• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.2 Teori Struktur Modal .1Teori MM .1Teori MM

Pada tahun 1958 Franco Modigliani dan Merton Miller menerbitkan tulisannya pada journal of finance, yang membahas struktur modal. Teori struktur modal yang dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller ini kemudian dikenal dengan nama “MM-Theory”. Teori ini mempunyai asumsi sebagai berikut :

a. Perusahaan dengan kelas yang sama mempunyai resiko bisnis yang dapat diukur dengan standar deviasi dari laba sebelum bunga dan pajak (SEBIT).

b. Investor mempunyai harapan yang sama atau homogeny terhadap laba dan resiko perusahaan serta memiliki ekspektasi yang sama terhadap EBIT di masa mendatang.

c. Surat hutang seperti obligasi dan penyertaan dalam bentuk saham diperdagangkan pada pasar yang sempurna (perfect capital market) dengan kriteria sebagai berikut :

1. Tidak adanya pajak pribadi dan pajak perusahaan.

2. Adanya informasi yang merata dan dapat diakses dengan tanpa biaya.

3. Tidak adanya biaya transaksi.

4. Adanya tingkat bunga pinjaman dan meminjamkan dalam jumlah yang sama besarnya, yaitu tingkat bunga bebas resiko (risk free rate).

5. Semua hutang perusahaan tidak mengandung resiko (risk free

rate), sehingga berapapun jumlah hutang perusahaan tingkat

bunga dari hutang tersebut sama.

6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang.

Tahun 1958 Franco Modigliani dan Merton Miller menyatakan pemikirannya bahwa dengan asumsi kondisi pasar sempurna (tidak ada pajak), struktur modal dari suatu perusahaan tidak mempengaruhi nilai perusahaan tersebut. Karena beberapa asumsi tersebut tidak realistik, maka pendapat Franco Modigliani dan Merton Miller hanya dipandang sebagai permulaan munculnya teori struktur modal.

2.1.2.2Teori Trade-Off

Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal

perusahaan merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut (Hartono, 2003). Esensi teori trade-off dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang

timbul sebagai akibat dari penggunaan hutang. Apabila lebih besar manfaat yang dirasakan, maka tambahan hutang masih diperbolehkan. Namun, ketika pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan.

Dapat disimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya pada sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaaan hutang justru menurunkan nilai perusahaan

(Hartono, 2003). Meskipun model teori trade-off tidak dapat menentukan

secara tepat struktur modal yang optimal, namun model tersebut memberikan kontribusi penting, yaitu :

1. Perusahaan yang memiliki aktiva yang tinggi, sebaiknya menggunakan sedikit hutang.

2. Perusahaan yang membayar pajak tinggi sebaiknya lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan perusahaan yang membayar pajak rendah (Hartono, 2003).

2.1.2.3Pecking Order theory

Teori ini pertama kali dikenal oleh Donaldson pada tahun 1961, sedangkan penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984. Teori ini disebut juga dengan pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai. Menurut Brealy and Myers (2007:25) secara ringkas teori tersebut menyatakan bahwa:

1. Perusahaan menyukai pendaan internal. Karena dana ini terkumpul tanpa mengirimkan sinyal balik yang dapat menurunkan harga saham.

2. Jika dana eksternal dibutuhkan, perusahaan menerbitkan utang lebih dahulu dan hanya menerbitkan ekuitas sebagai pilihan terakhir. Pecking order ini muncul karena penerbitan utang tidak terlalu diterjemahkan sebagai pertanda buruk oleh investor apabila dibandingkan dengan penerbitan ekuitas.

Pecking order theory menjelaskan mengapa

perusahaan-perusahaan yang profitable (menguntungkan) umumnya meminjam dana dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut bukan dikarenakan debt

ratio yang rendah, melainkan karena perusahaan memerlukan sumber

dana eksternal yang sedikit. Sedangkan perusahaan yang kurang

profitable cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena

sumber dana internal tidak cukup. Penggunaan dana eksternal dalam bentuk hutang lebih disukai daripada sumber dana internal berupa modal sendiri karena dua alasan, yaitu : pertama, pertimbangan biaya emisi dimana biaya emisi obligasi akan lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai keputusan yang buruk oleh para pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya ketidaksamaan informasi antara pihak manajemen dengan pihak pemodal (Suad Husnan, 2000) dalam Hapsari (2010:30).

2.1.2.4Agency Theory

Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976. Pendekatan ini menjelaskan bahwa struktur modal disusun sedemikian rupa untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan (Mamduh M. Hanafi, 2003) dalam Hapsari (2010:30). Manajemen sebagai pemilik perusahaan merupakan agen dari pemegang saham. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan imbalan dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dilakukan dengan cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan membutuhkan biaya yang disebut sebagai biaya agensi. Biaya agensi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk memastikan bahwa manajemen berperilaku dalam cara yang konsisten dengan kesepakatan kontraktual perusahaan dengan para kreditor serta pemegang saham (Van Horne dan Wachowicz, 2007:243).

Oleh karena itu, Agency theory adalah teori mengenai struktur kepemilikan perusahaan yang dikelola oleh manajer bukan pemilik yang pada kenyataannya bahwa manajer profesional bukanlah agen yang sempurna dari pemilik perusahaan. Para manajer perusahaan

belum tentu akan bertindak untuk kepentingan pemilik, tetapi bisa saja dalam pengambilan keputusan hanya untuk memaksimalkan kepuasan dirinya sendiri.

2.1.2.5Signaling Theory

Menurut Brigham dan Houston (2001:36) teori signal (isyarat) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target struktur modal yang normal. Sedangkan perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan cenderung menjual sahamnya, yang berarti mencari investor baru untuk berbagi kerugian. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram, karena apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun. Karena menerbitkan saham, berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.

Dalam keadaan normal, perusahaan harus mempertahankan adanya kapasitas cadangan untuk meminjam (reserve borrowing

capacity) yang dapat digunakan sewaktu-waktu apabila ada peluang

investasi yang baik. Dengan kata lain, dalam keadaan normal perusahaan harus menggunakan lebih banyak ekuitas dan lebih sedikit hutang.

2.1.2.6Asymetric Information Theory

Menurut Brigham dan Houston (2001) Asymetric Information (Ketidaksamaan informasi) adalah situasi dimana manajer memiliki perbedaan informasi (lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor. Hal ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada para pemodal. Apabila harga saham saat ini terlalu mahal, manajemen akan berfikir lebih baik menawarkan saham baru dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya. Para pemodal akan berfikir, jika perusahaan menawarkan saham baru, kemungkinan harga saham saat ini terlalu mahal sesuai persepsi pihak manajemen. Akibatnya para pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah.

Dokumen terkait