang menjelaskan bahawa lingkungan memperluhatkan tekanan langsung pada aktivitas politik. Tekanan ini tidak mendasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh

persoanal maupun kelompok melainkan ditentukan oleh interaksi kompleks dari aktivitas politik berbagai kelompok dalam lingkungan politik.

Opp (2009:166) menjelaskan bahwa permasalahan teori ini adalah interpretasi makro-proposisi teori dalam menjelaskan protes politik. Hal ini dianggap tidak relevan karena Eisinger menempatkan protes dan gerakan sosial pada posisi linear yang konstan bukan sebagai subjek yang bergerak. Teori ini selalu mengulang proposisi yang sama dalam model linear yaitu rendahnya struktur peluang politik menghasilkan tingginya tingkat protes. Bagi Eisinger, protes akan berhenti seiring dengan terbukanya peluang politik dan ketika politisi menyambut protes sosial tersebut dengan memberikan respon terhadap protes melalui kebijakan (Meyer, 2004; 128). Dalam konteks politik sayap kiri respon pemerintah tidak serta merta menurunkan tingkat protes karena beberapa varian tuntutan sayap kiri yang secara ideologis bertentangan dengan rezim.

Berbeda dengan Eisinger, Tilly berpendapat bahwa gerakan sosial tidak dapat ditempatkan pada posisi konstan melainkan menjadi sesuatu yang terus bergerak. Tilly berupaya menggunakan teori proses politik untuk menjelaskan fenomena besar seperti revolusi, kekerasan politik, perang, dan demokratisasi (Tilly, 2002: 248). Dalam Dynamics of Contention, Tilly (2008; 14). memaparkan lebih lanjut bahwa teori struktur peluang politik sebelumnya menempatkan unit analisisnya pada struktur peluang politik yang bersifat statis seperti perubahan lingkungan politik sebagaimana penjelasan Eisinger mengenai peluang politik..

Dalam dinamika politik, unit analisis statis tidak dapat menjelaskan bagaimana perseteruan muncul dan berulang (repertoires). Posisi statis ini

seringkali berakhir pada interpretasi banal tentang gerakan sosial yang menganggap gerakan mahasiswa, mobilisasi buruh, dan gerakan politik popular lainnya sebagai perilaku kolektif yang irasional, impulsif dan tidak bertanggung jawab. Seperti dijelaskan Meyer dalam kutipan berikut;

Para Sosiolog dan ilmuwan politik pada tahun 1950an menulis dengan fasisme secara umum dan nazisme secara partikular dalam pikiran. Mereka mendefinisikan gerakan sebagai disfungsional, irrasional, dan secara inheren tidak diharapkan, dan mereka yang bergabung dalam gerakan digambarkan sebagai orang-orang yang terpisah dari asosiasi intermediet yang akan menghubungkan mereka dengan tujuan sosial yang lebih produktif, dan tidak merusak. (Meyer, 2004;126)

Pendapat ini dimanifestasikan lewat dikotomi analisis gerakan sosial dan politik dengan menempatkannya pada kajian sosiologis ataupun psikologi sosial. Pemisahan ini menyebabkan gerakan sosial tidak lagi dipandang sebagai ekspresi politik melainkan tindakan alternative untuk menunjukkkan ketidakpuasan terhadap keadaan.

Dikotomi interaksi politik institusional dan non-institusional sulit untuk ditetapkan karena keduanya seringkali berasal dari proses kausal yang sama. Tilly menganalogikan proses kausal ini seperti pada fenomena revolusi, gerakan new left, dan politik etnis (Tilly, 2008;7). Dalam paradigma ini adaptasi sebuah organisasi dimungkinkan bergerak dari non-institusional menjadi institusional dan kembali menjadi non-institusional atau keduanya dalam satu wadah secara bersamaan.

Tilly menempatkan gerakan sosial dalam kondisi bergerak untuk menjelaskan bagaiman proses transformasi dapat terjadi pada sebuah gerakan sosial. Tidak hanya selesai pada satu perubahan kebijakan namun sebagai agenda

yang berulang (repertoires) menujiu perubahan sosial. Ditempatkannya gerakan sosial pada kondisi bergerak menjadikan teori proses politik yang direvisi oleh Tilly tidak mengacu pada peluang kesuksesan sebuah gerakan sosial seperti yang diasumsikan oleh Eisinger malainkan pada ketidakpastian transformasi. Pengembangan teori proses politik yang dilakukan oleh Tilly adalah dengan memindahkan koordinat analisis teori proses politik yang sebelumnya berorientasi pada organisasi gerakan sosial ke proses interaksinya dengan populasi (Tilly, 1995;1604).

Proses Politik gerakan sosial yang berinteraksi dengan populasi seringkali mendorong transformasi gerakan sosial menjadi partai elektoral. Transformasi ini terjadi di sebagian negara dunia ketiga yang melepaskan diri dari kediktatoran rezim sebelumnya atau sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan pro kapitalisme. Fenomena proses politik ini menjadi lazim di Amerika Latin dengan banyaknya jumlah gerakan protes yang masuk dalam arena politik legal. Di Indonesia, pembahasan mengenai proses politik gerakan sosial baru kembali mengemuka setelah jatuhnya rezim Orde Baru melalui fenomena PRD dan PKS. Proses Politik ini dijelaskan oleh David C.Lose dan Gary Prevost dalam From Revolutionary Movements to Political Parties sebagai berikut;

Gerakan, bahkan yang paling kuat sekalipun, secara umum memiliki

struktur yang fleksibel. Mereka mendorong anggotanya untuk

berpartisipasi sebesar mungkin dan mengizinkan perubahan substansial. Partai membutuhkan displin yang lebih kuat setidaknya untuk mendukung kebijakan. Untuk merubah gerakan sosial menjadi partai politik dibutuhkan perubahan signifikan meliputi budaya organisasi dan logika operasional. (Close and Prevost, 2007;9)

Dalam teori proses politik, pergeseran ideologi ataupun perubahan tindakan politik tidak dilihat dalam pandangan yang sempit dengan kausal tunggal namun merupakan proses rumit yang melibatkan para aktor politik di internal organisasi maupun interaksinya dengan lingkungan politiknya. Teori proses politik merupakan antitesis dari teori organisasi yang berakar pada paradigma struktural fungsional dengan interpretasinya tentang keseimbangan sosial yang mengambil sudut pandang konflik. Teori ini tidak mengadopsi konsep keseimbangan atau stabilitas melainkan kesepakatan sementara yang dilandasi oleh upaya negosiasi untuk mempertahankan kekuasaan atau status quo (Doug McAdam W. S., 2005; 18).

Teori proses politik mengidentifikasikan tiga faktor luas yang mendorong peluang politik gerakan sosial dalam konteks tindakan politik.

1. Struktur Mobilisasi: bentuk organisasi baik formal maupun informal 2. Peluang Politik: struktur peluang politik dan ketegangan dan tingkat

ketegangan gerakan.

3. Proses Framing: proses kolektif interpretasi, atribusi dan konstruksi sosial yang menjadi perantara peluang dan tindakan (Tilly, McAdam, Tarrow, 2005; 16).

Ketiga faktor di atas merupakan unit analisis dari teori proses politik. Setiap unit analisis (mengikuti penjelasan Tilly sebelumnya) ditempatkan pada proses dinamis dan interaktif antarunit analisis dan konteks di dalam unit analisis tersebut. Interaksi ketiga unit analisis ini digambarkan pada model berikut;

Gambar 2.1 Model Analisis Teori Proses Politik

(Sumber: diolah dari Tilly, Adam, Tarrow. 2008: Dynamics of Contention) 2.3.1 Struktur Mobilisasi

Struktur mobilisasi adalah cara kelompok gerakan sosial melebur dalam aksi kolektif, termasuk didalamnya taktik gerakan dan bentuk organisasi gerakan sosial, tujuannya mengambil posisi-posisi yang dianggap strategis dalam masyarakat untuk dapat dimobilisasi. Dalam konteks ini melibatkan unit-unuit keluarga, jaringan pertemanan, unit-unit tempat bekerja, dan elemen-elemen negara. Mc Carthy dalam Tarrow (Tarrow. 1986;71) menyebutkan bahwa struktur mobilisasi memiliki dua kategori yaitu kategori formal dan informal. Kategori formal meliputi lembaga dan kelompok masyarakat yang terorganisir, sedangkan kategori informal adalah jaringan kekerabatan dan pertemanan.

Tilly melakukan inovasi pada analisis struktur mobilisasi dalam proses politik dengan menyertakan perubahan di tingkat populasi yang berinteraksi dengan organisasi. Tilly mengasumsikan bahwa transformasi yang terjadi dalam level organisasi tidak hanya dilatari oleh tindakan subjektif organisasional melainkan juga hasil dari interaksi organisasi dengan perubahan di tingkat

Struktur Peluang Politik

Struktur Mobilisasi Proses Framing

populasi. Perubahan di tingkat populasi inilah yang nantinya akan menggiring munculnya sekutu potensial yang mendorong organisasi untuk mengambil tindakan politik dengan mentransformasikan bentuk organisasionalnya. Dengan begitu, Tilly mengubah mekanisme kausal dalam sruktur mobilisasi. Seperti yang digambarkan oleh Tilly pada gambar berikut;

Gambar 2.2 Model analisis mobilisasi dalam perseteruan politik

(Sumber: Tilly, 2008; 45) Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa dalam komposisi dinamis gerakan sosial ditempatkan sebagai member sedangkan populasi ditempatkan sebagai chalenggers posisi ini menentukan interaksi antara kedua identitas tersebut. Dalam konteks penelitian ini, partai sayap kiri membutuhkan dukungan dari populasi. Baik organisasi maupun populasi memiliki atribusinya sendiri terhadap tantangan dan peluang yang muncul. Atribusi tersebut menentukan responnya terhadap perubahan lingkungan sosial politik disekitarnya. Keduanya kemudian menampilkan responnya dalam berbagai bentuk aksi. Pada titik inilah keduanya

bertemu dan mendorong terjadinya eskalasi ketidakpastian atau singkatnya peluang politik yang muncul karena aksi tersebut.

Tilly dalam from mobilization to revolution (1978) mengembangkan sebuah model analisis proses politik yang lebih sederhana untuk menganalisis struktur mobilisasi melalui bentuk aksi kolektif yang dipilih oleh organisasi sipil dalam peristiwa revolusi dan pemberontakan politik di Inggris dan Amerika pada abad 18. Model ini adalah model dasar bagi analisis sekuensi historis dalam analisis proses politik. Tilly membagi model analisis proses politik pada dua bagian yaitu bagian abstrak dan bagian kongkrit. Bagian abstrak terdiri dari; statemaking, interests, organization, mobilization dan collective action. Sementara, bagian kongkret merupakan praktik simulatif dari model abstrak. Statemaking adalah situasi politik yang dihadapi oleh organisasi dan diinterpretasikan dalam tuntutan politik. Interests adalah kepentingan organisasi yang dijadikan program politik organisasi. Organization adalah persoalan yang dihadapi oleh organisasi atau kondisi internal organisasi. Mobilization adalah pilihan strategi politik organisasional. Collective action adalah aksi taktis yang dilakukan oleh organisasi. Tilly menggambarkan bahwa statemaking merupakan unsur utama yang menentukan bentuk interest dan organization. Interaksi antara program politik dan organisasi menghasilkan pilihan strategi politik dan aksi kolektif atau aksi taktis.

Gambar 2.3 Proses Mobilisasi Tilly

(Tilly. 1978; 230) Tilly menjelaskan bahwa model ini bukanlah model final, pada prinsipnya kita dapat menggunakan model ini dalam analisis proses politik dengan meneruskan pola pengambilan keputusan dan perhitungan taktisnya dengan mengaitkannya pada persaingan di dalam organisasi dan relasi organisasi dengan organisasi lainnya. Ditambah lagi dengan situasi objektif yang dihadapi serta peluang dan ancaman terhadap organisasi. Tilly mengadopsi interpretasi McAdam mengenai proses framing dan menjadikannya proses mikro yang berjalan bersamaan dengan proses politik untuk mengurangi resiko kesalahan analisis.

Berdasarkan model tersebut dapat diringkas beberapa konsep struktur mobilisasi dalam proses politik;

1. Peluang dan ancaman bukanlah kategori yang objektif melainkan atribusi kolektif yang dibatasi oleh framing tujuan dari gerakan sosial dan organisasi.

2. Struktur mobilisasi dapat muncul sebagai prakondisi ataupun tercipta karena perseteruan dalam proses perubahan sosial.

Statemaking

Interests

Collective Action Mobilization

3. Keseluruhan episode, aktor, aksi organisasional, dan populasi secara interaktif didapatkan melalui framing partisipan, lawan, pers dan pihak ketiga (akademisi, pengamat, kelompok yang tidak terlibat langsung dalam struktur mobilisasi).

4. Aksi inovatif dilakukan untuk menarik perhatian, membawa perubahan peluang kedalam lingkungan interaktif dan menghasilkan ketidakpastian bagi kelompok yang terlibat di dalam struktur mobilisasi.

5. Mobilisasi merupakan bagian dari perseteruan dalam perubahan sosial. (McAdam, 2004).

Model struktur mobilisasi pada konteks penelitian politik sayap kiri memerlukan identifikasi pola organisasional sayap kiri untuk menunjukkan pola interaksi organisasi sayap kiri dengan populasi. Oleh karena itu peneliti menggunakan analisa Kelas Marxis untuk mengidentifikasi pola organisasional sayap kiri dalam penelitian ini.

2.3.2 Struktur Peluang Politik

Struktur peluang politik merupakan inti dari teori proses peluang politik bahkan dalam beberapa literatur teori struktur peluang politik menjadi nama lain dari teori proses politik. Struktur peluang politik sendiri menurut Tilly memiliki unit analisis khusus yang dalam model struktur mobilisasi menentukan perubahan sosial yang mendasari terjadinya mobilisasi. Melengkapi teori proses politik, Tilly menambahkan spesifikasi peluang politik dengan indikator berikut:

1. Multiplisity sentral kekuasaaan dalam suatu rezim 2. Keterbukaan rezim terhadap aktor baru

3. Ketidakstabilan koalisi politik 4. Tersedianya sekutu dan pendukung

5. Perlawanan terhadap represi rezim dan aksi klaim kolektif 6. Perubahan menentukan dari poin 1 ke poin 5 (Tilly, 2005;44).

Indikator spesifik ini juga ditempatkan pada komposisi yang dinamis dan interaktif sebagaiman model struktur mobilisasi. Represi rezim merupakan indikator yang diambil Tilly dari penjelasan McAdam bahwa represi yang dilakuakan oleh rezim mengasah respon gerakan sosial (McAdam, 1996). Indikator respon gerakan sosial ataupun organisasi terhadap represi diringkas dalam dua bentuk sikap yaitu toleransi dan protes. Dalam model peluang politiknya karena Tilly berorientasi pada dampak represi rezim pasca respon organisasi dan populasi. Menurutnya, protes ataupun toleransi tetap menciptakan sirkulasi peluang politik pada perpecahan elit politik.

Gambar 2.4 Struktur Peluang Politik

(Sumber: Diolah dari Tilly, 2005;44) Pada gambar di atas ditunjukkan interaksi dinamis yang terjadi dalam unit analisis struktur peluang politik Tilly. Struktur peluang politik dalam model ini

Multiplisitas sentral kekuasaaan dalam suatu

rezim

Keterbukaan rezim terhadap aktor baru

Tersedianya sekutu dan pendukung Perlawanan terhadap represi rezim dan aksi

klaim kolektif

Ketidakstabilan koalisi Politik

tidak menggunakan mekanisme kausal yang berasal dari satu identitas fenomena melainkan berasal dari proses. Setiap unit analisis memiliki relasi kausal dengan unit analisis lainnya, terkecuali pada poin ketiga (tengah) ketidakstabilan koalisi politik.

Ketidakstabilan koalisi politik disebabkan oleh terjadinya pemendaran atau multiplisitas sentral kekuasaan atau perpecahan di tingkat elit rezim yang berkuasa. Oleh karenanya, menentukan tersedianya peluang aliansi atau sekutu namun tidak menentukan keterbukaan rezim terhadap aktor politik baru. Sebaliknya, keterbukaan rezim membuka peluang terbentuknya sekutu namun tidak menentukan ketidakstabilan koalisi politik. Tersedianya sekutu atau peluang kelompok yang dapat dipengaruhi oleh suatu organisasi dan gerakan sosial dapat mendorong terjadinya protes ataupun penciptaan klaim kolektif (misalnya tutntutan pengambilalihan lahan oleh serikat tani). Klaim kolektif dan protes tersebut menghasilkan respon dari rezim. Tilly menyederhanakan proses ini dalam perubahan yang menentukan terjadinya berpendarnya sentral kekuasaan. Perubahan merupakan proses utama dalam model struktur peluang politik Tilly, proses ini ini ditentukan oleh dua respon yaitu toleransi dan represi rezim.

2.3.3 Proses Framing

Proses framing dalam teori proses politik digunakan dalam memahami kesuksesan dan kegagalan organisasi ataupun gerakan sosial meraih simpati luas pada populasi. Proses ini menuntut komitmen tinggi organisasi dan gerakan sosial dalam mempengaruhi publik. Pembentukan framing secara interaktif berkaitan dengan struktur mobilisasi. Sidney Tarrow (1986;110-117) menjelaskan bahwa

dalam menjalankan proses framing alat yang digunakan oleh aktor gerakan adalah media yang memegang peran penting dalam mengomunikasikan framing gerakan. Dalam konteks penelitian ini, politik sayap kiri seringkali tidak menggunakan media mainstream. Politik sayap kiri cenderung mengandalkan sirkulasi media internal dalam bentuk koran internal, selebaran, ataupun media elektronik. Namun yang lebih utama adalah menemukan frame politik sayap kiri itu sendiri. Pemahaman mengenai ideologi politik dan interpretasi politik sayap kiri terhadap kelompok populasi yang dijadikannya sebagai basis legitimasi menentukan proses framing yang dilakukan oleh politik sayap kiri.

Dokumen terkait