• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE BEGINNING OF ME

Dalam dokumen CERITA YANG MEREKA TAK PERNAH TAHU (Halaman 106-120)

7

THE BEGINNING OF ME

Sumantiah

SM-3T Manggarai Barat,

Nusa Tenggara Timur

Life isn’t about finding your self. Life is about creating your self - George Bernard Shaw -

alo, kalian yang sedang membaca tulisanku ini. Kutitip kisah hidupku pada kalian semua. Kisah yang selama ini tak pernah kuungkapkan pada siapapun.

Perkenalkan nama lengkapku Sumantiah. Aku lebih suka dipanggil Tia, tapi orang-orang sering memanggil nama lengkapku. Kata ayah, namaku bukanlah sembarang nama yang tak bermakna. Nama itu diambil dari nama seorang dokter wanita dari Jawa, sang idola Ayah. Ayah berharap

94 | Cerita yang Mereka Tak Pernah Tahu

kelak aku akan bisa menjadi dokter juga. Namaku memang seperti orang Jawa, tapi wajahku mirip orang Arab pribumi yang berkulit hitam manis. Maklum saja, aku mendapatkan 80% gen ayah yang berperawakan Arab campuran. Orang kampung melihatku sebagai black sheep di antara saudari-saudariku yang putih bersih seperti orang Cina tapi aku tak pernah mempermasalahkannya karena aku senang terlihat seperti orang Arab, hitam-hitam manis yang tak bosan dipandang.

Dua hal yang menggambarkan diriku: mandiri dan pekerja keras. Dua sifat itu kudapatkan dari didikan ayah yang sangat tegas dan protektif. Aku diajarkan untuk bekerja di sawah menanam dan memanen padi serta membantu ibu membuat kue-kue untuk dijual ke sekolah-sekolah. Setiap libur sekolah, aku akan berlibur ke rumah uak (panggilan untuk saudara tertua dari pihak ibu, red) untuk bekerja mengecat genteng dan mencetak batu-bata. Aku sangat menikmati liburanku itu karena bisa pulang ke rumah membawa uang yang bagiku lumayan banyak. Berada di sekeliling keluarga petani yang sangat bekerja keras, membuat aku sadar bahwa mencari uang itu sulit. Ibu dan ayah tak pernah mengeluh menahan panasnya matahari ketika bekerja di sawah padahal aku yang hanya sekadar membantu merasa seperti di neraka. Melihat perjuangan mereka membuatku tidak tega meminta dibelikan baju baru, kosmetik, serta uang jajan seperti teman seusiaku.

Menjadi mandiri dan pekerja keras membuatku terbiasa sendiri. Memang, Ayahlah yang melarangku bergaul dengan teman-teman kampung karena takut akan membawa pengaruh buruk bagi masa depanku kelak. Ketika ada teman-teman yang mengajakku bermain, ayah sudah pasti akan memberikan tatapan tajam sehingga mereka takut untuk datang lagi ke rumahku. Satu per satu teman sepermainanku menjauh dan itu membuatku sedih. Kadang aku merasa kesal dan membenci ayah karena terlalu protektif. Namun aku selalu diingatkan dengan nasihatnya yang mengatakan bahwa seorang ayah tidak akan mungkin menjerumuskan anaknya ke dalam pergaulan yang salah. Dalam pandangannya, menjaga satu anak perempuan lebih berat bebannya daripada menjaga sapi segunung. Yah begitulah mungkin ayahku tidak

The Beginning of Me | 95 mau nasibku berakhir dengan menikah muda seperti kebanyakan perempuan di desaku karena pergaulan yang salah.

Hidup ingin hidup dengan prinsip yang Ayah coba tanamkan padaku. Menjadi orang sukses yang tidak akan lagi menginjakkan tanah di sawah dan di bawah terik matahari seperti dirinya. Beliau memintaku untuk belajar yang rajin serta menjadi anak yang baik yang bisa membanggakan. Kujalani hidup seperti kemauan ayah walau tanpaku sadari keinginan orangtuaku itu menjadi beban bagiku. Aku jadi takut melakukan sesuatu hal yang menurut ayahku salah.

₪₪₪

Masa berseragam merah putih

“Memories of childhood were the dreams that stayed with you after you woke.” — Julian Barnes

Apa kalian tahu acara TV berjudul Si Bolang di Trans7? Kalau kalian pernah melihatnya, seperti itulah gambaran masa-masa SDku. Aku selalu berpetualang bersama teman-teman naik turun gunung, masuk hutan untuk sekadar mandi di telaga serta mencari buah-buahan khas Bima sebagai bekal berada di dalam hutan. Selain bermain di hutan, aku pun sering ikut teman-teman bermain kereta api dengan sarung, melempar gelang karet ke dalam paku, boy-boyan, bermain kelereng, mencari uang kertas dari bungkusan rokok, dan mencari ikan di kali. Walaupun aku memiliki bekas luka dibagian kepala karena jatuh ke dalam got yang banyak pecahan kaca ketika bermain kereta api, aku tidak pernah jera dan kapok untuk bermain. Aku bukanlah siswa yang nakal, hanya saja senang bermain. Pulang sekolah tidak ada yang namanya belajar kelompok, les sore, maupun menyelesaikan PR seperti anak-anak di daerah perkotaan. Alhasil, nilai akademikku pun biasa-biasa saja. Bagiku, masa berseragam merah putih adalah masa yang sangat membahagiakan dan tak terlupakan.

Aku mulai jarang bertualang menjadi si bolang semenjak ayah mengetahui bahwa sampai kelas 4 SD aku masih belum lancar membaca.

Baba(Ayah, red) melarangku keluar dari rumah dan menyuruhku untuk

96 | Cerita yang Mereka Tak Pernah Tahu

huruf saja, Baba akan memukul dengan cambuk yang terbuat dari ekor ikan pari yang sudah kering. Tak terbayangkan sakitnya. Memar ditubuh tidak lantas membuatku menangis kesakitan karena hal itu sama saja dengan meminta cambukan lainnya dari Baba. Pada akhirnya, didikan ala militernya berhasil membuatku bisa membaca dan aku bisa tamat SD dengan peringkat 10 besar.

₪₪₪

Masa SMP, masa yang tak berkesan

Silence is the most powerful scream - Anonymous

Masa SMP bukanlah masa yang inginku kenang. Hidupku masih terkungkung oleh aturan-aturan seorang ayah yang sangat protektif. Aku berharap di sekolah, MTsN 1 Kota Bima, aku akan mendapat perlakuan yang berbeda dari lingkungan rumah dan memiliki banyak teman. Nyatanya, aku malah berubah menjadi introvert karena aku tak nyaman berteman dengan teman-teman sekelasku yang selalu berkelompok membentuk geng serta membawa-bawa kekayaan orangtua setiap kali bersama. Guru-guru pun sama saja, hanya memperhatikan anak dari kenalan mereka yang membuatku merasa diasingkan. Mungkin mereka tidak menyadari keberadaanku dan akupun menjadi terbiasa dengan keadaanku yang seperti itu. Aku mengalihkan duniaku dengan membaca buku, novel, maupun cerpen. Novel sudah menjadi sahabat bagiku di sekolah. Tamat SMP aku benar-benar memutuskan untuk tidak mau berhubungan dengan teman-teman SMP. Walaupun aku mendapatkan informasi reuni kelas maupun reuni akbar, aku tidak pernah mau ikut bergabung. Aku masih berpikir rasional. Bagaimana aku akan pergi sendirian ke reuni SMP sementara tidak ada teman yang benar-benar ingin aku lihat dan temui? Lebih baik aku menyiapkan diriku untuk dunia putih abu. Aku berkata dalam hati dan berdo’a semoga di SMA nanti, aku akan menorehkan sebuah cerita yang berkesan entah itu mendapatkan sahabat atau mendapatkan prestasi yang membuat orang mengenalku.

The Beginning of Me | 97

Masa Putih Abu-Abu, Masa-masa mimpi yang terkabul Jangan berdoa untuk mendapatkan hidup yang mudah, berdoalah agar bisa bertahan dalam kehidupan yang sulit untuk

mencapai hidup yang lebih baik - Bruce lee

Masa SMA membawaku pada pengalaman luar biasa yang berpengaruh besar pada hidupku sekarang. Aku dihadapkan pada dua pilihan sekolah. Satu pilihanku sendiri dan satunya pilihan Ibu. Karena aku ingin menjadi seorang dokter, aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di MAN 1 Kota Bima dan berencana mengambil jurusan IPA. Namun, belum sampai tiga hari menjalani MOS di MAN 1, Ibu memintaku untuk keluar dan mendaftar ulang di SMKN 1 Kota Bima. Awalnya aku tidak setuju, namun ibu tetap bersikukuh memintaku untuk pindah dengan alasan biayanya yang lebih ringan serta aku bisa belajar satu sekolah bersama kakakku. Dengan berat hati, aku mengubur cita-citaku dan mengikuti kemauan Ibu. Aku mendaftar di SMKN 1 Kota Bima pada jurusan Pariwisata. Jujur, aku mengambil jurusan itu asal-asalan. Aku tidak mempedulikan apa yang akan kupelajari dan mau jadi apa aku nanti. Beberapa hari setelah menjalani MOS, aku baru tahu bahwa jurusan Pariwisata identik dengan pelajaran Bahasa Inggris. Aku akan belajar Bahasa Inggris. Ini mimpi buruk. Aku terjebak di jurusan yang tidak kusukai karena guru Bahasa Inggrisku di SMP sifatnya yang pilih kasih. Aku mencoba menghadap kepala sekolah dan wali kelasku untuk mengajukan pindah jurusan ke TKJ atau jurusan lain selain Bahasa Inggris. Dengan santainya kepala sekolah dan wali kelasku mengatakan “Kalau tidak mau belajar di jurusan Pariwisata, lebih baik keluar sekolah saja.” Aku diam tak bisa memberi jawaban. Semester satu dan dua kujalani hari-hariku tanpa ada tujuan yang penting. Tiap hari rajin masuk sekolah hanya duduk diam memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru.

Masalah keluarga mulai bermunculan sehingga membuatku tidak betah berada di rumah. Aku tidak tahan mendengar ejekan dari keluarga besar yang selalu ikut campur dalam masalah Ayah dan Ibu. Terbesit keinginan untuk melarikan diri dari rumah, keluar dari masalah yang tak pernah ku mengerti. Sampai di pertengahan semester 4, aku menemukan

98 | Cerita yang Mereka Tak Pernah Tahu

sebuah ide. Kebetulan sekolah memberikan kesempatan magang di instansi-instansi pemerintah di luar kota Bima. Ya, inilah satu-satunya cara menghindar dari masalah yang memuakkan itu. Segera, aku mendaftarkan diri dan alhamdulillah nilaiku memenuhi syarat untuk magang di NTT.

Tepatnya di Balai Taman Nasional Komodo aku menjalani magang selama tiga bulan; satu bulan belajar adminstrasi di kantor Balai Taman Nasional Komodo dan dua bulan belajar menjadi pemandu wisata di pulau Rinca, salah satu habitat asli Komodo. Banyak hal yang kupelajari selama berada di sana. Aku belajar mengatur dan mengurus kebutuhanku sendiri, meminimalisir biaya hidup agar aku tidak perlu meminta kiriman uang dari orangtua. Selama satu bulan aku selalu berjalan kaki sejauh dua kilo meter menuju Balai Taman Nasional Komodo. Tidak ada rasa takut sedikitpun walau berjalan sendiri. Aku malah merasa senang bisa mengurus diriku sendiri secara mandiri. Saat berada di Pulau Rinca untuk belajar menjadi pemandu wisata serta belajar Bahasa Inggris dari naturalist guide di sana. Mereka menginspirasiku untuk serius belajar Bahasa Inggris karena mereka sangat fasih berbicara Bahasa Inggris padahal tidak memiliki latar belakang Bahasa Inggris sedikitpun. Selama di Pulau Rinca aku tinggal di barak bersama dengan para guide yang mayoritas laki-laki dan beragama Kristen. Walaupun aku berbeda dari mereka, aku diperlakukan seperti keluarga. Mereka memberikan perhatian lebih seperti anak kandungnya sendiri dan itu membuatku terharu.

Banyak suka dan duka kulewati ketika menjadi guide. Di samping aku bisa belajar Bahasa Inggris langsung dengan bule, aku bisa mengumpulkan uang yang sangat banyak dari tip dan gaji. Aku sangat bersemangat menjalani hari-hariku sebagai guide karena kerjaannya menemani turis untuk tracking melihat komodo di alam liarnya serta melihat pemandangan alam yang sangat indah. Inilah jiwaku sebenarnya. Bebas! Bebas menjelajahi alam yang memberikan ketenangan jiwa. Dukanya, aku sering gagal paham dengan ucapan bule-bule karena Bahasa Inggrisku yang terbatas. Amunisiku hanya hafalan teks tentang Komodo dan kata ajaib Yes dan No. Pernah suatu waktu aku mengatakan

The Beginning of Me | 99 memegang punggung komodo. Sebenarnya, aku tidak mengerti apa yang diucapkan turis itu namun aku berpura-pura mengerti dan langsung saja kujawab “Yes.” Untung Komodonya tidak menyerang si bule tersebut dan tidak ada naturalist guide yang berada di sekitar kami. Kalau tidak, mungkin aku akan mendapatkan masalah besar (dikeluarkan dari program magang) karena telah membahayakan nyawa bule Kanada itu. Menegangkan, bukan? Jantungku serasa tak berdetak kala itu. Selain itu, aku pernah dikejar Komodo yang paling besar ketika sedang menyapu halaman. Aku juga pernah menginjak Komodo yang sedang tertidur secara tidak segaja karena warna kulitnya yang seperti tanah. Takutnya luar biasa namun Allah masih menyayangi dan memberikan kesempatan hidup kepadaku.

Pengalaman menjadi guide itulah yang membuat aku sadar bahwa menguasai Bahasa Inggris itu penting. Aku ingin belajar Bahasa Inggris dengan serius agar suatu saat bisa menjadi tour guide professional yang bisa travelling keliling dunia serta punya banyak uang. Sepulang magang, mendadak aku jadi terkenal baik di kampung maupun di sekolah. Aku mendapatkan penghargaan dari sekolah sebagai peserta magang teladan. Sementara di kampung, semua orang heboh membicarakanku yang bisa membawa pulang uang jutaan dalam waktu yang sangat singkat.

Tamat dari SMK, aku mendapat tawaran kerja dari Taman Nasional Komodo. Namun kali ini ayah menghalangi cita-citaku. Beliau melarangku bekerja di lingkungan yang didominasi oleh laki-laki dan terlebih lagi di tengah hutan. Beliau memberikan gambaran bahwa guide bukanlah pekerjaan yang cocok bagi seorang perempuan. Walaupun mungkin aku akan mendapatkan uang banyak namun itu bukan jaminan kesejahteraan, imbuhnya. Beliau memintaku untuk kuliah mengambil jurusan keguruan. Aku menyetujui keinginan ayahku untuk melanjutkan kuliah dan mengejar impian menjadi guru, namun aku memutuskan untuk kuliah ke Jawa. Kali ini tidak boleh ada yang menghalangi keinginanku. Aku ingin bebas belajar hal baru tanpa diawasi oleh ayah. Pada awalnya, ayah tidak setuju tapi aku tetap teguh mempertahankan keinginanku kali itu. Masalah ekonomi bukan lagi menjadi alasan yang akan mengubah keputusanku. Aku bisa mencari pekerjaan sambilan sesampai di Jawa nanti. Ayah hanya

100 | Cerita yang Mereka Tak Pernah Tahu

mengijinkanku kuliah di kota Mataram karena di sana ada keluarga yang akan mengawasiku. Aku memberi dua pilihan pada ayah: ijinkan aku kuliah di Jawa atau aku tidak akan pernah kuliah. Ayah yang memiliki pemikiran pendidikan adalah investasi bagi kehidupan yang layak untuk anak-anaknya, dengan berat hati, mengiyakan keputusanku.

₪₪₪

Masa Kuliah, masa pencarian jati diri

I am who I am today because of the choice I made yesterday. - Eleanor Roosevelt -

Aku mempersiapkan diri semaksimal mungkin agar bisa lolos SNMPTN di UGM ataupun UM. Ketika pengumuman kelulusan SNMPTN, takdir tidak berpihak padaku. Aku tidak diterima oleh dua universitas yang kupilih. Aku berpikir mungkin karena tidak ada restu dari ayah makanya aku tidak lulus. Aku tidak menyerah dengan keinginanku untuk kuliah di Jawa karena hasil SNMPTN. Aku berusaha mencari informasi tentang universitas swasta di Malang yang masih membuka pendaftaran bagi mahasiswa baru. Tidak masalah bagiku kuliah di universitas negeri maupun swasta yang terpenting adalah ilmu yang kudapatkan nanti.

Aku diterima di Universitas Muhammadiyah Malang dengan jurusan sesuai keinginanku yaitu Pendidikan Bahasa Inggris. Aku sangat menikmati rutinitas kuliah pagi sampai malam. Banyak ilmu baru yang kudapatkan. Aku jarang menghabiskan waktu dengan teman-temanku karena aku benar-benar ingin fokus belajar. Tujuanku saat itu memang bagaimana caranya lulus dengan IPK cumlaude serta bagaimana caranya mendapatkan uang untuk memenuhi biaya hidupku.

Masa-masa sulit jauh dari orangtua kurasakan waktu itu. Aku tidak berani berkeluh kesah mengenai keadaanku yang secara finansial sangat membutuhkan bantuan mereka. Di awal-awal semester, aku sangat sulit mencari pekerjaan sampingan. Berkali-kali aku mencoba melamar di bimbingan belajar namun tidak ada satupun panggilan interview. Mungkin, itu karena aku masih mahasiswa baru. Aku berusaha mencari pekerjaan lain dan alhamdulillah aku dipercaya oleh kakak kosku untuk

The Beginning of Me | 101 menjual bedcover, usaha miliknya. Alhamdulillah banyak teman kampusku yang berminat. Komisi yang kudapatkan bisa menutupi biaya hidupku tiap bulannya. Di semester akhir, jadwal kuliah sudah tidak terlalu padat dan kesempatan itu kumanfaatkan untuk mengajar anak SD dan bekerja

part-time sebagai administrator Badan Kendali Mutu Akademik di Universitas

Muhammadiyah Malang. Aku bisa membuktikan ke orangtuaku bahwa dengan usaha dan doa kita bisa selamat mencapai tujuan kita. Pada awal tahun 2016, aku berhasil meraih gelar S. Pd. tanpa menyusahkan orangtua dengan masalah ekonomi.

₪₪₪

Aku dan ceritaku yang sekarang

Success is simple. Do what's right. The right way. At the right time - Anynonymous -

Mencari pekerjaan dengan gaji yang tinggi sangat sulit bagi seorang guru muda sepertiku, apalagi harus mencari pekerjaan di kampung halamanku yang mustahil didapatkan kalau tidak memiliki koneksi dengan pemangku kepentingan di dunia pendidikan. Aku memutuskan untuk mencari kerja di tanah perantauan dan aku tidak akan pulang sebelum berhasil membanggakan orangtua. Ketika program Sarjana Mendidik di daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdalam (SM-3T) dibuka, segera aku mengurus berkas-berkas persyaratannya.

Rencana Allah-lah yang sempurna. Aku lulus SM-3T dan ditugaskan ke desa Komodo, Pulau Komodo Manggarai Barat, NTT selama satu tahun. Seolah semuanya adalah mimpi. Aku kembali lagi ke tempat yang memberikanku sejuta pengalaman. Selama satu tahun mengabdi di sana dengan suka cita yang tak pernah bisa kujelaskan. Satu tahun tidak terasa karena disana aku bertemu kembali dengan keluarga yang dulu menjagaku waktu magang serta mendapatkan keluarga asuh yang sangat memperhatikanku.

102 | Cerita yang Mereka Tak Pernah Tahu

Ayah, sosok yang menginspirasi

Ayah, perlakuanmu terhadapku tidak sama dengan ibu. Tapi justru itu yang membuat ku tumbuh utuh sebagai pribadi

- Anynonymous -

Tidak akan sulit bagiku untuk menyebutkan siapa sosok yang berpengaruh menjadikanku sebagai seorang guru. Yang menginspirasiku tentu saja Ayahku sendiri. Beliau bukanlah seorang ayah dengan gelar insinyur maupun dokter. Ayah hanyalah seorang petani yang selalu merangkap menjadi tukang kayu dikala menunggu musim panen tiba. Terlepas dari profesinya, beliau memiliki jiwa pendidik yang selalu mengayomi dengan pemikiran terbukanya akan arti pendidikan terutama bagi seorang anak perempuan. Beliau mengatakan bahwa pendidikan lebih berharga dari tanah warisan berhektar-hektar yang ditinggalkan keluarga kami. Jika harta akan habis dimakan waktu, berbeda dengan ilmu. Ilmu akan bermanfaat menyejahterahkan hidup sang pemilik ilmu itu sendiri. “Sumantiah,” ayah memanggilku mencoba memberikan pandangannya, “Coba perhatikan perempuan di kampung kita, kebanyakan dari mereka hanya menyelesaikan pendidikan SMP lalu berakhir dengan menikah muda. Padahal, orangtuanya mampu untuk memberikan pendidikan yang lebih tinggi. Ayah tidak mau kamu berakhir seperti itu. Belajarlah yang rajin supaya kelak ilmu yang kamu dapatkan bermanfaat juga bagi orang di sekitarmu.” Dari luar memang ayah terkesan sangat protektif. Namun, ayah tetaplah ayah yang tidak mau melihat aku menderita seperti dirinya. Beliau rela berkorban dengan segala cara untuk menyekolahkan aku serta saudaraku yang lainnya.

Suatu hari ketika aku berada di kelas XI SMK, ketika ayah mengantarku ke sekolah, kami ditabrak oleh siswi SMA dari arah berlawanan. Walaupun terlempar sejauh 5 meter dari tempat kejadian, aku tidak mengalami luka sedikitpun. Di sisi lain, ayahku terluka parah di bagian lengan kanannya. Pada saat itu, aku ingin menemani ayah bersama polisi dan warga yang membawanya ke RSUD, tetapi ayah dengan wajah tegar seakan tidak merasakan sakit memintaku untuk tetap pergi ke sekolah. “Ayah tidak apa-apa, nak,” “Pergilah ke sekolah! Sehari saja kamu tinggalkan sekolah,

The Beginning of Me | 103 kamu akan rugi.” Sejak saat itu, aku berjanji dalam hati bahwa kelak aku akan menjadi orang sukses. Aku harus membuktikan bahwa pengorbanan ayahku tidak sia-sia.

Sekarang aku telah mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Bahagia jelas aku rasakan karena bisa mewujudkan salah satu cita-cita ayahku serta membanggakannya.

₪₪₪

Syukur tiada akhir

Which of the favors of your Lord would you deny? (QS. Ar-Rahman: 33)

Tak pernah putus rasa syukurku pada Allah yang memberikanku hidup yang kujalani sampai sekarang. Semua hal baik yang terjadi dalam hidupku ini kukatakan sebagai keberuntungan dari rencana terbaik dari Allah. Awal tahun 2018, tepatnya di bulan Februari, aku mendapatkan kesempatan langka untuk mengikuti program Pendidikan Profesi Guru di Universitas Sanata Dharma.

Di Sanata Dharma aku berkesempatan langsung menimba ilmu dari dosen-dosen PBI USD. Beliau-beliau adalah orang-orang terdidik yang berjiwa rendah hati dengan ilmu yang dimilikinya. Dari beliau-beliau, aku belajar memanusiakan manusia lebih penting dalam mendidik. Perlakuan dan nasihat mereka menggetarkan nuraniku. Setiap kali bertemu kami, dosen-dosen selalu menyapa, menjabat tangan kami dengan erat, memberikan senyuman terbaik. Beliau-beliau juga selalu memberikan nasihat positif. Ada satu nasihat yang menjadi prinsipku, yaitu guru harus mengajar dengan penuh cinta. Mengajar adalah panggilan jiwa bukan semata-mata mencari popularitas maupun materi semata.

Dalam dokumen CERITA YANG MEREKA TAK PERNAH TAHU (Halaman 106-120)