• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mereka adalah kita: Terkadang ketika orang tua mengingat kembali masa-masa kecil mereka, termasuk juga hal-hal yang menyakiti atau membahagiakan, akan menjembatan

II.5 Komunikasi Orang Tua dengan Anak

8. Mereka adalah kita: Terkadang ketika orang tua mengingat kembali masa-masa kecil mereka, termasuk juga hal-hal yang menyakiti atau membahagiakan, akan menjembatan

kesenjangan komunikasi para orang tua dengan anak-anak mereka sekarang. Dengan melakukan hal tersebut, para orang tua bisa mendapat sebuah cara baru untuk bagaimana bersikap dan berkomunikasi yang tepat dengan anak- anak mereka.

II.5.1 Anak

Anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, dimana kata”anak” merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Menurut psikologi, anak adalah periode perkembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun-tahun sekolah dasar.

Berdasarkan UU Peradilan Anak, anak dalam UU No.3 tahun1997 tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi : Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 ( delapan) tahun tetapi belum pernah menikah. Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan mental seseorang, walaupun usiannya secara biologis dan kronologis seseorang sudah termasuk dewasa namun apabila perkembangan mentalnya ataukah urutan umurnya maka seseorang dapat saja diasosiasikan dengan istilah

“anak”

2014.

Anak usia dini merupakan usia yang memiliki rentangan waktu sejak anak lahir hingga usia 6 tahun, dimana dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling mendasar menempati posisi yang sangat strategis dalam pengembangan sumber daya manusia (direktorat PAUD,2005). Karena rentang anak usia dini merupakan rentangan usia kritis dan sekaligus strategis dalam proses pendidikan pada tahap selanjutnya.

Kehidupan pada masa anak berbagai pengaruhnya adalah masa kehidupan yang sangat penting khususnya berkaitan dengan diterimanya rangsangan (stimulasi) dan perlakuan dari lingkungan hidupnya. Kehidupan pada masa anak yang merupakan suatu periode yang disebut sebagai periode kritis ataupun periode sensitif dimana kualitas perangsangan harus diatur sebaik-baiknya, tentunya memerlukan intervensi baik dari guru maupun orang tua. (Reber, 1995).

Hubungan orang tua dan anak memperkenalkan anak pada kewajiban mutual dalam hubungan interpersonal yang erat (Thompson, 2006 thompson, McGinley, & Meyer, 2005). Kewajiban orang tua adalah terlibat dalam pengasuhan positif dan memandu anak menjadi

manusia yang kompeten kewajiban anak adalah merespons dengan sesuai terhadapa inisiatif dari orang tua dan mempertahankan hubungan positif dengan orang tua. Karena itu, kehangatan dan tanggung jawab dalam kewajiban mutual dari hubungan orang tua dan anak adalah dasar penting terhadap pertumbuhan moral positif pada anak.

Dalam kualitas hubungan, kelekatan (attachment) yang aman (secure) memainkan peranan yang penting dalam perkembangan moral anak. Kelekatan yang aman dapat menempatkan anak dalam perkembangan moral anak. Kelekatan yang aman dapat menempatkan anak dalam jalur positif untuk menginternalisasi tujuan sosialisasi dari orang tua dan juga nilai-nilai keluarga (Waters dkk,1990). Dalam sebuah penelitian attchment yang aman pada masa bayi terkait dengan perkembangan nurani awal ( Laible & Thompson,2000). Dan dalam penelitian longitudinal terbaru, kelekatan yang aman pada usia 14 bulan berfungsi sebagai perintis keterkaitan antara pola asuh positif dan nurani anak pada masa kanak-kanak awal (Kochanska dkk,2004).

1.5.2 Hubungan Komunikasi Antarpribadi dengan Konsep Diri Anak

Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentuknya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi. Bila konsep diri seseorang positif, maka individu akan cenderung mengembangkan sikap- sikap positif mengenai dirinya sendiri, seperti rasa percaya diri yang baik serta kemampuan untuk melihat dan menilai diri sendiri secara positif. Individu dengan konsep diri positif cenderung akan menimbulkan tingkah laku yang baik terhadap lingkungan sosialnya. Sebaliknya bila seseorang memiliki konsep diri yang negatif, maka individu tersebut

cenderung akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, merasa ragu, dan kurang percaya diri. Individu dengan konsep diri yang negatif akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial.

1.5.3 Hubungan Orang Tua dalam Pembentukan Konsep Diri Anak

Menurut Jalaluddin Rakhmat, semua psikolog humanistik sepakat bahwa dorongan berpengaruh pada pembentuk self-esteem ini. menurut Sulivan, dalan Schizophrenia as aHuman Process (1962), konsep diri selalu mencerminkan penilaian significant others. Disinilah orang-orang yang dekat secara emosional dengan kita turut berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Mereka adalah guru, kawan, saudara dan terutama sekali orangtua.

Khusus mengenai peran orangtua dalam membangun konsep diri anak, penemuan Coopersmith mencatat 3 ciri penting perilaku orangtua terhadap anaknya.

1. Pertama, orangtua mengkomunikasikan dengan jelas penerimaan mereka terhadap anak-anaknya. Anak-anak tahu bahwa mereka bagian dari keluarga yang dihargai dan diperhatikan.

2. Kedua, orangtua memberikan kebebasan, tetapi menunjukkan dengan jelas batas-batas kebebasan itu.

3. Ketiga, orangtua menghormati individualitas anak. Mereka menerima perbedaan keunikan anak-anaknya dalam batas-batas struktur yang jelas. Orangtua mengahrgai bukan hanya anak yang kecerdasan matematis, tetapi juga anak yang punya kecerdasan visual atau musikal.

Orangtua anak-anak yang memiliki self-esteem (percaya diri) positif cenderung menunjukkan harga diri yang tinggi juga. Anak-anak belajar dari mereka cara menghadapi

kesulitan dan tantangan. Mereka membuka diri terhadap penilaian anak-anaknya, menjelaskan kelebihan dan kekurangan mereka secara rasional. Pada gilirannya, anak-anak mereka juga diberi peluang untuk membela diri dan mengemukakan pendiriannya. Coopersmith menemukan bahwa anak yang self-esteem nya tinggi “mampu berbeda dengan lingkungannya”. Tidak gampang ikut arus, oleh karena itu cenderung lebih kreatif.

Lebih jauh, beberapa kiat praktis berikut bisa ditempuh orangtua untuk mengembangkan konsep diri sang anak :

1. Kembangkan komunikasi dengan anak yang bersifat suportif. Komunikasi ini ditandai 5 hal : Keterbukaan, empati, supportivitas, berpikir positif, dan persamaan.

2. Tunjukkanlah penghargaan secara terbuka. Hindari kritik, kalau terpaksa, kristik itu harus disampaikan tanpa mempermalukan anak dan harus ditunjang dengan argumentasi yang rasional.

3. Latihlah anak-anak untuk mengekspresikan dirinya. Orang tua harus membiasakan” bernegoisasi” dengan anak-anaknya tentang ekspetasi perilaku dari kedua belah pihak. 4. Ketahuilah, walaupun saran-saran disini berkaitan dengan pengembangan harga diri, semuanya mempunyai kaitan erat dengan pengembangan intelektual. Proses belajar bisa efektif dalam lingkungan yang menghargai self-esteem. Hanya apabila harga diri anak-anak dihargai, potensi intelektual dan kemandirian mereka dapat dikembangakan. ( Mengembangksn Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini)

Dokumen terkait