• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: TAFSI<R AL-AH}KA<M: METODE DAN PERKEMBANGANNYA

1. Terminologi Tafsi>r al-Ah}ka>m

29

untuk memastikan pandangan Islam mengenai hal ini. Konsep inilah yang dimaksudkan dengan fiqih. Sedangkan hukum Islam dapat disimpulkan sebagai pemahaman syari‟at yang telah diformulasikan dalam bentuk teks hukum berupa konstitusi, undang-undang dan peraturan yang mengikat warga negara. Dari sini, hukum Islam diibaratkan sebagai hukum yang menjadi acuan suatu negara atau bagian dari hukum negara itu sendiri.

Salah satu corak yang menjadi diskursus dalam kajian mazhab tafsir kontemporer adalah mengenai lawn al-fiqhi atau tafsir ayat-ayat hukum yang lebih populer dengan terma tafsi>r ah}ka>m. Dalam bukunya Al-Tafsi>r Wa Mufassiru>n, Muh}ammad H}usain Dzahabi> menamakannya dengan tafsi>r al-fiqhi> atau tafsi>r al-fuqaha>’.3

Tafsi>r ah}ka>m merupakan ragam corak dari banyaknya penafsiran al-Qur‟an. Ayat-ayat al-Qur‟an yang menjadi landasan hukum Islam adalah objek utama corak ini. Penafsiran ayat-ayat tersebut berpotensi untuk menjadi acuan dalam istinbat hukum. Sebagaimana ayat-ayat yang mengandung amr, nahi>, atau permasalahan lainnya dalam fiqih yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf maka termasuk dalam kategori a>yat ah}ka>m.4

1. Terminologi Tafsi>r al-Ah}ka>m

Tafsi>r al-ah}ka>m dibentuk dari dua kata yaitu tafsi>r dan ah}ka>m yang merupakan jama‟ dari lafaz al-h}ukm.

3 Muh}ammad H}usain al-Dhahabi>, Al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, jilid II (Kairo: Maktabah Wahbah, 2003), 319-348.

30

Kata tafsi>r sendiri, berarti penampakan atau penjelasan suatu makna. Ah}mad Ibnu Fa>ris (w. 395 H) pakar ilmu bahasa menjelaskan dalam bukunya al-Maqa>yis Fi> al-Lughah bahwa kata

َرهسَف

mengandung makna keterbukaan dan kejelasan.5

Patron kata tafsi>r yang terambil dari kata

َرهسَف

yang mengandung makna kesungguhan membuka atau keberulang-ulangan melakukan upaya membuka, sehingga itu berarti kesungguhan dan berulang-ulangnya upaya untuk membuka apa yang tertutup/menjelaskan apa yang mushki>l/sulit dari makna suatu lafaz.6

Bermacam-macam formulasi yang dikemukakan para pakar tentang maksud “tafsir al-Qur‟an”, salah satu definisi yang singkat tetapi cukup mencakup adalah penjelasan yang tersembunyi tentang maksud ayat-ayat Allah sesuai dengan kemampuan manusia dan kecenderungan sang penafsir.

Seorang mufassir sering terbentur pada pengertian tentang tafsir Qur‟an, padahal makna tafsir bisa berubah-ubah sesuai perubahan konteks dan sistem kehidupan masyarakat yang mana menjadikan makna penafsiran itu sangat relatif dan tidak tetap, tergantung kapan dan siapa yang menyusun sehingga mufassir membutuhkan kejelian ketika ia akan masuk di dalamnya.

Sebagai sebuah kosa kata dalam bahasa Indonesia, kata “hukum” sebenarnya berasal dari bahasa Arab yaitu berasal dari kata hukm yang berarti

5 Ah}mad Ibnu Fa>ris, al-Maqa>yis Fi> al-Lughah (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), 129

31

“ketetapan” (provision), “putusan” (judgement, verdict, decision), “pemerintahan” (government), “kekuasaan” (authority, power), “perintah” (command), “hukuman” (sentence) dan makna-makna lainnya.7

Kata kerja yang terbentuk dari kata

مكلحا

yaitu

مكح

-

مكيح

yang dapat berarti “memutuskan”, “mengadili”, “menetapkan”, “menghukum”, “memerintahkan” serta makna-makna lainnya. Asal usul kata

مكح

berarti

mengendalikan dengan satu pengendalian.8

Sedangkan pengertian

مكلحا

yang lebih umum secara bahasa adalah bila “anda memutuskan sesuatu dengan begitu atau begini, baik keputusan tersebut mengikat orang lain selain anda atau tidak mengikat”.9

Jika digabung pengertian terminologis antara keduanya maka tafsi>r al-ah}ka>m adalah penjelasan tentang firman-firman Allah yang berkaitan dengan aspek perintah, larangan atau keputusan-keputusan yang dapat mengikat atau tidak mengikat sesuai dengan kemampuan manusia.

Adapaun definisi yang dikemukakan Oleh Nu>r al-di>n ‘It}r, bahwa tafsi>r al-ah}ka>m ialah:

تَسفتلا

يذلا

تِنعي

ويف

ةساردب

تياآ

ماكحلأا

نايبو

ةيفيك

طابنتسا

ماكحلأا

اهنم

7

Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (London: Macdonald & Evans Ltd., 1980), 196.

8

al-Raghi>b al-As}faha>ni>, Mu’jam Mufrada>t Alfa>dh al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-Fikr. t.t), 126.

9

32

“Metode penafsiran al-Qur‟an yang berfokus pada pengkajian ayat-ayat hukum serta cara dalam melakukan penggalian hukum (istinbath) dari ayat-ayat tersebut”.10

Dalam definisi ini, setidaknya ada tiga istilah penting dalam proses tafsi>r al-ah}ka>m, yaitu: a>yat ah}ka>m, ah}ka>m, dan istinbat} ah}ka>m.11

Para mufassir sendiri tidak berkomentar tentang definisi apapun mengenai makna ayat hukum ini. Alasan yang memungkinkan tidak adanya tentang definisi ayat hukum karena untuk sampai pada arti yang dimaksudkan haruslah merujuk kepada „urf al-Qur‟an dan taba>dur (yang tercepat dipahami) dan tidak perlu kepada hal-hal lain lagi.12

Namun begitu, Muh}ammad Faki>r al-Muba>di berupaya memberikan definisi terhadap ayat-ayat hukum di dalam bukunya yang berjudul A<yat Ah}ka>m Tat}bi>qi>: Fiqh Qur’a>n. Menurutnya a>yat ah}ka>m adalah ayat al-Qur‟an yang berisikan hukum takli>fi> (penjelasan hukum yang mengarah dan berkaitan secara langsung kepada perbuatan manusia yaitu wajib, Sunnah, haram, makruh dan mubah) atau hukum wad}’i (penjelasan hukum yang tidak berkaitan secara langsung dengan perbuatan manusia, seperti sah dan tidak sahnya suatu perbuatan).13 Melihat definisi tampaknya tidak ada perbedaan mengenai apa itu fiqh, syariat Islam dan hukum Islam.

Dengan demikian tafsir yang beraliran macam ini kadang-kadang yang ditafsirkan adalah ayat-ayat yang berkaitan tentang hukum fiqih saja, baik

10 Nu>r al-Di>n ‘It}r, ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Damaskus: Mat}ba’ah as-S}abah, 1414 H/1993 M), 103.

11 Isnan Anshory, Mengenal tafsir ahkam (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2018), 6

12

Lilik Ummi Kultsum dan Abd. Moqsith Ghazali, Tafsir Ayat-ayat Ahkam (Ciputat: UIN Press, 2015), 11.

13 Muh}ammad Faki>r Muba>di, Ayat-ayat Hukum dalam Pandangan Imamiyah dan Ahlusunnah, Penerjemah Sirojudin (Jakarta: Nur Huda, 2014), 12.

33

berupa ibadah, muamalah, munakaha, jinayat, siyasah dan lain-lain. Sedangkan ayat lain yang tidak membahas atau bahkan tidak memuat hukum fiqih tidak ditafsirkan bahkan tidak dimuat sama sekali.