• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : ANALISIS DATA

C. Teori Semiotika

1. Pengertian Semiotika

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani

sememion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat mewakili sesuatu yang lain.Secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek,

52

Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, 92-93.

53

43

peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Van Zoest mengartikan semiotika sebagai „ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. 54

Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda. Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal, teori yang menjelaskan begaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Studi umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika. 55

2. Macam-macam semiotika

Berdasarkan lingkup pembahasannya, semiotika dibedakan atas tiga macam berikut:

a. Semiotika murni (pure)

Pure Semiotica membahas tentang dasar filosofis semiotika, yaitu berkaitan dengan metabahasa, dalam arti hakikat bahasa secara universal. Misalnya, pembahasan tentang hakikat bahasa sebagaimana dikembangkan oleh Saussure dan Peirce.

b. Semiotika deskriptif (descriptive)

54

Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), 95-96.

55

44

Descriptif semiotic adalah lingkup semiotika yang membahas tentang semiotika tertentu, misalnya sistem tanda tertentu atau bahasa tertentu secara deskriptif.

c. Semiotika terapan (applied)

Applied semiotic adalah lingkup semiotika yang membahas tentang penerapan semiotika pada bidang atau konteks tertentu, misalnya dengan kaitannya dengan sistem tanda sosial, sastra, komunikasi, periklanan dan lain sebagainya.56

Mansoer Pateda menyebutkan sembilan macam semiotika:

a. Semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. Pierce menyatakan bahwa semiotik berobjekan tanda dan menganalisisnya dengan ide, objek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu kepada objek tertentu.

b. Semiotik deskriptif, yakni semiotik yang memperlihatkan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.

c. Semiotik faunal (zoosemiotic), yakni semiotik yang khusus memperlihatkan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antar

56

45

sesamanya, tetapi juga sering menghasilkan tanda yang dapat ditafsirkan oleh manusia.

d. Semiotik kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.

e. Semiotik naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).

f. Semiotik natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.

g. Semiotik normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma misalnya rambu-rambu lalu lintas.

h. Semiotik sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dala satuan yang disebut kallimat.

i. Semiotik struktur, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa. 57

Berdasarkan penggunaannya, semiotik dikelompokkan dalam berbagai bidang, seperti yang dikemukakan Eco, berikut ini:

a. Semiotik tanda hewan (zoosemiotics). b. Semiotik tanda penciuman.

57

46

c. Semiotik dalam komunikasi dengan indera perasa: ciuman, pelukan, pukulan, tepukan pada bahu.

d. Semiotik pencicipan.

e. Paralinguistik: jenis suara sebagai tanda kelamin, usia, kesehatan, suasana hati, dan sebagainya.

f. Semiotik medis, termasuk psikiatris.

g. Semiotik gerakan: kinesiologi dan proksemi. h. Semiotik musik.

i. Semiotik bahasa formal: morse, logika simbolis. j. Semiotik bahasa tulis.

k. Semiotik bahasa alamiah.

l. Semiotik komunikasi visual: rambu lalu lintas, grafiti, seni rupa, iklan, komik, sinema, arsitektur, koreografi, dan lain-lain.

m. Semiotik benda.

n. Semiotik struktur cerita.

o. Semiotik kode buaya: mitos, model mentalitas, struktur kekerabatan. p. Semiotik kode estetik.

q. Semiotik komunikasi massa. r. Semiotik retorika (seni pidato).

s. Semiotika teks dalam arti luas: upacara, permainan (sabung ayam), dan sebagainya.

47

Menurut Barthes, semiologi hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai, dalam hal ini tidak disamakan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Barthes, dengan demikian melihat signifikansi sebagai sebuah proses yang total dengan suatu susunan yang sudah terstuktur. Signifikasi tak terbatas pada bahasa, tetapi juga pada hal-hal lain diluar bahasa. Barthes menganggap kehidupan sosial sebagai sebuah signifikansi. Dengan kata lain, kehidupan sosial, apa pun bentuknya, merupakan suatu sistem tanda tersendiri.

Teori semiotik Barthes hampir secara harfiah diturunkan dari teori bahasa menurut de Saussure. Roland Barthes mengungkapkan bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Barthes menggunakan teori signifiant-signifie yang dikembangkan menjadi teori tentang metabahasa dan konotasi. Menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu dengan isi yang sama. 58

Sebagaimana pandangan Saussure, Barthes juga meyakini bahwa hubungan antara penanda dan petanda tidak terbentuk secara alamiah, melainkan bersifat arbitrer. Bila Saussure hanya menekankan pada

58

48

penandaan dalam tataran denotatif, maka Roland Barthes menyempurnakan semiologi Saussure dengan mengembangkan sistem penandaan pada tingkat konotatif.59

Denotasi dalam pandangan Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya bersifat tertutup. Tataran denotasi menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Denotasi merupakan makna yang sebenar-benarnya, yang disepakati bersama secara sosial, yang rujukannya pada realitas.

Tanda konotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai keterbukaan makna atau makna yang implisit, tidak langsung, dan tidak pasti, artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiran-penafsiran baru. Dalam semiologi Barthes, denotasi merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sedangkan konotasi merupakan sistem signifikansi tingkat kedua. Denotasi dapat dikatakan merupakan makna objektif yang tetap, sedangkan konotasi merupakan makna subjektif dan bervariasi.60

59

Ibid. , 27.

60

49 BAB III PAPARAN DATA

Dokumen terkait