• Tidak ada hasil yang ditemukan

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

B. STATUS GIZI

C.2 Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

C.2.1 Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini dapat menginfeksi bayi baru lahir apabila pemotongan tali pusat tidak dilakukan dengan steril. Kasus TN banyak ditemukan pada daerah dengan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang rendah. Pada tahun 2016 di kota Denpasar tidak ditemukan kejadian tetanus neonatorum, hal ini kemungkinan besar di pengaruhi oleh

cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang cukup baik (100%) sehingga kejadian TN pada bayi yang seringkali menjadi penyebab kematian bayi dapat ditekan.

C.2.2 Campak

Penyakit campak adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus, dan sebagian besar menyerang anak – anak. Penularan campak dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita campak atau melalui udara yang terkontaminasi. Pada umumnya sebagian besar penderita campak akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak usia < 5 tahun. Kasus campak pada penderita malnutrisi dan defesiensi vit A serta HIV bisa menjadi berat dan fatal. Komplikasi campak antara lain Diare, Bronchopneumonia, Malnutrisi, otitis media, kebutaan, encephalitis.

Kegiatan surveilans campak di Kota Denpasar adalah Surveilans berbasis individu ( Case Based Measles Surveillance / CBMS) yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007 di unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. Kegiatan CBMS adalah melakukan pemeriksaan serologis terhadap kasus klinis dengan pemeriksaan antibody untuk penegakan diagnose campak.

Penegakan diagnose kasus campak dilakukan dengan pemeriksaan antibody pada setiap kasus klinis campak yang ditemukan disarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

Dalam lima tahun terakhir insidens kasus campak (per 100.000 penduduk ) dengan konfirmasi laboratorium positif campak seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 3.13

Insiden Campak Per 100.000 Penduduk Di Kota Denpasar Tahun 2012 s/d 2016

0 kasus campak yang sudah terkonfirmasi laboratorium.

Dalam penentuan KLB definisi KLB yang digunakan adalah bila di suatu wilayah ditemukan 5 atau lebih kasus klinis campak dalam waktu 4 minggu berturut-turut, dan terbukti memiliki hubungan epidemiologis maka dinyatakan sebagai KLB Kasus Klinis Campak.

Untuk penegakan diagnose KLB dilakukan pemeriksaan laboratorium serum (untuk pemeriksaan antibody) dan pemeriksaan urin (untuk penentuan genotype virus). Pada tahun 2016 dilaporkan 1 kali KLB klinis campak di Kota Denpasar dengan jumlah pederita 6 orang (3 laki dan 3 perempuan), tanpa kematian akibat campak (CFR=0), dan dari pemeriksaan antibody didapatkan hasil positif rubella.

C.2.3 Poliomyelitis dan Acute Flaccid Paralysis (AFP)/ Lumpuh Layuh Akut

Penyakit poliomyelitis merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyebab penyakit tersebut adalah virus polio yang menyerang system syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan. Kelompok umur 0-3 tahun merupakan kelompok umur yang paling sering diserang penyakit ini, dengan gejala demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan.

Saat Indonesia telah berhasil mendapatkan sertifikasi bebas polio bersama negara-negara South East Asia Region (SEARO) pada tanggal 27 Maret 2014. Untuk mempertahan sertifikasi bebas polio maka harus melakukan Strategi Eradikasi Polio (Polio Endgame Strategic) dimana salah satu kegiatannya adalah Meningkatkan Kinerja Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP).

Berdasarkan Keputasan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 483/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Surveilans AFP difinisi Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus lumpuh layuh akut (AFP) pada anak usia < 15 tahun, yang merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit polio. Kasus lumpuh layuh yang diamati adalah kasus lumpuh layuh yang terjadi secara mendadak dan tidak disebabkan oleh ruda paksa.

Salah satu tujuan surveilans AFP adalah untuk membuktikan indonesia bebas polio, dengan cara menemukan semua kasus afp dan dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan specimen

tinja untuk membuktikan bahwa kasus AFP tersebut tidak disebabkan oleh virus polio.

Indikator surveilans AFP yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu ditemukannya Non Polio AFP Rate minimal sebesar 2/100.000 anak usia < 15 tahun dan specimen adekuat ≥ 80%.

Hasil surveilens aktif pada tahun 2012 s/d 2016 di Kota Denpasar seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 4.15

Kasus AFP Pada Umur < 15 Tahun Di Kota Denpasar Tahun 2012 s/d 2016

0 1 2 3 4 5 6 7

AFP/100.000 Pddk < 15 Thn

6.24 2.49 3.19 1.03 1.19 5.3

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Data pada grafik di atas menunjukkan selama empat tahun terakhir AFP rate tetap dapat dipertahankan diatas 2 per 100.000 anak < 15 tahun. Namun mengalami penurunan yang cukup bermakna di tahun 2014. Pada tahun 2016 AFP rate per 100.000 penduduk meningkat menjadi 5.4/100.000 penduduk < 15 tahun. Kedepannya perlu terus ditingkatkan kinerja surveilans untuk penyakit AFP dengan

meningkatkan kerjasama dengan RS baik RS pemerintah maupun swasta yang ada di Kota Denpasar.

Setiap kasus AFP yang ditemukan dalam kegiatan intensifikasi surveilans, akan dilakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk mengetahui ada tidaknya virus polio liar. Untuk itu diperlukan spesimen adekuat yang sesuai dengan persyaratan yaitu diambil ≤14 hari setelah kelumpuhan dan suhu spesimen 0°C - 8°C sampai di laboratorium.

C.3 Penyakit ditularkan vector dan zoonosis C.3.1 Malaria

Angka kesakitan malaria untuk Jawa dan Bali diukur dengan Annual Parasite Rate Incidence (API). Pada tahun 2016 terdapat satu kasus penyakit malaria positif dari hasil pemeriksan secara klinis terhadap 1 sampel darah di Kota Denpasar. Penyakit malaria bukan merupakan penyakit endemis tetapi merupakan kasus-kasus import dari penduduk yang berasal dari daerah endemis malaria atau orang Bali khususnya yang berasal dari Kota Denpasar yang pernah tinggal di daerah endemis malaria seperti NTT, Maluku dan Papua.

C.3.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vector nyamuk aedes aegypty.

Indonesia merupakan negara tropis yang secara umum mempunyai risiko terjangkit penyakit DBD, karena vektor penyebabnya yaitu

nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di kawasan pemukiman maupun tempat-tempat umum, kecuali wilayah yang terletak pada ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Serangan penyakit DBD berimplikasi luas terhadap kerugian material dan moral berupa biaya rumah sakit dan pengobatan pasien, kehilangan produktivitas kerja dan yang paling fatal adalah kehilangan nyawa.

Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam waktu singkat. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia.

Kota Denpasar merupakan dearah endemis DBD baik tingkat desanya maupun kecamatan, karena selama tiga tahun berturut – turut selalu dilaporkan adanya kasus DBD. Untuk daerah endemis kriteria kejadian luar biasa (KLB) DBD adalah terjadinya satu kematian akibat DBD dan terjadinya peningkatan kasus secara bermakna 2 kali lipat dari periode sebelumnya

Jumlah kasus DBD pada tahun 2016 adalah 2.851 kasus, terdiri dari 1.644 penderita laki-laki dan 1.207 perempuan. Incidence rate DBD pada tahun 2016 adalah sebesar 317,7 per 100.000 penduduk, bila dibandingkan dengan IR DBD tahun 2015 adalah sebesar 178,7 per 100.000 penduduk maka terjadi penurunan IR DBD yang cukup bermakna. Kematian akibat DBD pada tahun 2016 sebanyak 18 orang (CFR=0,6%).

Grafik 3.14

Tahun 2012 s/d 2016

2012 2013 2014 2015 2016

IR DBD

Sumber seksi P2B2 Bidang Bina P2P Dikes Kota Denpasar

Tiga hal penting dalam upaya pemberantasan DBD adalah 1) Peningkatan surveilans penyakit dan surveilans vektor, 2) diagnosis dini dan pengobatan dini, 3) peningkatan upaya pemberantasan vektor penular penyakit DBD. Upaya pemberantasan vektor yang dilaksanakan di Kota Denpasar adalah melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M plus (Menguras,menutup dan mengubur) plus menabur larvasida.

Tingginya kasus DBD di Kota Denpasar disebabkan oleh lingkungan dengan tingkat sanitasi yang kurang memadai, tingkat kepadatan penduduk serta tingkat kepadatan populasi nyamuk aedes aegypty yang tinggi, serta masih rendahnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk. Berbagai upaya telah diambil Pemerintah Kota Denpasar untuk menanggulangi penyakit Demam Berdarah di masyarakat, diantaranya adalah melalui Fogging massal maupun fokus, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui program

3 M plus, penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta peningkatan sanitasi lingkungan.

Disamping melalui upaya tersebut di atas, Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Kesehatan Kota Denpasar secara rutin melaksanakan Lomba Kebersihan Lingkungan dan Pemberantasan Sarang Nyamuk serentak di seluruh wilayah Kota Denpasar yang meliputi 4 Kecamatan, 43 Desa/Kelurahan yang didalamnya termasuk 399 Banjar Dinas/Lingkungan. Lomba ini merupakan upaya yang sifatnya promotif/preventif dan sekaligus sebagai motivator bagi masyarakat agar berperan aktif dalam memberantas penyakit Demam Berdarah Dengue melalui peningkatan kebersihan lingkungan masing-masing rumah tangga. Kebijakan lain yang telah ditempuh pemerintah Kota Denpasar dalam upaya menurunkan IR DBD adalah dengan mengangkat 430 petugas Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK) yang ditempatkan di masing – masing banjar serta 43 orang koordinator Jumantik yang ditempatkan di masing – masing Desa/ Kelurahan, dimana setiap hari mereka melaksanakan pemantauan jentik ke rumah – rumah penduduk. Berbagai upaya yang telah dilakukan diharapkan dapat menurunkan kasus DBD sampai dibawah targetyang ditetapkan secara Nasional yaitu sebesar 55/100.000 penduduk dan kejadian luar biasa yang lebih besar dapat dicegah.

C.3 Kejadian Luar Biasa (KLB)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular

Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya, difinisi KLB adalah “timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah”.

Setiap kejadian KLB harus dilaporkan dalam 1x24 jam dan segera mendapat penanganan penanggulangan dan dilakukan secara terpadu oleh pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat.

Pada tahun 2016 di Kota Denpasar telah terjadi 9 kali KLB dengan rincian sebagai berikut :

N o

Jenis KLB Daerah terserang

Kecamatan Desa

1 DSS 3 3

2 Campak 1 1

3 Keracuanan Makanan 1 2

4 AFP 4 4

Semua KLB tersebut sudah dilaporkan dan ditangani dalam kurun waktu < 24 jam.

PELAYANAN KESEHATAN DAN