• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

2. Teori-Teori Belajar

Belajar bukanlah aktivitas reaktif mekanistis belaka, tapi juga ada pemahaman terhadap perangsang yang datang pada saat seseorang melakukan aktivitas belajar. Belajar tidak berlangsung seketika tetapi berproses pada hal-hal esensial sehingga aktivitas belajar itu akan menimbulkan makna yang berarti (meaningfull). Setiap individu mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya sehingga menyebabkan perubahan kualitatif dalam struktur kognitifnya. Informasi baru yang diperoleh disesuaikan dengan kognitif yang telah dimiliki sehingga terjadi proses asimilasi. Sebaliknya bila struktur kognitif yang dimiliki yang dimodifikasi dengan informasi yang baru dari luar maka terjadi proses akomodasi (Gino, dkk., 1996:10).

37 Menurut Lewin dalam Syaiful Sagala (2003:46) belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan yaitu dari struktur medan kognisi itu sendiri dan yang lainnya adalah dari kebutuhan dan motivasi internal individu. Fungsi motivasi dalam belajar adalah mendorong pebelajar untuk belajar, memberikan arah yang tepat untuk mencapai tujuan dan memilih atau meninggalkan perbuatan mana yang harus dilakukan sehingga pencapaian tujuan dapat direalisasikan. Motivasi merupakan unsur dinamis sebagai penggerak dalam pembelajaran (Gino, dkk., 1996:43).

Teori belajar konstruktivisme (contructivist theories of learning) menurut Slavin (1997:269) adalah teori yang berpandangan bahwa pebelajar sendiri yang harus menemukan dan mentransformasikan informasi komplek, mengecek informasi baru, kemudian membandingkan dengan aturan lama dan merevisi aturan itu apabila tidak sesuai lagi. Pendekatan mengajar yang searah dengan teori belajar konstruktivisme salah satunya adalah pembelajaran kooperatif. Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky. Keduanya berpandangan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsep yang telah dimiliki sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi baru. Keduanya juga menekankan adanya hakekat sosial dari belajar dan menyarankan penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggotanya beragam untuk mengupayakan perubahan konseptual (Sri Wardani, 2000:20).

38 a. Belajar menurut Piaget.

Jean Piaget, dalam Syaiful S (2005:24) berpendapat bahwa ada dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu 1) proses assimilation dimana dalam proses ini menyesuaikan atau mencocokkan informasi yang baru dengan apa yang telah ia ketahui dengan mengubahnya bila perlu; 2) proses accommodation yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik.

Ada tiga aspek perkembangan intelektual yang diteliti oleh Piaget yaitu 1) Struktur, yaitu ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan, mental, dan perkembangan berpikir logis anak. 2) Isi, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin dalam respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi dihadapinya. 3) Fungsi, yaitu cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi.

Menurut Piaget ada tida bentuk pengetahuan yaitu 1) pengetahuan fisik, merupakan pengetahuan tentang benda-benda yang ada diluar dan dapat diamati dalam kenyataan eksternal; 2) pengetahuan logika-matematik, terdiri atas hubungan-hubungan yang diciptakan subyek dan diintroduksikan pada obyek-obyek; 3) pengetahuan sosial, didasarkan pada perjanjian sosial, suatu perjanjian atau kebiasaan yang dibuat manusia. Pengetahuan sosial dapat dipindahkan dari pikiran pembelajar ke pebelajar, sedangkan pengetahuan fisik dan logika matematik harus dibangun sendiri oleh anak.

39 Berk dalam Slavin (1997: 44-45) menyimpulkan implikasi utama dari teori Piaget dalam pengajaran yaitu 1) pengajaran hendaknya berfokus pada proses berpikir pebelajar, tidak hanya pada hasilnya; 2) mengutamakan inisiatif pribadi dan keterlibatan aktif pebelajar dalam kegiatan belajar; 3) tidak menekankan pada praktek yang bertujuan untuk membuat pebelajar berpikir seperti orang dewasa; 4) menerima adanya perbedaan individu dalam perkembangan kognitif pebelajar.

b. Belajar menurut Vygotsky.

Teori Vygotsky merupakan salah satu teori dalam psikologi perkembangan dimana ditekankan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Teori ini mengatakan bahwa pebelajar belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam daerah perkembangan terdekat atau zone of proximal development pebelajar. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini (tingkat pengetahuan awal/ prasarat). Apabila tingkat pengetahuan prasarat ini telah dikuasai maka kemungkinan sekali akan terjadi pembelajaran bermakna (Elok S, 2003 :20).

Teori Vygotsky (Sri wardani, 2000:8) didasarkan pada dua kunci penting yaitu 1) perkembangan intelektual dapat dipahami hanya dalam konteks pengalaman pebelajar secara histori dan budaya; 2) perkembangan intelektual tergantung pada sistem sinyal (sign system) yang muncul pada pebelajar. Sistem sinyal adalah simbol-simbol yang dibuat untuk membantu orang berpikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah.

40 Slavin (1997: 270-271) berpendapat ada empat ide penting kegiatan pembelajaran dari teori Vygotsky yaitu :

1) Pembelajaran sosial (Social Learning).

Pebelajar belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Pada pembelajaran kooperatif pebelajar dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya, pebelajar yang kurang mampu akan belajar tentang jalan pikiran pebelajar yang lebih mampu dalam memecahkan masalah.

2) Zona perkembangan terdekat (Zona of Proximal Development).

Kondisi terbaik pebelajar dalam mempelajari konsep apabila konsep itu dalam zona perkembangan kognitif terdekat. Tugas dalam zona perkembangan terdekat adalah tugas yang tidak dapat dikerjakan sendiri oleh pebelajar tapi tugas itu dapat diselesaikan bila dibantu orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

3) Pemagangan kognitif (cognitive Apprenticeship).

Adalah suatu proses agar pebelajar secara bertahap memperoleh keahlian melalui interaksi dengan seorang pakar. Pakar ini dapat orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu menguasai permasalahan. Pebelajar dilibatkan dalam kelompok pembelajaran kooperatif yang heterogen.

4) Scaffolding.

Adalah memberikan bantuan yang besar kepada seorang pebelajar pada tahap awal pembelajaran dan selanjutnya secara bertahap mengurangi

41 bantuan itu sehingga pebelajar dapat mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya.

Ada dua implikasi utama dari teori Vygotsky yaitu 1) keinginan untuk mengadakan tatanan pembelajaran kooperatif pada kelompok pebelajar dengan tingkat kemampuan yang berbeda; 2) penekanan pengajaran pada scaffolding sehingga semakin lama pebelajar akan semakin besar mengambil alih tanggung jawab untuk pembelajarannya sendiri (Sri Wardani, 2000:10).

Piaget dan Vygotsky keduanya menekankan adanya hakekat sosial atau interaksi sosial di dalam belajar. Keduanya menyarankan penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok-kelompok yang beragam guna mengupayakan perubahan konseptual. Dengan kelompok belajar yang beragam kemampuan anggotanya, pebelajar yang kurang menguasai materi prasyarat diharapkan akan lebih cepat mendapatkan bantuan dari temannya yang lebih mampu. Sementara itu di dalam pembelajaran klasikal kemungkinan pebelajar mendapat bantuan tidak semudah pembelajaraan kooperatif ini.

Dokumen terkait