• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terasa Asin? Sasanasena Seng Hansen

Tahukah teman-teman semua asal usul mengapa air laut

terasa asin? Dahulu air laut sama saja seperi air sungai yang

terasa tawar. Semua jenis ikan dan serangga air dapat hidup di air laut maupun air sungai. Tetapi akibat keserakahan seekor

kera, air laut pun berubah menjadi asin. Begini ceritanya.

Dahulu kala hiduplah seekor naga muda yang sering mengembara di negeri-negeri utara. Karena naga muda ini sangat mengenal seluk beluk negeri-negeri bagian utara,

Kaisar Langit menitahkan dia untuk pergi mencari tempat

penyimpanan yang paling aman di bumi. Tempat yang

idak dapat ditemukan oleh para dewa-dewi lainnya. Benda

yang akan disimpan adalah benda pusaka Kaisar Langit

– Kendi Langit. Kendi ini memiliki kesakian luar biasa untuk

mengabulkan apapun keinginan seseorang. Karena begitu berharganya kendi langit ini, banyak makhluk yang ingin mendapatkannya.

mengembara mengarungi angkasa luas untuk mencari persembunyian yang aman. “Hm... Tampaknya vihara puncak

gunung Lima Jari akan menjadi tempat penyimpanan yang

cocok,” pikir naga muda itu. Dia pun segera pergi meneruskan

perjalanan yang memakan waktu satu minggu lamanya. Hari pertama sampai kelima perjalanan terasa menyenangkan

tanpa halangan berari. Tetapi kabar ternyata menyebar dengan cepat. Bila dinding bertelinga, maka langit pun

bertelinga. Para dewa, raksasa, asura, kaum manusia dan binatang mulai mendengar kabar tentang kendi langit tersebut. Mereka pun mulai menerka-nerka dimana tepatnya kendi itu akan disimpan.

Akhirnya bangsa kera yang cerdik menerka kalau si naga muda akan menyimpannya di vihara puncak gunung Lima

Jari. Diutuslah raja kera utara untuk menipu naga muda dan

mencuri kendi tersebut. Pada hari keenam kera ini telah

menunggu naga muda yang terbang rendah di atas langit pondokannya. Melihat naga muda itu kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh, si kera utusan ini memanggil

naga muda dari atas puncak pohon kelapa.

“Yang Mulia! Yang Mulia!” begitu dipanggilnya naga muda itu.

Bangsa kera memang mengetahui betapa kaum naga senang disanjung dan dipuji.

“Yang Mulia, turunlah sebentar dan terimalah persembahan air kelapa muda ini. Air kelapa ini akan menyegarkanmu

kembali.”

Tertarik atas tawaran kera yang berukuran jauh lebih kecil darinya, si naga muda pun berpikir bahwa si kera idak berani

macam-macam dengannya. Apalagi kehausan, kelaparan dan

kelelahan mendera naga muda ini. Akhirnya naga muda ini pun turun dan menerima tawaran kera tadi. Kera itu lantas

segera memeik kelapa-kelapa muda pilihan. Tetapi sebelum

diberikan kepada naga muda itu, kera utusan ini memasukkan

iga tetes air mata duyung. Satu tetes untuk menyebabkan

kantuk, satu tetes untuk memberikan sensasi rasa nyaman dan

satu tetes untuk membuat naga teridur seminggu lamanya. Celakanya naga muda ini idak menyadari perbuatan jahat si

kera. Air kelapa muda diminumnya habis dan terasa begitu menyegarkan dahaga dan laparnya. Tetapi lambat laun naga muda ini pun mulai merasakan kantuk yang berat. Merasakan sensasi nyaman pada seluruh tubuhnya, naga muda ini pun

teridur. Melihat si naga telah teridur, kera pun segera beraksi. Dicarinya kendi langit itu dan dia berhasil menemukannya

pada lipatan di tengah perut naga muda. Setelah berhasil mengambil kendi itu, kera utara ini pun segera pergi ke arah tenggara untuk menghadap raja kera.

Berbeda dengan naga yang mampu terbang, untuk sampai ke tempat kediaman raja, kera utusan ini harus menyeberangi lautan yang luas. Perjalanan akan memakan waktu 5 hari. Si kera pun segera pergi. Sesampainya di pantai, kera ini pun

mencuri sebuah perahu kecil yang tertambat disana. Di tengah perjalanan, iba-iba kera utusan ini pun berpikir, “Wuah kalau dengan kendi ini aku bisa meminta apapun, mengapa aku idak

meminta garam saja yang banyak. Kami bangsa kera utara selalu terlihat jelek karena penyakit gondok turunan kami. Dengan adanya garam, aku bisa menyembuhkan penyakit gondokku dan sisanya akan kujual kepada teman-temanku.

Mumpung kendi ini masih ada padaku.”

Begitulah akhirnya si kera utusan ini pun meminta garam yang

banyak dari kendi langit. Kegirangan melipui kera utusan ini

karena kendi langit mulai mengeluarkan garam yang begitu banyak. Pertama-tama isi kendi penuh dengan garam, si kera pun mulai memakan sedikit demi sedikit garam tersebut.

Tetapi karena kera itu idak menyebutkan batasan jumlah

garam yang diinginkannya, kendi ini pun terus-menerus mengeluarkan garam. Kepanikan mulai menjalar tubuh kera

keika perahu kecil curiannya penuh dengan garam. Si kera

berusaha keras dengan memaksakan memakan garam itu sebanyak-banyaknya. Rasa asin yang begitu pekat ditahannya

sampai akhirnya dia idak sanggup lagi bernapas. Dan karena

beban yang ada, perahu pun tenggelam membawa serta kendi dan kera yang teler oleh garam. Demikianlah riwayat kera tamat sampai disini akibat kebodohan dan keserakahannya. Sedangkan kendi langit terus-menerus mengeluarkan garam sampai saat ini dan hilang lenyap di tengah samudra dalam.

Tetapi cerita belum berakhir. Naga muda begitu terkejut keika tersadarkan dan idak menemukan kendi langit iipan

Kaisar Langit. Dia pun geram dengan si kera dan segera pergi menemui raja kera meminta pertanggungjawaban. Di tengah perjalanan dia ingin menyegarkan diri dan pikirannya sehingga terlintas untuk sekalian mandi dengan air laut dibawahnya. Dia pun terbang merendah dan pergi menyelam ke dalam samudra. Dia merasa ada yang berbeda dengan air laut yang biasanya tawar kini terasa asin. Dia pun bertanya pada ikan-ikan yang ada di sana. “Mengapa air laut menjadi begitu

Perlu diketahui, kaum ikan saat itu sedang terpecah menjadi

dua kubu karena perebutan wilayah dan kekuasaan. Raja

ikan kecil menjawab kalau itu adalah karena sebuah kendi

telah jatuh dan menyebabkan air laut menjadi asin. Merasa kalau itu adalah kendi langit, naga muda meminta raja ikan

kecil untuk memberitahu dimana letak kendi itu. Raja ikan kecil memanfaatkan kesempatan. Dia menjawab bahwa kendi itu telah dibawa kepiing ke dasar sebuah sungai besar

di ujung selatan. Dia pun akan pergi memandu naga muda untuk mengambil kembali kendi tersebut, tetapi dengan satu syarat: naga muda akan menangkap serangga-serangga di

permukaan air untuk diberikan kepada kaum ikan-ikan kecil yang mengikui mereka. Naga muda pun setuju.

Setelah dibawa berputar-putar dan setelah berhari-hari si

naga muda harus melayani kebutuhan ikan-ikan kecil, dia

pun mulai merasakan keanehan. Akhirnya pada saat hendak menangkap serangga di permukaan air, naga muda bertanya pada ikan besar yang kebetulan berada didekatnya. “Apakah benar kendi yang menyebabkan air laut menjadi asin dibawa

oleh kepiing ke dasar sebuah sungai di bagian selatan?” tanya si naga kepada seekor ikan yang besarnya hampir seperiga

ukuran naga muda itu.

“Ahahaha… Kelihatannya kamu sedang dimanfaatkan ikan-ikan

kecil itu temanku. Setahuku kendi itu masih berada di tengah samudra dalam di bagian tenggara. Tetapi tepatnya aku idak

tahu karena waktu telah berlalu berhari-hari. Kemungkinan besar kendi ringan itu telah terombang-ambing dibawa arus samudra berkelana ke seluruh penjuru dunia. Tetapi yang

akan mungkin terbawa arus ke sungai manapun di dunia ini,”

jelas ikan besar.

Murkalah naga muda itu karena telah diipu untuk kedua

kalinya dan kali ini dia merasa dimanfaatkan habis-habisan.

Dia pun mulai menyerang ikan-ikan kecil sehingga kaum ikan kecil berlari berhamburan dan bersembunyi di sungai-sungai.

Naga muda yang marahnya mulai mereda bersumpah akan

memakan ikan-ikan kecil yang dia temui. Tetapi waktunya

telah habis. Tugas telah gagal dilaksanakan. Dia pun menyesal.

Hanya ada satu hal yang bisa dilakukannya – mencari kendi

langit itu sampai ketemu. Naga muda kembali menuju samudra dan sampai saat ini terus berharap untuk menemukan kendi

langit. Ikan-ikan kecil yang bersembunyi di sungai lambat laun

terbiasa dengan air sungai yang masih tetap terasa tawar.

Mereka idak bisa lagi hidup di air laut sehingga mereka pun

disebut ikan air tawar. Sedangkan kaum kera merasa ketakutan

akan dimangsa kaum naga apabila mereka berdiri di puncak pepohonan. Semenjak itulah kaum kera idak pernah berani berdiri di puncak pepohonan dan selalu bersembunyi di

bawah rimbunnya dedaunan. Air sungai tetap tawar dan air laut menjadi asin.

Keserakahan membawa begitu banyak kesengsaraan.