• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.9. Terapi

Karena sirosis hati yang melatar belakanginya serta tingginya kekerapan multi-nodularis, resektabilitas HC C sangat rendah. Di samping itu kanker ini juga sering kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif. Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan hepati k. Untuk menilai status k linis, sistem skor Child-pugh

menunjukkan estimasi yang akurat mengenai kesintasan pasien. Mengenai terapi HCC menemukan sejumlah kesulitan karena terbatasnya penelitian dengan kontrol yang membandingkan efikasi terapi bedah atau terapi ablative lokoregion al, di samping besarnya heterogenitas kesintasan kelompok kontrol pada berbagai penelitian individual (Husodo, 2009).

2.9.1. Reseksi Hepatik

Untuk pasien dalam kelompok non -sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi he patik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Parameter yang dapat digunakan untuk seleksi adalah skor Child-Pugh dan derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja. Subjek dengan bilirubin normal tanpa

hipertensi portal yang bermakna, harapan hidup 5 tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastasis ekstrahepatik HCC difus atau multifocal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi (Husodo, 2009).

2.9.2. Transplantasi Hati

Bagi pasien HCC dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Dilaporkan survival analisis 3 tahun mencapai 80% bahkan dengan perbaikan seleksi pasien dan terapi perioperatif dengan obat antiviral seperti lamivudin, ribavirin dan interferon dapat dicapai survival analisis 5 tahun 92%. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor bahkan mungkin diperkuat oleh obat anti rejeksi yang harus diberikan. Tumor yang berdiameter kurang dari 3cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5cm (Husodo, 2009) .

2.9.3. Ablasi Tumor Perkutan

Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor kecil karena efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan fibrosis. Untuk tumor (diameter <5cm). PEI bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil namun resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis hati non -child A.

Radiofrequency ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang l ebih tinggi daripada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain itu, RFA lebih mahal dan efek sampingnya lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan PEI.

Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik

(polyprenoic acid) selama 12 bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan ke-38 secara bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo

(kelompok plasebo 49%, kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%) (Husodo, 2009).

2.9.4. Terapi Paliatif

Sebagian besar pasien HCC di diagnosis pada stadium menengah -lanjut

(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisi, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial embolization/chemo embolization) saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi ha tinya cukup baik(Child-Pugh) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vascular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat (Husodo, 2009).

Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiesterogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang pasti (Husodo, 2009).

2.10. Prognosis

Pada umumnya prognosis karsinoma h epatoseluler adalah jelek. Tanpa pengobatan kematian rata -rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul keluhan pertama. Dengan pengobatan, hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11 - 12 bulan. Bila karsinoma h epatoseluler dapat dideteksi secara dini, usaha -usaha pengobatan seperti pembedahan dapat segera dilakukan misalnya dengan cara sub - segmenektomi, maka masa hidup penderita dapat menjadi lebih panjang lagi.

Sebaliknya, penderita karsinoma h epatoseluler fase lanjut mempunyai masa hidup yang lebih singkat. Kematian umumnya disebabkan oleh karena koma hepatik, hematemesis dan melena, syok yang sebelumnya didahului dengan rasa sakit hebat

karena pecahnya karsinoma hepatoseluler. Oleh karena itu langkah -langkah terhadap pencegahan karsinoma h epatoseluler haruslah dilakukan. Pencegahan yang paling utama adalah menghindarkan infeksi terhadap HBV dan HCV serta menghindari konsumsi alkohol untuk mencegah terjadinya sirosis (Siregar.A.Gontar, 2011).

2.11. Pencegahan

2.11.1. Pencegahan Primordial

Pencegahan yang dilakukan untu k mengindari kemunculan keterpaparan dari gaya hidup yang berkontribusi meningkatkan risiko penyakit, dilakukan dengan:

a. Mengkonsumsi buah dan sayur yang mengandung vitamin, beta karoten, mineral, dan tinggi serat yang dapat menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.

b. Kurangi makanan yang mengandung lemak tinggi.

c. Kurangi makanan yang dibakar, diasinkan, diasap, diawetkan dengan nitrit.

d. Pengontrolan berat badan, diet seimbang dan olahraga. e. Hindari stres.

f. Menjaga lingkungan yang sehat dan bersih sehingga terhindar dari penyakit menular (Elisabet.S, 2009).

2.11.2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah langka yang harus dilakukan untuk menghindari insidens penyakit dengan mengendalikan penyakit dan faktor risiko.

a. Memperhatikan menu makanan terutama mengkonsumsi protein hewani cukup.

b. Hindari mengkonsumsi minuman alkohol

c. Mencegah penularan virus hepatitis, imunisasi bayi secara rutin menjadi strategi utama untuk pencegahan infeksi VB H dan dapat memutuskan rantai penularan (Elisabet.S, 2009).

2.11.3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah pengobatan penderita dan mengurangi akibat - akibat yang serius dari penyakit melalui diagnosa dini dan pemberian pengobatan. Hepatoma sering ditemukan pada stadium lanjut maka perlu dilakukan pengamatan berlaku pada kelompok penderita yang kemungkinan besar akan menderita hepatoma dengan pemeriksaan USG dan AFP (Elisabet.S, 2009).

Dokumen terkait