Penyelesaian dua kontradiksi teori ini dapat dirujuk pada teori oleh Perrin (2003), dimana saat banjir komponen aliran yang aktif mengimbuh SBT dapat bermacam-macam, termasuk juga yang kemudian disebutkan oleh White (2004);
Temuan:
akuifer yang mengimbuh Gua Bribin bertipe mixed aquifer antara diffuse dan conduit, sesuai penamaan oleh Domenico dan Schwartz (1990) dan Gillieson (1996), dengan ciri-ciri di Gua Bribin: PAD tetap besar sepanjang tahun, banjir puncak yang sangat besar, tetapi mayoritas pelorongan diffuse belum berkembang menjadi conduit.TEMUAN2
Secara spasial, Gua Gilap dan Gua Ngreneng mempunyai fluktuasi cukup besar antara PAD musim kemarau dan PAD musim hujan
Tipenya akuifernya juga mixed, meskipun dominasi
pelorongan diffuse lebih kecil dari yang dimiliki oleh SBT di Gua Bribin
Akuifer pengimbuh SBT sudah lebih berkembang kearah fissure di Gua Gilap dan conduit di Gua Ngreneng
TEMUAN2
Merujuk teori: Tiga Sub-Sistem Bertingkat yang Menghasilkan Perbedaan Hidrograf Aliran pada Mataair Karst oleh Smart dan Hobbes (1986)
Gua Bribin yang PADnya paling stabil mempunyai hubungan paling kuat dengan hidrogeokimia saat musim kemarau, proses water-rock interaction dominan; cocok dengan hipotesis 2
Memperkuat argumen yang diungkapkan oeh Raeisi et al. (1993) dan melemahkan hasil berkebalikan yang dipublikasikan oleh Scanlon dan Thraikill (1987);
Memperkuat teori-teori dasar hidrogeokimia karst yang
diungkapkan oleh diantaranya Balakowics (1997), Shuster dan White (1971), dan Atkinson (1977a);
Dari aspek hidrogeokimia membuktikan akuifer yang mengimbuh Gua Bribin saat musim kemarau dikontrol oleh diffuse aquifer (tujuan#1) cocok dengan yang diungkapkan oleh Raeisi dan Karami (1997)
Secara spasial hal ini tidak dialami sepenuhnya oleh Gua Ngreneng maupun Gua Gilap karena hubungan antara PAD dan unsur dominan terlarut lebih lemah dibanding Gua Bribin, karena kurangnya dominasi aliran diffuse.
Pada periode banjir, banyaknya komponen aliran yang mengimbuh Gua Bribin menurunkan hubungan PAD-hidrogeokimia, meskipun penurunannya tidak sedrastis seperti pada Liu et al. (2000a) dan Liu et al. (2004b);
Tingkat water-rock interaction turun, indikasi jenis pelorongan conduit juga berkembang di Gua Bribin, shg. responnya dikontrol oleh beberapa hal spt. dijelaskan oleh Ashton (1966); Atkinson (1977b), Williams (1983), Hess dan White (1988), Ryan dan Meiman (1996), Halihan dan Wicks (1998), dan Brusca et al. (2001);
Secara spasial, penurunan hubungan antara PAD dan unsur dominan terlarut di Gua Gilap dan Gua Ngreneng lebih drastis karena fluktuasi PAD yang lebih tinggi
Kemungkinan inilah yang mungkin dialami pada penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. (2004a), Liu et al. (2004b), dan Raeisi dan Karami (1997), water-rock interaction turun drastis saat banjir
Tidak terdapat informasi (data) mengenai besaran PAD pada waktu pengambilan sampel
Temuan metodologis:
faedah --- metode pada penelitian ini yaitu dengan menghubungkan PAD-hidrogeokimia dapat menjelaskan karakteristik imbuhan komponen aliran oleh akuifer karst yang bertanggung jawab terhadap berubahnya kandungan unsur terlarut dan proses2 yang mengontrolnya. Secara teoritis, Gua Bribin (PAD yang besar, stabil dengan kandungan unsur terlarut tinggi), seharusnya mempunyai tingkat agresivitas yang rendah/jenuh thd. mineral kalsit (Appelo dan Postma,1993).
Temuan: sebaliknya, agresivitas air paling tinggi
ditemukan di SBT Bribin, hipotesis #3 tidak terbukti
Faktor: sudah berkembangnya sebagian lorong diffuse
menjadi conduit (mixed aquifer-temuan #1) dan
mekanisme mixing antar komponen aliran
Teori oleh Dreybort dan Gabrovsek (2003), yaitu teori pasokan CO2 dari lorong besar, seolah-olah berlawanan dengan teori jika diffuse dominan, maka air sudah jenuh Atkinson (1977a). Jawabannya sama dengan temuan 1
yaitu akuifer bertipe mixed (Domenico dan
Schwartz,1990), shg. Tersedia lorong berukuran besar, meski jumlahnya tidak dominan.
Akuifer dengan sifat SKD demikian dikenal sebagai sistem akuifer terbuka (open system), selalu ada pasokan gas CO2 Bogli (1960; 1980), Sweeting (1972), Trudgill (1985), Ford dan Williams (1992), dan Jankowski (2001).
Saat hujan, seperti yang dipublikasikan oleh Perrin, et al. (2003) dan Perrin (2003), adanya berbagai komponen aliran yang mengimbuh SBT mendorong mekanisme teoritis yang meningkatkan agresivitas air yaitu proses mixing spt. dikemukakan Bogli (1960), Plummer (1975), Jankowski dan Jacobson (1991), Anthony, et al. (1997) Secara spasial dapat dikatakan bahwa agresivitas air
lebih ditentukan oleh besar kecilnya lorong conduit, dibanding dominan atau tidaknya lorong conduit.
Akuifer yang mengimbuh Gua Bribin bertipe campuran (mixed), yaitu didominasi oleh imbuhan dari retakan diffuse pada musim kemarau, dengan debit andalan yang stabil, sifat imbuhannya dispersed, dengan simpanan air tinggi, sedangkan pada musim hujan imbuhannya merupakan campuran dari komponen diffuse, fissure dan conduit ;
Gua Ngreneng (bocoran), mixed aquifer dengan perkembangan lorong fissure dan conduit yang lebih lanjut daripada Bribin, sifat imbuhannya dominan concentrated dan simpanan diffuse rendah, shg. hingga debit alirannya turun drastis saat musim kemarau;
Gua Gilap mempunyai perkembangan akuifer lebih ke arah dominasi retakan menengah (fissure), imbuhannya campuran antara dispersed dan concentrated, dengan simpanan aliran diffuse di akuifer sedang, sehingga debit alirannya turun drastis hanya pada saat puncak musim kemarau.
Gua Bribin di hilir mempunyai hubungan antara PAD-hidrogeokimia paling kuat karena PADnya yang paling besar, dan karena dominasi komponen aliran diffuse pada musim kemarau sehingga proses water-rock interaction dominan;
Gua-gua lain di SBT Bribin mempunyai dominasi aliran diffuse yang lebih rendah, sehingga hubungan antara PAD-hidrogeokimia juga menjadi lebih lemah;
Pada saat hujan, adanya proses mixing dan pasokan conduit dari air hujan menyebabkan hubungan PAD-hidrogeokimia melemah, meskipun hubungan paling kuat tetap ditemukan di Gua Bribin, shg. yang dominan adalah proses dilution by precipitation;
Secara metodologis, hubungan PAD-hidrogeokimia dapat digunakan sebagai indikator karakteristik komponen aliran di suatu SBT. Jika hubungan PAD-hidrogeokimia kuat, maka aliran yang dominan mengimbuh SBT adalah diffuse, dengan proses hidrogeokimia adalah water-rock interaction, sedangkan jika hubungan PAD-hidrogeokimia lemah, maka diffuse flow menjadi tidak dominan dan proses hidrogeokimia adalah dilution by precipitation dan campuran (mixing)
Gua Bribin (hilir) mempunyai sifat paling agresif dengan ciri-ciri tekanan gas
CO2 yang lebih tinggi sepanjang SBT karena sifat pelorongan conduitnya
yang bersifat terbuka (open system). Hal yang hampir sama dijumpai juga dengan tingkat agresivitas yang sedikit lebih rendah, yaitu di Luweng Jomblangan (morfologi-open=cenote).
Di bagian hulu, meskipun PADnya lebih kecil dengan unsur terlarut lebih
sedikit, tetapi pasokan gas CO2 lebih sedikit karena sifat pelorongannya yang belum begitu berkembang (closed system), sehingga tingkat agresivitas airnya rendah ;
Secara spasial dapat dikatakan bahwa agresivitas air lebih ditentukan oleh
besar kecilnya lorong conduit, dibanding dominan atau tidaknya lorong
conduit;
Kontrol utama yang bertanggung jawab terhadap proses pelarutan batuan
gamping di SBT Bribin cenderung pada sistem pelorongannya yang bersifat
terbuka atau tertutup yang menentukan ketersediaan gas CO2 daripada sifat
pelepasan atau imbuhan komponen aliran karst dari akuifer ke sungai bawah tanah.