Mulailah dengan Membuang Semuanya Sekaligus, Tanpa Ampun, dan Sampai Tuntas
Anda mengira sudah berbenah dengan sempurna, tetapi dalam hitungan hari, Anda melihat ruangan Anda sudah acak-acakan lagi. Seiring berjalannya waktu, Anda mengumpulkan semakin banyak barang dan lambat laun ruangan Anda kembali berantakan seperti sediakala. Kebiasaan berantakan kumat karena metode beres-beres yang tidak efektif, yaitu merapikan setengah-setengah. Seperti yang sudah saya singgung, satu-satunya cara untuk melepaskan diri dari lingkaran setan tersebut adalah dengan berbenah secara efektif, sekaligus, dan secepat-cepatnya demi mewujudkan lingkungan sempurna yang bebas dari suasana berantakan.
Namun, bagaimana ceritanya sampai metode itu bisa ikut menciptakan pola pikir yang tepat juga?
Membenahi lingkungan secara menyeluruh sama saja dengan mengubah pemandangan. Saking mencoloknya perubahan tersebut, Anda akan merasa bagaikan tinggal di dunia yang berbeda. Ini lantas berdampak mendalam terhadap benak Anda dan
menumbuhkan tekad kuat untuk pantang kembali ke situasi berantakan semula. Kuncinya adalah dengan bersegera menciptakan perubahan tersebut supaya mental kita mendapat terapi kejut. Dampak yang sama mustahil terwujud apabila prosesnya dilakukan secara berangsur-angsur.
Untuk memperoleh perubahan yang serta-merta, Anda perlu menggunakan metode berbenah yang paling efektif. Jika tidak, bisa-bisa Anda tidak maju-maju sekalipun sudah berbenah seharian penuh.
Semakin lama menghabiskan waktu untuk berbenah, semakin capeklah Anda dan kemungkinan menyerah di tengah jalan semakin besar pula. Sewaktu barang-barang kembali bertumpuk, Anda pasti akan patah semangat. Berdasarkan pengalaman saya dengan klien perseorangan, “secepat-cepatnya” berarti sekitar setengah tahun. Mungkin kesannya lama, tetapi enam bulan saja dari seumur hidup Anda tidaklah lama. Begitu proses tersebut rampung dan Anda mencicipi sendiri seperti apa rasanya kerapian yang sempurna, Anda akan terbebas selamanya dari asumsi keliru bahwa Anda tidak piawai berbenah.
Untuk memperoleh hasil terbaik, saya minta agar Anda menaati aturan berikut. Berbenahlah sesuai
urut-urutan yang benar. Seperti yang sudah kita lihat, hanya dua aktivitas yang diperlukan—
membuang dan memutuskan hendak menyimpan barang di mana. Cuma dua, tetapi yang wajib didahulukan adalah membuang. Aktivitas pertama harus dikerjakan sampai tuntas, baru Anda boleh melanjutkan ke kegiatan berikutnya. Jangan menyimpan barang-barang jika kita belum selesai membuang. Banyak orang yang tidak maju-maju dalam berbenah karena tidak mau mengikuti urut-urutan yang benar. Selagi menyingkirkan barang-barang untuk dibuang, mereka justru memikirkan harus menaruh barang simpanan mereka di mana saja. Begitu mereka berpikir, Yang ini kira-kira muat di laci itu atau tidak, ya?, pekerjaan membuang serta-merta terhenti. Anda boleh memikirkan hendak meletakkan barang-barang di mana saja sesudah Anda selesai menyingkirkan semua barang yang tidak Anda butuhkan.
Singkatnya, rahasia sukses adalah dengan berbenah sekaligus, secepat-cepatnya, setuntas-tuntasnya, dan memulai berbenah dengan membuang barang yang tidak perlu.
Sebelum Mulai, Visualisasikan Tujuan Anda
Saat ini Anda tentu sudah paham bahwa penting untuk membuang terlebih dahulu, baru kemudian mempertimbangkan hendak menyimpan barang di mana saja. Namun, membuang tanpa berpikir ke depan tak ubahnya seperti menjerumuskan diri ke dalam lingkaran setan kekacaubalauan. Oleh sebab itu, mulailah dengan merumuskan tujuan. Anda pasti punya alasan sendiri sehingga membuka buku ini. Apa yang memotivasi Anda untuk berbenah?
Apa yang ingin Anda dapatkan dengan berbenah?
Sebelum Anda mulai mengenyahkan barang, luangkan waktu untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan saksama. Dengan kata lain, Anda mesti memvisualisasikan gaya hidup ideal yang Anda mimpikan. Jika tahap ini dilewati, tidak saja proses berbenah bakal tersendat, tetapi Anda juga akan semakin rentan kembali ke kebiasaan berantakan. Tujuan seperti “Aku ingin supaya tidak berantakan” atau “Aku ingin bisa menyimpan barang” terlampau umum. Anda perlu berpikir lebih dalam lagi. Berpikirlah secara konkret agar Anda bisa membayangkan secara
gamblang bagaimana rasanya menghuni tempat yang tidak berantakan.
Seorang klien berusia 20-an tahun menjabarkan bahwa dia mendambakan “gaya hidup yang lebih feminin”. Dia menghuni kamar acak-acakan seluas tujuh tatami (tujuh tatami kira-kira sama dengan 3 x 4 meter) yang dilengkapi lemari seruangan dan tiga set rak dengan ukuran berbeda. Tempat tinggal sebesar itu semestinya cukup untuk menyimpan barang-barang, tetapi ke mana pun saya menoleh, saya melihat suasana berantakan di sana sini.
Lemarinya terlalu penuh sehingga pintunya tidak bisa ditutup, sedangkan pakaian malah meruah dari laci-laci bagaikan isian hamburger. Rel gorden di atas jendela yang menjorok ke luar digelayuti banyak sekali pakaian sampai-sampai tirai tidak lagi dibutuhkan. Keranjang dan kantong berisi majalah dan kertas berserakan di lantai dan tempat tidur.
Sewaktu klien saya pulang kerja, dia memindahkan barang-barang dari tempat tidurnya ke lantai dan ketika bangun, dia mengembalikan barang-barang ke atas kasur supaya bisa lewat untuk berangkat kerja.
Gaya hidupnya saat itu sama sekali tidak bisa disebut
“feminin”.
“Apa yang Anda maksud dengan ‘gaya hidup feminin’?” tanya saya. Setelah lama berpikir, sang klien lantas menjawab.
“Pokoknya, sewaktu saya pulang kerja, tidak ada yang berantakan di lantai ... dan apartemen saya serapi kamar hotel, tidak terhalangi tumpukan barang di sana sini. Saya menginginkan pelapis tempat tidur merah muda dan lampu putih bergaya antik. Sebelum tidur, saya ingin mandi berendam, menikmati keharuman minyak aromaterapi, dan mendengarkan musik instrumentalia piano atau biola klasik sambil berlatih yoga dan minum teh herbal. Saya lantas bisa tertidur dengan perasaan damai dan lega.”
Paparannya gamblang sekali, seolah-olah dia sudah hidup seperti itu. Penting untuk merumuskan bayangan sekonkret itu ketika Anda memvisualisasikan gaya hidup ideal. Jika Anda kesulitan melakukannya, jika Anda tidak bisa membayangkan gaya hidup yang Anda inginkan, cobalah tengok majalah desain interior untuk mencari foto-foto yang memikat Anda. Mengunjungi rumah model bisa juga bermanfaat. Dengan melihat beragam jenis rumah, Anda bisa mendapatkan gambaran mengenai apa yang kira-kira Anda sukai.
Omong-omong, klien yang saya paparkan di atas akhirnya memang menikmati aromaterapi sehabis mandi, musik klasik, dan yoga. Begitu terbebas dari ketidakteraturan, dia mampu merengkuh “gaya hidup feminin” yang dia cita-citakan.
Begitu Anda bisa membayangkan gaya hidup yang Anda mimpikan, apakah Anda begitu saja langsung membuang barang yang tidak diperlukan? Belum.
Saya dapat memahami ketidaksabaran Anda, tetapi agar tidak terpuruk lagi ke dalam kebiasaan berantakan, Anda harus maju selangkah demi selangkah. Dalam perjalanan menyusuri proses yang hanya sekali seumur hidup ini, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi alasan Anda ingin hidup seperti itu. Lihat kembali catatan Anda mengenai gaya hidup yang Anda dambakan, lalu renungkanlah lagi. Misalkan saja, kenapa Anda ingin menikmati aromaterapi sebelum tidur? Kenapa Anda ingin mendengarkan musik klasik sambil berlatih yoga?
Jika jawabannya “karena aku ingin bersantai sebelum tidur” dan “aku ingin berlatih yoga untuk menurunkan berat badan”, tanyakan kepada diri Anda kenapa Anda ingin relaks dan kenapa Anda ingin menurunkan berat badan. Mungkin jawaban
Anda adalah “aku tidak ingin capek sewaktu berangkat kerja keesokan harinya” dan “aku ingin menurunkan berat badan supaya lebih singset”.
Untuk tiap jawaban, tanyakan “Kenapa?” lagi kepada diri Anda. Ulangi proses ini tiga sampai lima kali untuk tiap butir.
Selagi mendalami alasan-alasan di balik gaya hidup ideal versi Anda, akan tercetus satu kesadaran sederhana. Kegiatan membuang dan menyimpan kita lakukan semata-mata demi meraih kebahagiaan.
Mungkin ini sudah jelas, tetapi penting untuk merasakan sendiri kesadaran tersebut supaya bisa benar-benar meresap ke batin Anda. Sebelum mulai berbenah, lihatlah gaya hidup yang Anda dambakan dan tanyakan kepada diri Anda, “Kenapa aku ingin berbenah?” Ketika sudah menemukan jawabannya, berarti Anda siap melanjutkan ke langkah berikutnya:
menelaah apa-apa saja yang Anda miliki.
Kriteria Seleksi: Membangkitkan Kegembiraan atau Tidak?
Standar apa yang Anda gunakan untuk memutuskan barang apa yang hendak disingkirkan?
Ada beberapa pola umum terkait dengan alasan
membuang barang. Salah satunya, membuang barang yang tidak lagi berfungsi—contohnya barang rusak yang tidak bisa diperbaiki atau satu set barang yang salah satu bagiannya patah. Alasan lain adalah membuang barang yang ketinggalan zaman, semisal pakaian yang sudah tidak modis atau benda terkait peristiwa yang sudah berlalu. Mudah untuk menyingkirkan barang apabila alasannya jelas. Lebih sulit untuk membuang apabila alasannya tidak mengena bagi kita. Sejumlah pakar telah mengusulkan beragam patokan bagi orang-orang yang berat berpisah dengan barang milik mereka.
Contohnya, “buang apa saja yang sudah setahun tidak Anda pergunakan” dan “jika Anda tidak bisa memutuskan, simpanlah barang-barang tersebut di dalam kardus dan cek lagi enam bulan mendatang”.
Namun, begitu Anda mulai memfokuskan perhatian pada cara memilih barang yang harus dibuang, Anda sejatinya sudah menyimpang dari tujuan. Dengan kondisi mental semacam ini, meneruskan berbenah justru riskan.
Pada suatu masa, saya sempat menjadi “tukang sampah”. Sesudah menemukan buku Seni Membuang sewaktu berusia 15 tahun, saya
memfokuskan perhatian pada cara-cara memilih barang untuk dibuang dan saya bertambah giat mempraktikkan cara-cara tersebut. Saya selalu mencari tempat baru untuk praktik, entah itu kamar saudara saya atau loker umum di sekolah. Benak saya sarat dengan kiat berbenah dan saya yakin 100%—keyakinan yang rupanya keliru—bisa membenahi tempat mana saja.
Tujuan yang saya patok pada saat itu adalah menyingkirkan barang sebanyak-banyaknya. Demi mengurangi barang, saya menerapkan tiap kriteria yang dianjurkan oleh berbagai buku. Saya mengenyahkan baju yang sudah dua tahun tidak saya kenakan, membuang satu barang tiap kali membeli barang baru, dan menyingkirkan apa saja yang saya tidak yakin mesti disimpan. Dalam sebulan, saya membuang sampah sebanyak tiga puluh kantong.
Namun, tidak peduli sebanyak apa saya membuang, tak satu ruangan pun di rumah saya tampak lebih rapi.
Malahan, saya menjadi gemar berbelanja demi mengurangi stres dan alhasil gagal total dalam merampingkan jumlah barang kepunyaan saya. Di rumah saya selalu siaga satu, senantiasa awas
terhadap barang berlebih yang bisa dibuang. Saat menemukan barang yang tidak dipergunakan, saya serta-merta menyambarnya dengan sengit dan membuangnya ke tong sampah. Pantas saja kian lama saya kian tegang dan pemarah serta mustahil bersantai, bahkan di rumah sendiri.
Suatu hari sepulang sekolah, saya membuka pintu kamar untuk mulai berbenah seperti biasa. Saat melihat ruangan tak rapi tersebut, saya akhirnya hilang kesabaran. “Aku tidak mau beres-beres lagi!”
jerit saya. Selepas mengempaskan diri ke tengah-tengah kamar, saya mulai berpikir. Sudah tiga tahun saya rajin berbenah dan membuang barang, tetapi kamar saya tetap saja terasa acak-acakan. Kenapa kamarku tidak rapi-rapi, padahal aku sudah banting tulang membereskannya? Walaupun saya tidak mengucapkannya keras-keras, saya praktis menjerit-jerit di dalam hati. Pada saat itu, saya mendengar sebuah suara.
“Lihat lebih saksama ada apa saja di kamarmu.”
Maksudnya apa? Aku sudah tiap hari memelototi semua yang ada di sini sampai-sampai mataku seperti mau copot. Sementara pikiran itu masih terngiang-ngiang di kepala, saya jatuh tertidur di
lantai. Andaikan saya sedikit lebih pintar, saya tentu sadar lebih awal bahwa memusatkan perhatian hanya pada proses membuang niscaya mendatangkan ketidakbahagiaan. Kenapa? Karena, kita semestinya memilih apa yang hendak kita simpan, bukan apa yang hendak kita singkirkan.
Ketika terbangun, saya seketika paham apa maksud suara yang berdengung di kepala saya. Lihat lebih saksama ada apa saja. Saking berkonsentrasinya membuang dan menghajar rintangan di sekitar, saya lupa mensyukuri barang-barang yang saya sukai, barang-barang-barang-barang yang ingin saya simpan. Berkat pengalaman tersebut, saya menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk memilih benda mana yang hendak disimpan atau dibuang adalah dengan mengambil dan memegangi tiap benda, lantas bertanya, “Apakah ini membangkitkan kegembiraan?” Jika ya, simpanlah. Jika tidak, buang saja. Cara itu bukan hanya paling sederhana, melainkan juga merupakan patokan paling akurat untuk menilai apakah barang itu mesti dibuang atau tidak.
Anda mungkin ragu akan efektivitas kriteria yang sesumir itu, tetapi kuncinya adalah memilah barang
satu per satu. Jangan hanya membuka lemari dan memutuskan selepas sekilas pandang bahwa semua di dalamnya menghangatkan hati Anda. Tiap pakaian harus Anda pegang. Ketika menyentuh selembar pakaian, tubuh Anda pasti bereaksi. Tanggapannya terhadap tiap barang pastinya berbeda-beda. Tidak percaya? Silakan coba sendiri.
Saya punya alasan sehingga memilih standar tersebut. Bagaimanapun, apa gunanya berbenah?
Kalau bukan supaya bahagia di tengah-tengah lingkungan dan barang-barang yang ada di sana, menurut saya tidak ada gunanya. Oleh sebab itu, kriteria terbaik untuk memilih barang yang harus disimpan atau dibuang adalah sebagai berikut: apakah benda itu membuat Anda bahagia atau tidak, menggembirakan Anda atau tidak.
Apakah Anda bahagia mengenakan pakaian yang tidak membuat Anda senang?
Gembirakah Anda ketika dikelilingi tumpukan buku tak kunjung dibaca yang tidak menyentuh hati Anda?
Apa menurut Anda memiliki aksesori yang Anda tahu tidak akan Anda kenakan dapat mendatangkan kebahagiaan?
Jawaban untuk semua pertanyaan itu mestinya:
tidak.
Sekarang bayangkan menghuni tempat tinggal berisi barang-barang yang hanya membangkitkan kegembiraan. Bukankah itu gaya hidup yang Anda mimpikan?
Simpan saja barang-barang yang sungguh menggetarkan hati Anda. Kemudian, teguhkan tekad untuk membuang sisanya. Dengan melakukan itu, Anda dapat membuka lembaran baru dan merintis gaya hidup anyar.
Pilah per Kategori
Memutuskan hendak menyimpan apa berdasarkan tergugah tidaknya hati Anda merupakan langkah paling penting dalam proses berbenah. Namun, langkah-langkah konkret apa yang diperlukan untuk menyingkirkan barang berlebih secara efisien?
Mula-mula, biar saya sampaikan apa yang tidak boleh Anda lakukan. Jangan mulai memilah dan membuang berdasarkan lokasi. Jangan berpikir, Akan kubersihkan dahulu kamar tidurku, kemudian lanjut ke ruang keluarga atau Akan kusortir isi laci-laciku, dari atas ke bawah. Pendekatan ini fatal. Mengapa?
Karena, sebagian besar orang bahkan tidak repot-repot menyimpan barang sejenis di satu tempat.
Di kebanyakan rumah, barang-barang sekategori tersimpan secara acak di dua tempat atau lebih.
Misalkan saja Anda mulai memilah dari lemari kamar tidur. Sesudah beres menyortir dan menyingkirkan semua barang yang perlu dibuang, Anda pasti akan menjumpai pakaian yang Anda simpan di lemari lain atau mantel yang disampirkan ke kursi ruang keluarga. Anda kemudian mesti mengulang proses memilih dan menyimpan yang sudah pasti membuang-buang waktu dan tenaga. Parahnya lagi, dalam situasi semacam itu, Anda takkan bisa membuat penilaian akurat mengenai apa yang ingin Anda simpan atau buang. Pengulangan dan upaya yang tersia-sia dapat memadamkan motivasi sehingga tentunya mesti dihindari.
Oleh sebab itu, saya sarankan agar Anda selalu bekerja berdasarkan kategori, bukan lokasi.
Sebelum memilih hendak menyimpan apa, kumpulkan semua barang yang sekategori sekaligus.
Setelah itu, hamparkan semuanya di satu tempat.
Untuk mengilustrasikan langkah-langkah yang mesti diambil, mari kita kembali ke contoh mengenai
pakaian. Pertama-tama, Anda memutuskan hendak menata dan menyimpan pakaian. Berikutnya, datangi tiap ruangan di dalam rumah dan cari semua pakaian yang berada di dalamnya. Keluarkan semua pakaian yang Anda temukan dan hamparkan seluruhnya di lantai di satu tempat. Lalu, pegangilah pakaian tersebut satu per satu untuk mencari tahu apakah baju itu membangkitkan kegembiraan atau tidak.
Pakaian yang boleh disimpan hanyalah yang membangkitkan kegembiraan; yang lainnya, tidak.
Ikuti prosedur tersebut untuk tiap kategori. Jika pakaian Anda terlampau banyak, Anda boleh membuat subkategori seperti atasan, bawahan, kaus kaki, dan lain-lain, kemudian telaahlah pakaian-pakaian Anda per subkategori.
Mengumpulkan semua barang di satu tempat adalah tahap esensial dalam proses berbenah karena memberi Anda gambaran akurat mengenai seberapa banyak barang yang Anda miliki. Sebagian besar orang tercengang melihat betapa banyaknya barang mereka, yang sering kali dua kali lipat dari perkiraan mereka. Dengan menghimpun barang-barang di satu tempat, Anda juga bisa membandingkan barang yang berdesain mirip sehingga memudahkan Anda untuk
memutuskan hendak menyimpan yang mana.
Ada alasan lain sehingga saya menganjurkan Anda untuk mengeluarkan semua barang sekategori dari laci, lemari, dan lain-lain, kemudian membeberkannya di lantai. Benda yang tidak kelihatan dalam tempat penyimpanannya pada dasarnya terbengkalai. Oleh sebab itu, sulit untuk menentukan apakah benda tersebut membangkitkan kegembiraan atau tidak. Dengan menghadirkan benda itu ke depan penglihatan, kita seakan-akan menghidupkan kembali benda tersebut dan kemudian, akan lebih mudah bagi kita untuk menilai apakah barang itu menyentuh hati kita atau tidak.
Menangani tiap kategori satu per satu dalam satu rentang waktu mempercepat proses berbenah. Maka, pastikanlah untuk mengumpulkan semua barang sekategori yang ingin Anda tata. Jangan sampai ada yang terlewat.
Jangan Memulai dari Barang Kenang-kenangan Kalau Tidak Mau Gagal
Anda mengawali hari dengan semangat menggebu
untuk beres-beres, tetapi tanpa Anda sadari, hari ternyata sudah malam dan barang Anda nyaris belum berkurang. Terkesiap kaget, Anda menyalahkan diri sendiri dan larut dalam keputusasaan. Apa kiranya yang sedang Anda pegang? Kemungkinan besar komik favorit Anda, album foto, atau benda lain yang menyimpan kenangan indah.
Saran saya agar Anda merapikan bukan berdasarkan ruangan melainkan berdasarkan kategori bukan berarti Anda boleh mulai dari kategori mana saja yang Anda suka. Tingkat kesulitan dalam memilih barang yang harus disimpan atau dibuang berbeda-beda, bergantung pada kategori. Orang lazimnya mandek apabila mulai berbenah dari tipe barang yang sukar diputuskan mesti disimpan atau dibuang. Benda-benda sarat kenangan, seperti foto, bukan kategori yang bagus untuk mengawali proses berbenah, terutama bagi pemula. Selain karena jumlah barang semacam itu biasanya jauh lebih banyak ketimbang barang jenis lain, sulit sekali membuat penilaian jernih mengenai layak tidaknya benda tersebut disimpan.
Selain nilai fisik sebuah barang, ada tiga faktor lain
yang menambah nilai harta benda kita: fungsi, informasi, dan keterikatan emosional. Terlebih bila barang tersebut langka, menentukan perlu tidaknya membuang barang itu pasti semakin sukar. Orang-orang berat hati membuang barang yang masih bisa mereka pergunakan (nilai fungsional), yang memuat informasi bermanfaat (nilai informatif), dan yang bernilai sentimental (nilai emosional).
Ketika benda semacam itu sukar didapat atau jarang (langka), semakin sulit pula mengenyahkannya.
Proses pemilahan—menentukan hendak menyimpan atau membuang yang mana—niscaya lebih mulus apabila Anda mengawalinya dari barang-barang yang mudah dinilai. Berangsur-angsur menanganinya dari kategori mudah ke sulit juga bermanfaat untuk mengasah kemampuan Anda membuat putusan. Pakaian paling mudah karena nilai kelangkaannya teramat rendah. Sebaliknya, foto dan surat memiliki nilai sentimental yang sangat tinggi, sekaligus tidak ada duanya; oleh sebab itu, foto dan surat mesti diseleksi paling akhir. Apalagi, foto biasanya ditemukan secara tak terduga-duga di berbagai tempat selagi kita menyortir
kategori-kategori lain, semisal di sela-sela halaman buku dan di antara kertas-kertas. Urutan yang terbaik adalah sebagai berikut: pertama-tama pakaian, lalu buku, kertas, komono (pernak-pernik), dan terakhir kenang-kenangan. Urut-urutan ini juga terbukti paling efektif untuk memuluskan proses berikutnya, yaitu menyimpan. Yang terakhir, dengan menerapkan urut-urutan itu terasah pulalah insting kita terkait barang mana yang membangkitkan kegembiraan dan mana yang tidak. Jika Anda bisa mempercepat proses pembuatan putusan secara dramatis hanya dengan mengubah urut-urutan barang yang hendak dibuang, bukankah upaya itu layak dicoba?
Jangan Perkenankan Keluarga Anda Melihat
Berbenah habis-habisan menghasilkan segunung sampah. Pada tahap tersebut, bencana yang bisa lebih meluluhlantakkan ketimbang gempa bumi adalah kedatangan pakar daur ulang alias “ibu”.
Salah seorang klien saya, yang akan saya sebut
“M”, tinggal bersama orangtua dan seorang saudaranya. Keluarga tersebut pindah ke rumah yang
sekarang mereka huni lima belas tahun silam sewaktu M masih SD. Dia tidak saja gemar membeli pakaian, tetapi juga suka menyimpan baju-baju bernilai sentimental, seperti seragam sekolah dan kaus yang dibuat untuk memperingati acara khusus. Dia menyimpan baju-baju tersebut dalam kardus dan menumpuk kardus-kardus tersebut sampai-sampai lantai papan di ruangan itu tidak kelihatan sama sekali. Perlu lima jam untuk memilah dan membereskan semuanya. Pada penghujung hari, M telah menyingkirkan 15 kantong sampah yang terdiri atas 8 kantong pakaian, 200 buku, macam-macam boneka, dan kerajinan yang dia buat di sekolah.
Kami menumpuk semuanya dengan rapi di samping pintu, di lantai yang sekarang kelihatan, dan saya hendak menyampaikan satu poin teramat penting.
“Untuk menyingkirkan sampah ini, ada satu rahasia.” Saya baru memulai ketika pintu terbuka dan masuklah ibunya yang membawa es teh di atas nampan. Aduh, gawat, pikir saya.
Sang ibu lantas meletakkan nampan di meja.
“Terima kasih banyak sudah membantu putri saya,”
katanya dan lantas beranjak. Pada saat itu, matanya tertumbuk ke segunung sampah di dekat pintu.