• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

6. Teori Tindakan Rasional dalam Memilih Pekerjaan

Dalam sosiologi terdapat beberapa paradigma. Paradigma adalah suatu pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan ( Ritzer, 2004: 7). Dalam bukunya, Ritzer menjelaskan ada tiga macam paradigma sosiologi yaitu paradigma fakta sosial, paradigma defenisi sosial dan paradigma perilaku sosial.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi sosial. Salah satu seorang tokoh adalah Max Weber. Weber secara definitif merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha menafsirkan dan memahami tindakan sosial serta hubungan sosial untuk sampai pada penjelasan kausal. Dalam definisi ini terkandung dua konsep dasarnya. Pertama konsep tindakan sosial dan yang kedua tentang penafsiran dan pemahaman. Max Weber menganjurkan bahwa dalam mempelajari tindakan sosial ittu, sebaiknya menggunakan penafsiran tindakan seseorang atau aktor harus dapat mencoba menginterpretasikannya. Dalam arti harus memahami motif tindakan dari si aktor melalui kesungguhan dan mencoba mengenangkan serta menyelami pengalaman si aktor, (Ritzer, 2004: 38 – 42).

Atas dasar rasionalitas sosial, Weber membedakan dalam ke dalam empat tipe. Semakin rasional tindakan itu, semakin mudah dipahami, yaitu sebagai berikut :

a) Zwerkrational action

Yaitu tindakan sosial. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik untuk mencapai tujuannya, tetapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dalam Zwerkrational tidak absolut. Ia dapat juga menjadi cara dan tujuan lain berikutnya. Bila aktor berlaku dengan cara yang paling rasional, maka mudah memahami tindakannya itu.

b) Werkrational action

Dalam tindakan tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilih itu merupakan cara yang paling tepat atau lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Dalam tindakan ini memang antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan. Tipe kedua ini masih rasional meskipun tidak serasional tipe yang pertama. Karena itu dapat dipertanggungjawabkan untuk dipahami. Tindakan rasional ini yaitu tindakan yang penuh pertimbangan dan dibarengi oleh berbagai alasan yang sangat mungkin mendukungnya mencapai tujuan.

c) Affectual action

Tindakan yang dibuat-buat. Tindakan ini dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan sukar di pahami, karena kurang atau tidak rasional.

d) Ttraditional action

Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu saja.

Dalam penelitian ini, selain menggunakan teori tindakan rasional dari Weber, juga menggunakan teori Aksi. Teori Aksi ini dikembangkan oleh Talcott Parsons, di mana dalam hal ini ia memilih istilah action dan behavior, karena menurutnya memiliki konotasi yang berbeda. Behavior secara tidak langsung menyatakan kesesuaian secara mekanik antara perilaku (respon) dengan rangsangan (stimulus). Sedangkan istilah action

menyatakan secara tidak langsung suatu aktivitas. Kreativitas dan proses penghayatan diri individu. Menurutnya, suatu teori yang menghilangkan sifat-sifat humanisme dan mengabaikan sifat-sifat subyektif tindakan manusia tidak termasuk ke dalam teori aksi.

Inti pemikiran Parsons adalah bahwa (1). Tindakan itu diarahkan pada tujuannya (memiliki suatu tujuan). (2). Tindakan terjadi dalam situasi dimana elemennya sudah pasti, sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh yang bertindak sebagai alat menuju tujuan itu, dan (3). Secara normatif tindakan itu diatur sehubungan dengan penentuan alat dan tujuan (Johson, 1990:106)

Parsons sebagai salah satu penganut Weber, pada awal ketertarikannya pada sosiologi mengembangkan teori Aksi yang dikalangan ahli sosiologi mendapat perhatian yang luas. Parsons menyusun unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Adanya individu selaku aktor.

2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu.

3. Aktor mempunyai alternatif, cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuannya. 4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi yang situasional yang dapat

membetasi tindakannya dalam mencapai tujuan.

5. Aktor berada di bawah kendala nilai-nilai dasar, norma-norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan. (Ritzer, 2004 : 45-49).

Aktor mengejar tujuan di dalam situasi di mana norma-norma mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan arah untuk mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihan terhadap cara atau alat, tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan inilah yang disebut Parsons sebagai voluntarism. Singkatnya voluntarism adalah kemampuan individu untuk melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuannya. Aktor merupakan pelaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemauan menilai dan memilih alternatif suatu kerangka acuan bersama secara luas di mana aspek-aspek subyektif perilaku dapat dinilai secara obyektif.

Selain teori tindakan rasional ada juga teori pilihan rasional. Meski dipengaruhi perkembangan teori pertukaran, teori pilihan rasional umumnya berada di pinggiran aliran utama teori sosiologi. Melalui upaya James S. Coleman, teori ini menjadi salah satu teori “hebat” dalam sosiologi masa kini. Dikatakan demikian karena tahun 1989 Coleman mandirikan jurnal Rationality and Society yang bertujuan menyebarkan pemikiran yang berasal dari perspektif pilihan rasional. Dalam teori pilihan rasional ini

Coleman menyebutkan “paradigma tindakan rasional” adalah satu-satunya teori yang mungkin menghasilkan integrasi berbagai paradigma sosiologi.

Teori pilihan rasional Coleman tampak jelas dalam gagasan dasarnya bahwa “tindakan perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu serta tindakan ditentukan oleh nilai atau pilihan”. Tetapi, Coleman selanjutnya menyatakan bahwa untuk maksud yang sangat teoritis, ia memerlukan konsep yang lebih tepat mengenai aktor rasional yang berasal dari ilmu ekonomi yang melihat aktor memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka. Ada dua unsur utama dalam teori Coleman, yakni aktor dan sumber daya. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh aktor. Coleman menjelaskan interaksi antara aktor dan sumber daya secara rinci menuju ke tingkat sistem sosial :

Basis minimal untuk sistem sosial tindakan adalah dua orang aktor, masing-masing mengendalikan sumber daya yang menarik perhatian pihak yang lain. Perhatian satu orang terhadap sunber daya yang dikendalikan orang lain itulah yang menyebabkan keduanya terlibat dalam tindakan saling membutuhkan...terlibat dalam sistem tindakan... Selaku aktor yang mempunyai tujuan, masing-masing bertujuan untuk memaksimalkan perwujudan kepentingannya yang memberikan ciri saling tergantung atau ciri sistemik terhadap tindakan mereka.(Coleman, 2008:29)

Oleh karena itu peneliti dalam mengkaji masalah tentang para pemuda desa Sidoleren yang lebih memilih bekerja di sektor industri menggunakan teori tindakan rasional, karena teori ini dianggap relevan dan sesuai dengan masalah yang tengah ada. Dalam teori ini dijelaskan bahwa setiap orang dalam melakukan tindakan pasti mengarah kepada suatu tujuan yang telah ditentukan oleh nilai atau pilihan yang benar-benar rasional.

Para pemuda desa yang akan bekerja ini terlebih dahulu berpikir secara rasional untuk mempertimbangkan pilihan pekerjaan. Dalam mempertimbangkan pilihan ini mereka sudah tentu mempunyai tujuan yang berguna bagi kelangsungan hidup si pemuda sebagai pelaku kegiatan, yang pada akhirnya lebih memilih ke sektor industri.