• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setiap hukum tujuannya adalah untuk mewujudkan keadilan. Demikian pula dengan hukum cyber. Terdapat beberapa teori untuk memberikan dasar hukum kepada

19 Ibid,

37 negara dalam kejahatan cyber ini salah satunya di dalam kejahatan carding. Adapun teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :20

1. The Theory of the Uploader and the Downloader

Berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya, kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk uploading kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya untuk downloading kegiatan perjudian tersebut..

2. Teori Individualisasi

Barda Nawawi berpendapat, individualisasi pemidanaan dibangun berdasarkan ide keseimbangan dalam pemidanaan, yaitu mencakup 4 hal sebagai berikut :.

a. Keseimbangan monodualistik antara kepentingan umum atau masyarakat dengan kepentingan individu atau perorangan. Dalam ide keseimbangan tersebut, kepentingan umum dan kepentingan individu tersebut tercakup ide perlindungan/kepentingan korban, dan ide individualisasi pemidanaan..

b. Keseimbangan antara unsur objektif (yaitu perbuatan atau lahiriah) dengan unsur subjektif (batiniah atau sikap batin), dan ide daatdaader strafrecht..

20Barda Nawawi Arief, 2006, Tindak Pidana Mayantara dan Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, hal 80.

38 c. Keseimbangan antara kriteria formil dan materiil.

d. Keseimbangan antara kepastian hukum dengan kelenturan atau elastisitas atau fleksibilitas dan keadilan..21

Selain ke-empat unsur tersebut, dalam laporan akhir panitia terpadu penyusunan RUU tentang KUHP tahun 2004 Indonesia, menjelaskan bahwa keseimbangan nilai-nilai nasional dan nilai-nilai global, international, atau universal perlu digunakan sebagai dasar pelaksanaan konsep individualisasi pemidanaan.

3. Teori Intergratif

Teori hukum integratif merupakan suatu teori hukum yang diperkenalkan oleh Prof. Romli Atmasasmita di dalam bukunya yang berjudul “Teori Hukum Intergratif” yang pada dasarnya merupakan rekonstruksi terhadap teori hukum pembangunan oleh Mochtar Kusumaatmadja dan teori hukum progressif oleh Satjipto Rahardjo dihubungkan dengan kondisi pembentukan hukum dan penegakan hukum di Indonesia di era globalisasi.22

Selanjutnya di dalam penjelasan teori integratif tersebut Prof. Romli Atmasasmita menyatakan bahwa hukum juga sepatutnya dan harus dilihat sebagai sistem nilai ( value system of norms) selain dipandang sebagai sistem norma

21Barda Nawawi Arief, op,cit, 1998, p,102

22 Romli Atmasasmita, 2012, Memahami Teori Integratif, Jurnal Legalitas Edisi Desember 2012 Volume III Nomor 2

39 dinamis (dynamic system of norms) oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja, dan sistem perilaku (behavior system of norms) oleh Prof. Satjipto Rahardjo. Jika dihubungkan dengan pembedaan antara desrciptive legal theory dan normative legar theory maka teori hukum integratif termasuk kepada teori hukum yang kedua.

Teori hukum deskriptif berusaha menjelaskan apa itu hukum, mengapa, dan konsekuensinya. Teori hukum normatif, berkaitan dengan apa yang seharusnya menjadi hukum. Teori hukum dekriptif adalah tentang fakta, sedangkan teori hukum normatif adalah tentang nilai-nilai; teori-teori hukum normatif cenderung mau tidak mau dikaitkan dengan teori moral atau politik. Sekalipun demikian tidak ada perbedaan yang jelas antara kedua teori hukum tersebut karena sering terjadi teori legal yang normatif dilandaskan pada teori hukum deskriptif (Raymond Wacks, Introduction).23

4. Teori Perbandingan Hukum

Terdapat berbagai istilah asing mengenai perbandingan hukum ini, antara lain:

Comparative Law, Comparative Jurisprudence, Foreign Law (istilah Inggris);

Droit Compare (istilah Perancis); Rechtsvergelijing (istilah Belanda); dan Rechtsvergleichung (istilah Jerman). Di dalam Black’s Law Dictionary dikemukakan, bahwa Comparative Jurisprudence adalah suatu studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hukum dengan melakukan perbandingan sebagai macam

23 .ibid

40 sistem hukum. Perbandingan hukum adalah suatu studi atau kajian perbandingan mengenai konsepsi-konsepsi intelektual (intellectual conceptions) yang ada di balik institusi/lembaga hukum yang pokok dari satu atau beberapa sistem hukum asing.24

a. Metode Perbandingan Hukum

Rudolf D. Schlessinger mengemukakan antara lain25:

- Comparative Law merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu.

- Comparative Law bukanlah suatu perangkat peraturan dan asas-asas hukum, bukan suatu cabang hukum

- Comparatie Law adalah teknik atau cara menggarap unsur hukum asing yang aktual dalam suatu masalah hukum.

Perbandingan hukum sebagai suatu metode mengandung arti, bahwa ia merupakan suatu cara pendekatan untuk lebih memahami suatu objek atau masalah yang diteliti.

Ada beberapa model atau paradigma tertentu mengenai penerapan metode perbandingan hukum menurut Prof. Dr. Soerjono Soekanto26, antara lain:

- Constantinesco

24 Barda Nawawi, 2011, Perbandingan Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 4

25 Rudolf D. Schlessinger, 1959, Comparative Law

26 Ibid. hal. 10

41 Ia mempelajari proses perbandingan hukum dalam tiga fase yaitu:

a. Fase pertama:

 Mempelajari konsep-konsep (yang diperbandingkan) dan menerangkanya menurut sumber aslinya.

 Mempelajari konsep-konsep itu di dalam kompleskitas dan

totalitas dari sumber-sumber hukum dengan pertimbangan yang sungguh-sungguh, yaitu dengan melihat hierarki sumber hukum itu dan menafsirkanya dengan menggunakan metode yang tepat atau sseuai dengan tata hukum yang bersangkutan.

b. Fase kedua:

 Memahami konsep-konsep yang diperbandingkan, yang

berarti, mengintegrasikan konsp-konsep itu ke dalam tata hukum mereka sendiri, dengan memahami pengaruh-pengaruh yang dilakukan terhadap konsep-konsep itu dengan menentukan unsur-unsur dari sistem dan faktor di luar hukum, serta mempelajari sumber-sumber sosial dari hukum positif.

c. Fase ketiga:

 Melakukan penjajaran (menempatkan secara berdampingan) konsep-konsep itu untuk diperbandingkan.

42

 Fase ketiga ini merupakan fase yang agak susah dimana

metode-metode perbandingan hukum yang sesungguhnya digunakan. Metode-metode ini ialah melakukan deskripsi, analisis, dan eksplanasi yang harus memenuhi kriteria:

bersifat kritis, sistematis, dan membuat generalisasi dan harus cukup luas meliputi pengidentifikasian hubungan-hubungan dan sebab-sebab dari hubungan-hubungan-hubungan-hubungan itu.

- Schmidlin

Ia mengemukakan tiga pendekatan, yaitu:

a. Analisis menurut hukum (legal analysis) b. Analisis menurut morfologi-struktural

c. Analisis yang bersifat evolusi-historis dan fungsional - Kamba

Dengan menitikberatkan bahwa penjelasan tentang perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan merupakan sesuatu yang seharusnya ada pada perbandingan hukum, ia juga membicarakan tifa fase: deskripsi, analisis, dan eksplanasi. Ia menekankan juga pendekatan fungsional dan pendekatan pemecahan masalah sebagai sesuatu yang diperlukan bagi perbandingan lintas budaya.

Dokumen terkait