• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.6. Teori yang Membahas Penggunaan Rasio

Berkaitan dengan penelitian ini, tentu saja rasio keuangan merupakan data-data historis yang digunakan untuk memprediksi perubahan laba di masa datang dan juga mempengaruhi harga saham, yang mana keadaan keuangan yang likuid, sovable, dan profitabilitas yang baik menunjukkan semakin baiknya kinerja perusahaan dan menarik bagi pihak eksteren seperti investor dan kreditor (Munawir, 2002:31-32).

Analisis rasio keuangan dapat membantu para pelaku bisnis, pihak pemerintah, dan para pemakai laporan keuangan lainnya dalam menilai kondisi keuangan suatu perusahaan. Rasio keuangan digunakan oleh pengambilan keputusan berbeda-beda, seperti halnya keputusan-keputusan yang mereka ambil. Sejumlah studi telah membahas kegunaan berbagai rasio keuangan yang digunakan sebagai pembanding untuk membandingkan kinerja Davidson dkk (1988) dan Lere (1991). Kinerja laba dapat ditingkatkan dengan tindakan seperti pendesainan ulang,

perubahan harga, pengurangan biaya (cost reduction), dan mengubah

kombinasi produk (Mowen, 2000:83). Menurut Kotler (2002:278), strategi pengurangan biaya manufaktur adalah mempertahankan biaya manufaktur

yang lebih rendah daripada pesainganya melalui pembelian yang lebih efisien, biaya buruh yang murah, dan peralatan produksi yang lebih modern.

2.2.7. Hubungan Antara Variabel Independen terhadap Variabel Dependen 2.2.7.1. Hubungan Return On Asset (ROA) terhadap Pertumbuhan Laba

Menurut Triono (2007), ROA mencerminkan kemampuan manajemen dalam mengelola asset untuk menghasilkan return yang baik atau menggambarkan kemampuan asset dalam menghasilkan perubahan laba. Asset terdiri dari 2 yaitu: asset produktif dan aset tidak produktif, bila yang dominan aset produktif maka perubahan laba akan tinggi namun bila yang dominan aset tidak produktif, perubahan laba akan rendah. Sedangkan kualitas aset produkti terbagi 2 yaitu: aset lancar dan aset bermasalah. Bila yang dominan aset lancar maka perubahan laba akan tinggi namun bila yang dominan aset bermasalah maka perubahan laba akan rendah.

Dapat disimpulkan bahwa semakin baik manajemen mengelolah asset maka semakin baik return yang dihasilkan atau semakin baik pertumbuhan laba yang dihasilkan.

2.2.7.2. Hubungan Return On Equity (ROE) terhadap Pertumbuhan Laba

Menurut Purnawati (2005), rasio return on equity dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari perspektif pemegang saham biasa. Imbalan bagi para pemegang saham biasa adalah laba bersih perusahaan. Rasio ini menunjukkan seberapa banyak rupiah

yang diperoleh dari laba bersih untuk setiap rupiah yang diinvestasikan oleh para pemegang saham (pemilik perusahaan). Rasio ini dapat dihitung dengan membagi laba bersih dengan modal pemegang saham (Henry Simamora, 2000). Kemampuan perusahaan dalam menentukan jenis investasi yang tepat juga dapat berpengaruh terhadap besarnya laba yang diperoleh. Pengaruh rasio return on equity terhadap perubahan laba bersih perusahaan adalah semakin tinggi nilai rasio ini maka semakin tinggi pula tingkat laba yang dihasilkan karena penambahan modal kerja dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan yang akhirnya dapat menghasilkan laba (Agus Endro Suwarno, 2004). Bambang Suhardito dan Irot (2000) menguji kemampuan rasio return on equity (ROE) untuk memprediksi perubahan laba emiten dan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Surabaya (BES) dari tahun 1995-1998.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio return on equity mempunyai kemampuan yang signifikan dalam memprediksi perubahan laba yang akan datang.

Jadi kesimpulan dari hasil penelitian-penelitian terdahulu bahwa semakin tinggi nilai rasio ROE maka semakin tinggi tingkat laba yang akan diperoleh, karena penambahan modal dari investor dapat digunakan untuk membiayai operasional perusahaan dan akhirnya menghasilkan laba.

Dapat disimpulkan bahwa kemampuan dari modal yang diinvestasikan, penggunaan dan pengelolahan aktiva yang baik akan dapat menghasilkan pertumbuhan laba yang baik pula. ROI yang tinggi akan menghasilkan laba yang tinggi, sebaliknya ROI yang rendah akan menghasilkan pertumbuhan laba yang menurun.

2.2.7.3. Hubungan Net Profit Margin (NPM) terhadap Pertumbuhan Laba

Menurut Hapsari (2007), NPM termasuk salah satu rasio profitabilitas. NPM menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan bersihnya terhadap total penjualan bersihnya (Riyanto, 1995). NPM yang semakin besar menunjukkan bahwa semakin besar laba bersih yang diperoleh perusahaan dari kegiatan penjualan. Dengan laba bersih yang besar, bertambah luas kesempatan bagi perusahaan untuk memperbesar modal usahanya tanpa melalui hutang- hutang baru, sehingga pendapatan yang diperoleh menjadi meningkat (Reksoprayitno, 1991). Hal ini didukung oleh Mahfoedz (1994), Asyik dan Soelistyo (2000) serta Suwarno (2004) yang dalam penelitiannya menunjukkan bahwa NPM berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan.

Dapat disimpulkan bahwa semakin besar NPM menghasilkan pendapatan bersihnya dari kegiatan penjualan maka semakin besar laba bersih yang diperoleh perusahaan.

2.2.7.4. Hubungan Inventory Turn Over (ITO) terhadap Pertumbuhan Laba

Menurut Purnawati (2005), rasio perputaran persediaan dapat digunakan untuk mengukur berapa kali rata-rata persediaan terjual selama satu periode tertentu. Semakin cepat persediaan tersebut terjual maka semakin cepat perusahan menciptakan piutang dagang dan menagih kasnya. Rasio ini menunjukkan seberapa efektif perusahaan dalam kegiatan usahanya, jumlah investasi yang ada dalam persediaanya dan siklus operasi untuk mengisi kasnya kembali. Rasio ini dapat dihitung dengan membagi biaya pokok penjualan dengan persediaan (Henry Simamora, 2000). Penilaian terhadap kemampuan persediaan untuk dikonversikan menjadi kas melalui penjualan dapat dijadikan sebagai indikator tentang seberapa besar profit margin yang dapat direalisasikan di kemudian hari karena persediaan disajikan didalam neraca berdasar biaya yang paling rendah diantara biaya pokok dan biaya pasarnya (Harnanto, 1984). Rasio inventory turn over juga dapat digunakan untuk menilai kualitas dan likuiditas persediaan untuk dikonversikan menjadi kas agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Persediaan merupakan salah satu unsur modal kerja (working capital). Perputaran persediaan yang semakin cepat akan mengakibatkan kenaikan pendapatan dan dapat meningkatkan laba bersih perusahaan di masa yang akan datang (Agus Endro Suwarno, 2004).

Penelitian dengan menggunakan rasio Inventory Turn Over (ITO) untuk memprediksi perubahan laba yang akan datang telah dilakukan oleh Nur Fadjrih Asyik dan Soelistyo (2000) dan Roma Uly Juliana dan Sulardi (2003) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio

inventory turn over tidak mempunyai kemampuan yang signifikan dalam memprediksi perubahan laba yang akan datang, tetapi rasio tersebut mempunyai hubungan yang positif dengan perubahan laba.

Dapat disimpulkan bahwa Semakin cepat persediaan terjual maka semakin cepat perusahan menciptakan piutang dagang dan menagih kasnya. Perputaran persediaan yang semakin cepat akan mengakibatkan kenaikan pendapatan dan dapat meningkatkan laba bersih perusahaan di masa yang akan datang.

Dokumen terkait