• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

D. Instrumen Penelitian

1. Tes Pemahaman Matematis

Tes yang digunakan dalam penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengukur kemampuan conceptual understanding dan procedural fluency siswa. Penyusunan instrumen tes ini didasarkan oleh dua Kompetensi Inti (KI) Bentuk Akar, Pangkat dan Logaritma kelas X SMA dalam Kurikulum 2013. KI yang

27

Wita Aprialita, 2013

Pengaruh Model Experiential Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pertama yaitu memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Dalam KI tersebut memuat sebuah Kompetensi Dasar (KD) yaitu memilih dan menerapkan aturan eksponen dan logaritma sesuai dengan karakteristik permasalahan yang akan diselesaikan dan memeriksa kebenaran langkah-langkahnya. KI yang kedua yaitu mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. Dalam KI tersebut memuat sebuah KD yaitu menyajikan masalah nyata menggunakan operasi aljabar berupa eksponen dan logaritma serta menyelesaikannya menggunakan sifat-sifat dan aturan yang telah terbukti kebenarannya.

Butir-butir soal ini terbagi ke dalam dua aspek yaitu, pemahaman konsep (conceptual understanding) dan kelancaran menggunakan prosedur (procedural fluency). Pemahaman konsep diukur melalui soal yang dapat mengungkap kemampuan siswa dalam menginterpretasikan istilah/simbol, operasi, dan relasi dalam bentuk ekspresi matematika yang berbeda, sedangkan kelancaran menggunakan prosedur mengungkap kemampuan dalam melakukan manipulasi aljabar atau menggunakan prosedur baku secara efektif dan akurat (Mulyana, 2009: 60).

Sebelum menyusun soal, terlebih dahulu disusun kisi-kisi soal yang juga didasarkan atas KI dan KD yang telah diungkapkan sebelumnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun soal beserta kunci jawabannya. Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe subjektif. Adapun bentuk soal yang digunakan pada tes tipe subjektif adalah bentuk uraian. Adapun alasan pemilihan soal berbentuk uraian yaitu dengan penggunaan bentuk soal ini diharapkan:

28

Wita Aprialita, 2013

Pengaruh Model Experiential Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Proses berpikir dan ketelitian siswa dapat dilihat melalui langkah-langkah penyelesaian soal;

b. Guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal, termasuk cara menyelesaikan soal tersebut dan sejumlah konsep yang telah dikuasai;

c. Guru dapat mengetahui kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal;

d. Terjadinya bias hasil evaluasi dapat dihindari, karena tidak ada sistem tebakan atau untung-untungan. Hasil evaluasi dapat mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya; dan

e. Dapat menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik, mengemukakan pendapat, serta mengaitkan konsep dan fakta secara relevan (Nurhanifah, 2010: 30).

Aturan pemberian skor untuk setiap jawaban pada soal berbentuk uraian didasarkan atas ketercapaian setiap indikator, sehingga setiap butir soal memiliki bobot yang sama. Instrumen tes yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari enam butir soal uraian, dimana masing-masing butir soal mewakili satu indikator pemahaman matematis. Skor setiap butir soal pada tes ini adalah 10, sehingga skor maksimum ideal yang diharapkan adalah 60.

Sebelum diujicobakan kepada siswa, terlebih dahulu dilakukan pengukuran kualitas soal pada instrumen tes dengan menggunakan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran. Pengujian terhadap instrumen tes ini dilakukan di kelas XI IPA-4 SMA Negeri 2 Cimahi tahun ajaran 2013-2014 dengan subjek pengujian sebanyak 30 orang. Untuk memudahkan perhitungan dalam pengukuran kualitas tes ini, akan digunakan bantuan software Anates. Berikut ini adalah uraian dari setiap pengujian.

a. Validitas Butir Soal

Suatu alat evaluasi dikatakan valid apabila instrumen itu, untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang semestinya diukur (Ruseffendi, 2010: 148). Validitas dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu validitas teoritik dan validitas empirik. Validitas teoritik adalah validitas alat evaluasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan (judgement) teoritik, sedangkan validitas empirik diperoleh dengan melalui observasi atau pengalaman yang bersifat empirik

29

Wita Aprialita, 2013

Pengaruh Model Experiential Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(Suherman dan Kusumah, 1990). Pada penelitian ini, validitas yang diuji adalah adalah validitas empirik yang dikhususkan pada validitas butir soal.

Cara untuk menentukan validitas suatu alat evaluasi adalah dengan menghitung koefisien validitasnya. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien validitas korelasi butir soal adalah rumus produk momen memakai angka kasar (raw score). Adapun perhitungan untuk rumus ini adalah sebagai berikut (Suherman dan Kusumah, 1990):

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ( ∑ ∑ )

Keterangan:

= koefisien korelasi antara variabel dan variabel ;

= banyaknya subjek;

= skor masing-masing butir soal pada tes; dan = skor total yang diperoleh pada tes.

Interpretasi nilai koefisien validitas ( ) menurut Gullford (Suherman dan

Kusumah, 1990: 147) menggunakan kriteria berikut ini.

validitas sangat tinggi;

validitas tinggi;

validitas sedang;

validitas rendah;

validitas sangat rendah; dan

tidak valid.

Adapun nilai koefisien validitas untuk setiap butir soal menggunakan bantuan software Anates, yaitu sebagai berikut.

Tabel 3.1

Nilai Koefisien Validitas Setiap Butir Soal

Nomor Butir Soal Koefisien Validitas Signifikansi

1 0,593 Signifikan

30

Wita Aprialita, 2013

Pengaruh Model Experiential Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3 0,790 Sangat signifikan

4 0,615 Signifikan

5 0,578 Signifikan

6 0,864 Sangat signifikan

Apabila nilai-nilai koefisien korelasi pada tabel 3.1 dikategorikan berdasarkan kriteria validitas menurut Suherman dan Kusumah, maka hasilnya sebagai berikut.

Tabel 3.2

Validitas Setiap Butir Soal

Nomor Butir Soal Koefisien Validitas Kategori Validitas

1 0,593 Sedang 2 0,725 Tinggi 3 0,790 Tinggi 4 0,615 Tinggi 5 0,578 Sedang 6 0,864 Sangat tinggi

Berdasarkan tabel 3.2, dapat dikatakan bahwa tingkat validitas butir soal pada instrumen tes pemahaman matematis yang digunakan pada penelitian ini tergolong minimal sedang. Apabila nilai koefisien validitas butir soal dirata-ratakan, diperoleh nilai koefisien validitas internal sebesar 0,694 sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat validitas internal tes ini tergolong tinggi. Ini berarti instrumen tes ini cukup valid dalam mengevaluasi kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

b. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas suatu alat evaluasi adalah suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten) meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula (Suherman dan Kusumah, 1990: 167). Cara untuk menentukan reliabilitas suatu alat evaluasi adalah dengan menghitung koefisien reliabilitasnya. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas bentuk uraian adalah rumus Alpha. Adapun

31

Wita Aprialita, 2013

Pengaruh Model Experiential Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perhitungan untuk rumus ini adalah sebagai berikut (Suherman dan Kusumah, 1990: 194):

dimana

Keterangan:

= koefisien reliabilitas;

N = banyaknya butir soal; si2 = varians skor tiap butir soal; st2 = varians skor total;

= banyaknya subjek; dan = skor tiap butir soal.

Interpretasi nilai koefisien reliabilitas menurut Gullford

menggunakan krteria berikut ini (Suherman dan Kusumah, 1990: 177).

reliabilitas sangat tinggi;

reliabilitas tinggi;

reliabilitas sedang;

reliabilitas rendah; dan

reliabilitas sangat rendah.

Adapun nilai koefisien reliabilitas tes yang diperoleh setelah perhitungan dengan menggunakan rumus Alpha adalah 0,78 sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen tes ini memiliki tingkat reliabilitas sangat tinggi. Ini berarti instrumen tes pemahaman matematis yang digunakan pada penelitian ini sangat reliabel dalam mengevaluasi kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Suherman dan Kusumah, 1990: 200). Cara untuk menentukan daya pembeda untuk bentuk uraian yaitu dengan menggunakan rumus berikut:

32

Wita Aprialita, 2013

Pengaruh Model Experiential Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ̅ ̅

Keterangan:

DP = daya pembeda;

̅ = rata-rata skor kelompok atas; ̅ = rata-rata skor kelompok bawah; dan SMI= Skor Maksimum Ideal.

Klasifikasi untuk menginterpretasikan daya pembeda (DP) adalah sebagai berikut (Suherman dan Kusumah, 1990: 202).

DP sangat jelek;

DP jelek;

DP cukup;

DP baik; dan

DP sangat baik.

Adapun daya pembeda untuk setiap butir soal yang diperoleh melalui bantuan software Anates adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3

Daya Pembeda Setiap Butir Soal Nomor Butir Soal Daya Pembeda (%) Daya Pembeda (desimal) Kategori Daya Pembeda 1 26,25 0,26 Cukup 2 47,50 0,48 Baik 3 48,75 0,49 Baik 4 46,25 0,46 Baik 5 40,00 0,40 Baik 6 47,50 0,48 Baik

Berdasarkan tabel 3.3, dapat dikatakan bahwa daya pembeda setiap butir soal tergolong minimal sedang. Apabila daya pembeda setiap butir soal dirata-ratakan,

33

Wita Aprialita, 2013

Pengaruh Model Experiential Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diperoleh rata-rata daya pembeda sebesar 0,43 sehingga dapat dikatakan bahwa daya pembeda keseluruhan soal tes ini tergolong baik. Ini berarti instrumen tes ini dapat membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan yang berkemampuan rendah dalam mengevaluasi kelas eksperimen dan kelas kontrol. d. Indeks Kesukaran

Suatu hasil dari alat evaluasi dikatakan baik apabila menghasilkan skor atau nilai yang membentuk distribusi normal. Jika soal tersebut terlalu sukar, maka frekuensi distribusi yang paling banyak terletak pada skor yang rendah karena sebagian besar siswa mendapat nilai yang jelek. Sebaliknya jika soal yang diberikan terlalu mudah, maka frekuensi distribusi yang paling banyak terletak pada skor yang tinggi, karena sebagian besar siswa mendapat nilai baik (Suherman dan Kusumah, 1990: 211).

Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut indeks kesukaran. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 sampai dengan 1,00. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung indeks kesukaran tiap butir soal bentuk uraian adalah sebagai berikut:

̅ Keterangan:

IK = indeks kesukaran;

̅ = rata-rata skor tiap butir soal; dan SMI = skor maksimum ideal tiap butir soal.

Klasifikasi untuk menginterpretasikan indeks kesukaran (IK) adalah sebagai berikut (Suherman dan Kusumah, 1990: 213).

IK soal terlalu sukar;

IK soal sukar;

IK soal sedang;

IK soal mudah; dan

34

Wita Aprialita, 2013

Pengaruh Model Experiential Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Adapun indeks kesukaran untuk setiap butir soal yang diperoleh melalui bantuan software Anates adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4

Indeks Kesukaran Setiap Butir Soal Nomor Butir Soal Indeks Kesukaran (%) Indeks Kesukaran (desimal) Kategori Indeks Kesukaran 1 46,88 0,47 Sedang 2 43,75 0,44 Sedang 3 63,13 0,63 Sedang 4 74,38 0,74 Mudah 5 63,75 0,64 Sedang 6 48,75 0,49 Sedang

Sebagian besar indeks kesukaran soal pada instrumen tes pemahaman matematis berdasarkan tabel 3.4 tergolong sedang. Apabila indeks kesukaran setiap butir soal dirata-ratakan, diperoleh rata-rata indeks kesukaran sebesar 0,57 sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kesukaran keseluruhan soal tes ini tergolong sedang. Ini berarti instrumen tes ini sudah baik dalam mengevaluasi kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kualitas instrumen tes pemahaman matematis yang digunakan dalam penelitian ini tergolong baik sebagai alat evaluasi pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Instrumen tes ini untuk selanjutnya disebut sebagai pretes apabila digunakan untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman matematis kedua kelas dan disebut postes apabila digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuannya. 2. Jurnal Harian

Jurnal harian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap siswa selama penerapan model experiential learning yang dituangkan kedalam sebuah tulisan. Jurnal harian ini akan digunakan peneliti sebagai acuan dalam merevisi RPP yang menggunakan pembelajaran experiential learning pada pertemuan-pertemuan selanjutnya.

35

Wita Aprialita, 2013

Pengaruh Model Experiential Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3. Lembar Observasi

Lembar observasi yang dimaksud adalah suatu pedoman bagi peneliti dalam menilai kesesuaian antara pembelajaran yang diterapkan oleh guru dengan skenario yang telah disusun dalam RPP melalui aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini, pembelajaran yang dimaksud menggunakan model experiential learning.

Dokumen terkait