FRAKTUR PADA TULANG PANJANG EKSTREMITAS BAWAH
B. Terapi operatif
37 - Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup
ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur diafisis.
- Fiksasi eksternal terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat. 1
Gambar Gambar
Comminuted mid-femoral shaft fracture Femoral shaft fracture postinternal fixation.
Fraktur Distal Femur1
Supracondylar Nondisplaced Displaced Impacted Continuited Condylar Intercondylar
38 4.2 Fraktur Tibia dan Fibula1,3
Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis atau persendian pergelangan kaki.
Fraktur Kondilus Tibia
Fraktur kondilus tibia lebih sering mengenai kondilus lateralis daripada medialis serta fraktur pada kedua kondilus
- Mekanisme trauma
Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya abduksi tibia terhadap femur dimana kaki terfiksasi pada dasar, misalnya trauma sewaktu mengendarai mobil
- Klasifikasi Sederhana (Adam) 1. Fraktur kompresi komunitif 2. Tipe depresi plateau
3. Fraktur oblik
- Klasifikasi kompleks (Rockwod) 1. Fraktur yang tidak bergeser 2. Kompresi lokal
3. Kompresi split
4. Depresi total kondiler 5. Fraktur aplit
6. Fraktur komunitif
Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4mm, sedangkan yang bergeser apabila depresi melebihi 4mm
39 - Gambaran Klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri serta hemartosi. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut.
- Pemeriksaan radiologis
Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur, tetapi kadang-kadang diperlukan pula foto oblik dan pemeriksaan laminagram. - Pengobatan
1. Konservatif
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4mm dapat dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain:
- Verban elastis - Traksi
- Gips sirkuler
Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak menahan beban dan segera mobilisasi pada sendi lutus agar tidak terjadi kekauan sendi 2. Operatif
Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi mengangkat bagian depresi dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian fragmen terhadap tibia.
- Komplikasi
1. Genu valgium ; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik 2. Kekakuan lutut ; terjadi karena tidak dilakukan latihan lebih awal
3. Osteoartritis ; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi sehingga bersifat ireguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut
40
Fraktur Kondilus Medialis
Sama seperti fraktur kondilus lateralis tetapi lebih jarang ditemukan
Fraktur Diafisis Tibia dan atau Fibula
Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja.
- Mekanisme trauma
Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal sedangkan fraktur fibula pada batas 1/3 bagian tengah dengan 1/3 bagian proksimal, sehingga fraktur tidak terjadi pada ketinggian yang sama. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas.
- Gambaran klinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan penonjolan tulang keluar kulut
- Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokasi fraktur, jenis fraktur, apakah fraktur pada tibia dan fibula atau hanya pada tibia saja atau fibula saja. Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat segmental.
- Pengobatan 1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk imobilisasi, dipasang sampai di atas lutut.
41 Prinsip reposisi:
o Fraktur tertutup
o Ada kontak 70% atau lebih o Tidak ada angulasi
o Tidak ada rotasi
Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral imobilisasi dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada tendo
patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan mereda atau telah terjadi union secara fibrosa.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada: o Fraktur terbuka
o Kegagalan dalam terapi konservatif o Fraktur tidak stabil
o Adanya malunion
Metode pengobatan operatif: o Pemasangan plate and screw o Nail intermeduker
o Pemasangan screw semata-mata o Pemasangan fiksasi eksterna
- Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:
o Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terbuka kerusakan jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
o Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)
Komplikasi 1. Infeksi
42 3. Malunion
4. Kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartemen anterior) 5. Trauma saraf terutama pada nervous peroneal komunis
6. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan ini biasanya disebabkan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.
Fraktur Tibia Semata-mata atau Fibula Semata-mata
Fraktur tibia dan fibula semata-mata perlu diwaspadai sebab sering mengganggu terjadinya union hingga diperlukan osteotomi pada salah satu tulang.
43 BAB V
KESIMPULAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial.
Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress berulang; (3) fraktur patologis.
Diagnosis fraktur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir dimana nyeri tersebut bertambah bila digerakkan, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain. Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan adanya syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen, dan faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis. Pada pemeriksaan lokal dilakukan inspeksi (Look), palpasi (Feel), pergerakan (Move), pemeriksaan neurologis , dan dilakukan pemeriksaan radiologis.
Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur yaitu First, do no harm, tatalaksana dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat, pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang spesifik yakni untuk mengurangi rasa nyeri, untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur, untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union), untuk mengembalikan fungsi secara optimal, mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual. Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu : Recognition, Reduction, Retention, dan Rehabilitation.
44 DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
2. Chapman MW. Chapman’s orthopaedic surgery. 3rd ed. Boston: Lippincott Williams&wilkins; 2001. p 756-804.
3. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009. p. 325-6; 355-420.
4. Konowalchuk BK, editor. Tibia shaft fractures [online]. 2012. [cited 2012 Feb 28]. Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/1249984
5. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. p. 436-8.
6. Universitas sumatera utara. Fraktur. Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33107/5/Chapter%20I.pdf. Accessed on January 4th, 2014.
7. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging. 4th Edition. United States: Mosby Elsevier; 2007. 8. Holmes, Erskin J., A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University; 2004. 9. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Jakarta : Penerbit