• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Stakeholder

Latar belakang pendekatan teori stakeholder adalah keinginan untuk membangun suatu kerangka kerja yang responsif terhadap masalah yang dihadapi para manajer saat itu yaitu perubahan lingkungan (Freeman dan McVea, 2001 dalam Badjuri, 2011). Kelangsungan perusahaan tergantung dari dukungan

stakeholder-nya, sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut, stakeholder dalam pengertian ini dapat dikatakan sebagai individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dalam setiap keputusan atau aktivitas dari suatu organisasi, teori stakeholder menjelaskan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus

memberikan manfaat bagi stakeholder-nya. Perusahaan besar mempunyai biaya agensi yang besar terhadap stakeholder-nya, maka dari itu perusahaan besar akan lebih banyak mengungkapkan informasinya dari pada perusahaan kecil (Chariri, 2011).

Stakeholder dianggap penting oleh perusahaan dan sangat berpengaruh terhadap jalannya aktivitas perusahaan karena dalam menjalankan usahanya perusahaan tentu akan berhubungan dengan para stakeholder yang jumlahnya banyak sesuai dengan luas lingkup operasi perusahaan. Agar kegiatan usaha berjalan sesuai dengan harapan perusahaan maka diperlukan adanya hubungan serta komunikasi yang baik antara perusahaan dengan stakeholder-nya. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam teori stakeholder bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholder dimana pada akhirnya perusahaan akan memenuhi segala kebutuhan para stakeholder untuk mendapatkan dukungan seperti yang diharapkan oleh perusahaan. Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder

dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin kuat stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi.

Pengungkapan sosial atau CSR dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholder-nya. Beberapa dekade terakhir, asumsi tentang definisi stakeholder telah mulai berkembang dan berubah secara substantial (Ratnasari, 2011). Pada mulanya, pemegang saham dianggap sebagai satu-satunya

Ghozali dan Chariri (2007) yang mengatakan bahwa tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemiliknya atau sering disebut profit orientation, akan tetapi asumsi tersebut dikembangkan lagi oleh Freeman (1983) dalam Ghozali dan Chariri (2007) yang menyatakan ketidaksetujuan dengan pandangan ini dan memperluas definisi stakeholder dengan memasukkan sudut pandang yang lebih banyak, termasuk kelompok yang dianggap tidak menguntungkan (adversarial group) seperti pihak yang memiliki kepentingan tertentu dan regulator (Roberts, 1992 dalam Ghozali dan Chariri, 2007).

Stakeholder berdasarkan karakteristiknya dapat dibagi menjadi dua yaitu

stakeholder primer dan stakeholder sekunder, Stakeholder primer adalah seseorang atau kelompok yang sangat berpengaruh dalam perusahaan dan tanpa mereka perusahaan tidak dapat bertahan untuk going concern, meliputi pemegang saham dan investor, karyawan, konsumen dan pemasok, bersama dengan yang didefinisikan sebagai kelompok stakeholder publik, yaitu pemerintah dan komunitas sosial. Kelompok stakeholder sekunder didefinisikan sebagai mereka yang mempengaruhi, atau dipengaruhi perusahaan. Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan. Oleh karena itu kekuatan dari stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya kekuatan yang dimiliki

stakeholder atas sumber tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Dari dua jenis

stakeholder yang telah dijelaskan, stakeholder primer dapat diartikan sebagai

stakeholder yang memilik kekuatan dan memiliki pengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan, karena stakeholder primer memiliki kekuatan

terhadap ketersediaan sumber daya perusahaan, oleh karena itu perusahaan akan bereaksi dengan cara-cara yang memuaskan keinginan stakeholder. Ulman (1985) dalam Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan bahwa organisasi akan memilih

stakeholder yang dipandang penting, dan mengambil tindakan yang dapat menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan stakeholder -nya. Pengklasifikasian stakeholder juga dilakukan oleh Wibisono (2007) yang membagi stakeholders menjadi sebagai berikut :

1. Stakeholders Internal dan stakeholders eksternal.

Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan organisasi. Misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham (shareholder). Sedangkan stakeholders eksternal adalah stakeholders yang berada di luar lingkungan organisasi, seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers, kelompok social responsible investor, licensing partner dan lain-lain.

2. Stakeholder primer, sekunder dan marjinal.

Perusahaan perlu menyusun skala prioritas karena tidak semua elemen dalam

stakeholders perlu diperhatikan. Stakeholder yang paling penting disebut

stakeholder primer, stakeholders yang kurang penting disebut stakeholder

sekunder dan yang biasa diabaikan disebut stakeholder marjinal. Urutan prioritas ini berbeda bagi setiap perusahaan meskipun produk atau jasanya sama. Urutan ini juga bisa berubah dari waktu ke waktu.

3. Stakeholder tradisional dan stakeholder masa depan. Karyawan dan konsumen dapat disebut sebagai stakeholder tradisional, karena saat ini sudah

berhubungan dengan organisasi. Sedangkan stakeholders masa depan adalah

stakeholders pada masa yang akan datang diperkirakan akan memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial.

4. Proponents, opponents, dan uncommitted.

Diantara stakeholders ada kelompok yang memihak organisasi (proponents), menentang organisasi (opponents) dan ada yang tidak peduli atau abai (uncommitted). Organisasi perlu mengenal stakeholders yang berbeda-beda ini agar dapat melihat permasalahan, menyusun rencana dan strategi untuk melakukan tindakan yang proposional.

3. Silent majority dan vokal minority.

Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan pertentangan atau dukungannya secara vokal (aktif) namun ada pula yang menyatakan secara

silent (pasif).

Menurut Hill (1996) dalam Wibisono (2007), contoh Stakeholders dalam pelayanan sosial meliputi negara, sektor pivat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat. Dalam kasus program CSR keseluruhan entitas tersebut terlibat secara bersama-sama. Sementara mereka memiliki kepentingan berbeda-beda yang satu dengan yang lain bisa saling berseberangan dan sangat mungkin merugikan pihak yang lain. Teori stakeholder adalah teori yang menggambarkan kepada pihak mana saja perusahaan harus bertanggung jawab.

Perusahaan harus menjaga hubungan dengan stakeholder-nya dengan mengakomodasi keinginan dan kebutuhan stakeholder-nya, terutama stakeholder

yang mempunyai kekuatan terhadap ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas produk perusahaan dan lain-lain (Chariri dan Ghozali, 2007). Salah satu strategi yang digunakan perusahaan untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder-nya adalah dengan pengungkapakan informasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). pengungkapan CSR diharapkan perusahaan mampu memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkan serta dapat menolong perusahaan agar mendapatkan dukungan dari para stakeholder yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pengungkapan informasi keuangan, sosial, dan lingkungan merupakan dialog antara perusahaan dengan

stakeholder-nya dengan cara menyediakan informasi mengenai aktivitas perusahaan yang dapat mengubah persepsi dan ekspektasi (Gray et al., 1995 dalam Michelon dan Parbonetti, 2010).

Dokumen terkait