• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERHADAP MUHAMMADIYAH DI ABAD KEDUA

Dalam dokumen Muhammadiyah 100tahun Menyinari Negeri (Halaman 87-90)

Mengayun Langkah di Abad Kedua

TERHADAP MUHAMMADIYAH DI ABAD KEDUA

BUYA AHMAD SYAFI’I MA’ARIF, Mantan Ketua PP Muhammadiyah

Ada harapan dari mantan Ketua Umum Pimpinan Muhammadiyah, Buya Ahmad Syafi’i Ma’arif agar di kemudian hari pemimpin negeri ini dipegang oleh orang Mu- hammadiyah.

“Sebagian orang Muhammadiyah yang punya bakat harus masuk ke politik, tetapi dia tidak boleh hilang kendali, sebab politik itu penting,” kata Buya Syafii Ma’arif ke-

pada massa Muhammadiyah dalam Milad Satu Abad Muhammadiyah di Sportorium UMY, 18/11/2012.

Ia berharap agar orang Muhammadiyah mengikuti perjuangan Amin Rais dalam berpolitik. Meski dalam pergerakan yang dilakukan Amin Rais berpolitik praktis di- anggap gagal, tetapi hal itu harus menjadi semangat baru buat generasi lainnya. “Ikuti jejak Amin Rais, tapi dalam bergerak harus lebih cepat, perhatikan kultur kita, perhatikan kultur lain seperti Jawa, Sumatra, dan sebagainya. Saling menyapa satu sama lain agar ada harapan Muhammadiyah memimpin negeri ini,” kata pendiri Maarif Institute itu.

Buya Syafi’i berharap, orang Muhammadiyah melebarkan sayap, tidak hanya sibuk mengurus diri di organisasi, tapi untuk kemajuan bangsa ini. “Kita punya Presiden RI pertama Bung Karno, pernah menjadi koodinator Muhammadiyah. Kita punya Pres- iden RI kedua, pernah sekolah di Muhammadiyah. Saya berharap orang Muham- madiyah bisa menjadi pemimpin negeri ini dengan mengesampingkan organisasi dan memberi kemakmuran bagi bangsa dan negara”.

AMIN ABDULLAH, Guru Besar dan Rektor UIN Sunan Kalijaga (2002-2010)

Ada enam karekteristik dasar pengertian “Islam Berkemajoean” (Muslim Progressive) seperti yang digagas dalam Muhammadiyah. Pertama, pembaruan pandangan te- ologis Islam; kedua, ijtihad yang segar; ketiga, integrasi pengetahuan Islam tradis- ional; keempat, perubahan sosial yang tidak dapat dihindari dalam politik, ekonomi, dan teknologi haruslah tercermin dalam pandangan dunia Muslim kontemporer; kelima, refrainment dari menjadi “dogmatis” dalam segala urusan agama dan teolo- gis. Keenam, nilai-nilai global: keunggulan dan advokasi keadilan sosial, kesetaraan gender, hak asasi manusia dan hidup berdampingan secara damai dengan siapa saja.

Dalam pembaruan identitas Muhammadiyah di abad ke-2, ada lima parameter yang dapat diukur. Pertama, keterlibatan yang utuh dalam tradisi keislaman. Kedua, hen- daknya menghindari sikap apologis. Ketiga, Penyelarasan antara visi dan langkah konkret. Keempat, menyandarkan aspek Humanisme dan adat. Dan kelima, keter- bukaan pada sumber pengetahuan sekunder.

AZYUMARDI AZRA, Guru Besar dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah (1998-2006) Muhammadiyah dengan segala pencapaiannya sepanjang satu abad silam berada dalam posisi yang tepat dan pantas untuk meningkatkan kontribusinya kepada

warga negara-bangsa Indonesia dan dunia global. Agenda pokok ke depan bagi Muhammadiyah adalah penegasan kembali identitas atau mewacanakan pencar- ian identitas yang terbarukan bagi Muhammadiyah untuk era pascasatu milenium. Identitas yang menjadi raison d’etre Muhammadiyah sepanjang abad silam tak lain adalah tajdid, pembaruan—tegasnya pemurnian—Islam dari apa yang disebut Mu- hammadiyah sebagai ‘TBC’ (takhayul, bid’ah, churafat).

Dalam perjalanan waktu, khususnya tiga dasawarsa terakhir, agenda-agenda tajdid Muhammadiyah kehilangan elan-nya karena perubahan sosial, budaya, politik, dan agama yang kian cepat. Dan juga, karena Muhammadiyah juga kian “gemuk” seh- ingga menjadi lamban.

Di tengah perkembangan itu, konvergensi keagamaan terus terjadi di antara Mu- hammadiyah, NU, dan ormas Islam lain—sehingga hampir tidak ada lagi keributan furu’iyah. Tapi, kini ideologi puritanisme Muhammadiyah ditantang paham dan praksis keagamaan ultrapuritan yang pada dasarnya bersifat transnasional. Tan- tangan kaum ultrapuritan bukan hanya menyedot kalangan warga Muhammadi- yah—walaupun masih dalam skala sangat terbatas, tetapi juga lembaga-lembag- anya sejak dari masjid, sekolah sampai universitas. Bahkan, bukan tidak mungkin infiltrasi kelompok ultrapuritan juga sudah merambah ke lembaga Muhammadiyah lain seperti rumah sakit, klinik, dan rumah yatim piatu.

Karenanya sangat urgen, bagi pimpinan dan aktivis Muhammadiyah sejak tingkat nasional ke tingkat lokal memberikan perhatian lebih pada pemeliharaan lembaga- lembaganya. Infiltrasi kaum ultrapuritan ke dalam Muhammadiyah secara potensial lebih besar daripada ke dalam ormas Islam lain semacam NU. Hal ini tidak lain adalah karena terdapat banyak afinitas ideologis antara Muhammadiyah yang juga pernah puritan dengan kelompok-kelompok ultrapuritan yang berkecambah khususnya sejak masa pasca-Soeharto. Bagaimanapun, infiltrasi kelompok ultrapuritan dapat membawa potensi friksi di antara pimpinan dan warga Muhammadiyah sendiri.

Gejala ini dapat menimbulkan dampak tertentu bagi Muhammadiyah yang bersa- ma NU dan ormas Islam lain dalam memelihara tradisi Islam washatiyah Indone- sia. Jika Islam washatiyah negeri ini mengalami gangguan, bisa diduga juga bakal memengaruhi arsitektur politik negara-bangsa Indonesia ke depan. Dalam kaitan

itu, pimpinan Muhammadiyah dituntut mempertimbangkan kembali format leb- ih produktif dalam hubungan dengan rejim yang berkuasa. Memang tidak ada masalah lagi dalam hal format hubungan Muhammadiyah dengan negara; bahwa Muhammadiyah menerima dan mendukung NKRI, UUD 1945, Pancasila, dan Bhin- neka Tunggal Ika. Masalahnya kemudian adalah hubungan antara pimpinan pusat Muhammadiyah dengan rezim berkuasa tidak selalu mulus, sehingga menimbul- kan dampak tertentu pada lembaga-lembaga Muhammadiyah baik di tingkat pusat maupun daerah.

Sebagai ormas independen, vis-a-vis kekuasaan adalah wajar belaka jika kalangan pimpinan Muhammadiyah bersikap kritis terhadap rezim penguasa. Sikap kritis itu juga adalah bagian dari pengejawantahan Muhammadiyah sebagai Islamic-based Civil Society. Ke depan, pimpinan Muhammadiyah seyogyanya dapat menemukan format baru dalam relasi dengan rezim penguasa tanpa harus kehilangan jati di- rinya.

DR BAMBANG WIDJOJANTO, Komisi Pemberantasan Korupsi RI

Organisasi Muhammadiyah ditantang untuk merumuskan strategi dakwah yang da- pat meningkatkan kapasitas kader dan lembaga agar memiliki kemampuan dalam merumuskan, menciptakan dan membangun nilai-nilai autentik “ke-Muhammadi- yahan” dan mentransformasikannya menjadi sikap dan perilaku keteladanan indi- vidu dan organisasi. Tidak sekedar dari bacaan shalatnya, tetapi dari sikap, perilaku, kepemimpinan dan keteladanannya.

Keautentikan karakter dan kepribadian harus diaktualisasikan dalam berbagai pro- gram quick win, program strategis dan program fundamental dari organisasi. Be- berapa sektor prioritas yang menjadi fokus aksi kemasyarakatan Muhammadiyah (pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan) harus diletakkan bagian dari dakwah yang terus menerus diberi nilai dan bobot kedalaman. Misalnya, pendidikan di se- kolah Muhammadiyah harus menjadi centre of excellent untuk menciptakan insan kamil, pemimpin amanah yang tabligh serta mampu menjamah rakyat kecil yang tak mampu, dan bahkan sebagai pintu masuk “rakyat jelata” untuk mendorong mo- bilitas sosial hingga aras dunia. Pendidikan juga harus menjadi wahana utama untuk integrasikan nilai dan kompetensi, berbasis multiple intelligent, dengan memberi- kan fokus pada penemuan sains dan teknologi masa depan dan memasok kebutu-

han riil pasar serta sebagai basis pengaderan umat. BOEDIONO, Wakil Presiden RI

Wakil Presiden Boediono mengajak segenap warga Muhammadiyah membangun sinergi dengan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umat dan bangsa. Pemerintah senantiasa mendorong sinergi di antara segenap elemen, termasuk Mu- hammadiyah, agar bahu membahu mengatasi permasalahan di berbagai bidang. Muhammadiyah tidak akan berdiam diri dan berkewajiban menjawab tantangan zaman. Muhammadiyah diyakini bersedia membangun kemitraan dan sinergi den- gan pemerintah maupun sejumlah kelompok lain. Hal itu adalah watak dasar dari Persyarikatan yang selalu berdiri di depan untuk membela kepentingan umat. Melalui amal-amal usaha dan program keumatan lain, Muhammadiyah semakin meneguhkan diri sebagai gerakan pencerahan dan siap memasuki abad kedua per- juangannya. Pemerintah menaruh harapan besar terhadap pengurus baru Muham- madiyah, Aisyiyah serta Ikatan Pelajar Muhammadiyah untuk membawa organisasi ini menjadi organisasi besar dan bermaslahat. Pemerintah mendambakan sosok Muhammadiyah yang kuat, gesit mengatasi aneka masalah, serta tampil sebagai pilar bangsa.

Muhammadiyah akan menghadapi tantangan besar bersama dengan seluruh el- emen bangsa. Dalam dua dekade ke depan, dunia akan menghadapi transisi de- mografi yang ditandai dengan empat perubahan mendasar. Pertama, penduduk di negara maju akan berkurang, sebaliknya penduduk di negara miskin dan berkem- bang akan meningkat yang menyebabkan terjadinya pergeseran kekuatan. Raksa- sa ekonomi China dan India telah bangkit. Kedua, negara-negara maju akan leb- ih banyak penduduknya yang berusia tua. Dengan kondisi ini maka negara maju ekonominya akan melemah. Ini akan membuka peluang bagi tenaga migran dan pergerakan manusia antar negara akan meningkat, sekalipun ada dampak negat- ifnya. Ketiga, pertumbuhan penduduk akan terpusat di negara-negara Islam, seh- ingga akan memiliki konsekuensi pada perkembangan global. Keempat, sebagian besar penduduk akan tinggal di perkotaan, desa akan ditinggalkan sehingga akan menimbulkan persoalan terkait urbanisasi.

PROF. DR. DIN SYAMSUDDIN, MA, Ketua Umum PP Muhammadiyah

Insya Allah tahun ini warga Muhammadiyah bersyukur mencapai umur seabad den- gan meneguhkan bidang kesehatan dan pendidikan akan menjadi garapan terbaik

Muhammadiyah. Memasuki abad kedua, Muhammadiyah berbenah diri dengan melakukan revitalisasi amal usaha secara kualitatif dan kuantitatif. Muhammadiyah akan lebih mendekatkan diri dengan masyarakat yang kini mulai termarginalkan, seperti petani dan nelayan, melalui pemberdayaan masyarakat. Muhammadiyah juga tetap mengukuhkan diri sebagai gerakan masyarakat sipil dan madani yang mengambil jarak dengan negara. Meski, tetap membuka diri untuk bermitra dan tidak berafiliasi dengan partai politik manapun.

Memasuki abad kedua, Muhammadiyah memiliki banyak tugas yang harus dikerja- kan. Indonesia sedang dirundung defiasi, penyelewengan, dan penjajahan dalam bentuk lain yang antara lain mencakup bidang politik, ekonomi, hingga budaya. Pada abad pertama Muhammadiyah telah meluruskan kiblat umat dalam pelaksan- aan ibadah shalat. Pada abad kedua, Muhammadiyah bertekad untuk meluruskan kiblat bangsa, yaitu meluruskan penyimpangan terhadap cita-cita nasional yang dil- etakkan the founding fathers.

Dalam dokumen Muhammadiyah 100tahun Menyinari Negeri (Halaman 87-90)