• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH MATA HARI DAN

5.4 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Penghargaan

Menurut Maslow (dalam Albertine Minderop, 2011:284) setiap orang memiliki dua penghargaan yang berasal dari orang lain dan penghargaan terhadap diri sendiri. Penghargaan yang berasal dari orang lain adalah yang utama. Penghargaan yang berasal dari orang lain berdasarkan reputasi, kekaguman, status, popularitas, keberhasilan dalam masyarakat, dan semua sikap bagaimana pandangan orang lain terhadap kita.

Mata Hari merasa bahwa harga dirinya itu sudah hilang, sehingga membuat dirinya merana. Mata Hari sudah diperawani oleh gurunya yang norak terlebih dahulu, sebelum dia menikah dengan suaminya yang bernama Ruud. Gurunya yang norak itu memerawani Mata Hari ketika mereka berada di pantai. Setelah kejadian itu, Mata Hari merasa sakit hati karena gurunya yang norak meninggalkan Mata Hari. Gurunya itu hilang entah kemana, tanpa Mata Hari tahu. Secara tidak langsung harga diri Mata Hari untuk menjaga keperawanannya sudah hilang. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(53) Sebelum aku sanggup berpikir apa-apa, ketika gugupku itu berubah menjadi gemetar, dia pun telah memeluk aku dengan gemetar yang sama, lantas mencium bibirku (hlm. 25).

(54) Setelah itu, satu bulan dari sekarang, ketika kesenangan ini menjadi kebiasaan dan kebiasaan menjadi keharusan, menjelang usia 16 tahun aku merasa tidak bisa lagi mempertahankan hymen di vaginaku untuk tetap bernama perawan.

Aku sudah melakukan sesuatu yang harus dikatakan sebagai ikhtiar kerjasama kemanusiaan lahir-batin.

Lantas bagaimana? Dia hilang.

Aku merana (hlm. 25).

Mata Hari merasa bahwa suaminya yang bernama Ruud itu tidak pernah menaruh hormat kepada istrinya. Itu dilakukan oleh Ruud, karena dia selalu berbuat semena-mena terhadap Mata Hari. Ruud juga sudah membanding- bandingkan Mata Hari dengan hewan monyet. Ini membuat Mata Hari merasa harga dirinya dilecehkan. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(55) Itu membuatku kesal. Aku tak suka. Berkembang simpul dalam pikiranku, bahwa dia tidak menaruh hormat kepadaku sebagai istrinya (hlm. 30).

(56) “Silakan bilang, mumpung ada kakakmu di sini, bahwa kamu mau menceraikan perempuan 18 tahun yang sama dengan monyet karena tidak perawan,” kataku, rasanya aku benar-benar terserang

bludrek, “Kalau ya, sekarang juga aku tinggalkan rumah kakakmu ini.” (hlm. 32).

Mata Hari saat itu mengandung anaknya ke-dua buah cintanya dengan suaminya Ruud. Di kehamilan Mata Hari yang kedua ini, Mata Hari direndahkan harga dirinya oleh suaminya. Ruud secara tidak langsung melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap Mata Hari dan Nyai Kidhal. Lelaki selalu merendahkan harga diri dan martabat perempuan ketika lelaki memilki kuasa, wewenang, dan uang. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(57) Ruud telah melecehkan dua perempuan sekaligus, aku dan Nyai Kidhal. Pelecehan selalu terjadi ketika lelaki merasa punya kuasa, punya wewenang, punya uang, dan dengan itu menekan wanita untuk takluk padanya. Karenanya, untuk melawannya, perempuan harus menjadi betina, mengambilalih garizah yang melengket dalam tindaktanduk lelaki (hlm. 80).

Ruud tidak memberikan pujian kepada Mata Hari saat dia menari di dalam kapal, padahal orang-orang yang berada di dalam kapal memujinya. Ruud malah menghina Mata Hari sembari menyeretnya. Ini membuktikan bahwa Mata Hari tidak mendapatkan penghargaan dari suaminya. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(58) Dalam keadaan begini Ruud muncul. Dia tidak memuji aku.

Dia menghina aku.

“Wat ‘n schandaal,” katanya sembari menyeret aku dari arena langsung ke bawah (hlm. 50).

Sebagai seorang perempuan, Mata Hari merasa harga dirinya dilecehkan oleh gurunya sendiri yang disebut si norak. Gurunya yang norak itu memegang

payudara Mata Hari, saat sedang melihat lukisan. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(59) Aku terkejut seakan tersihir, sebab manakala aku sedang melihat lukisan itu, tahu-tahu si norak sudah memegang payudaraku sambil berkata:

“oh, payudaramu tipis seperti Rebeka.” (hlm. 58).

Mata Hari juga merasakan tidak puas dengan keadaan dirinya sendiri. Mata Hari menyamakan ukuran payudaranya yang tidak terlalu besar dengan perempuan yang ada di atas tandu. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya penghargaan atas dirinya sendiri. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(60) Aku tertarik sekali melihat adegan itu. Menurutku, perempuan di atas tandu itu lumayan cantik dalam memainkan perannya. Dia turun dari tandu, kemudian menari di tengah lelaki-lelaki, melepaskan baju yang menutup dada, sehingga payudaranya yang tidak terlalu besar kira-kira sama idealnya dengan payudaraku, bebas merdeka diterpa sepoi angin malam (hlm. 88).

Mata Hari juga berpikiran bahwa dirinya sebagai perempuan desa yang pasif, saat dia sedang melamun. Ini menandakan bahwa tidak adanya penghargaan atas dirinya sendiri. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(61) Kedengarannya pernyataan ini mentah, dan terlalu berbelit. Seakan-akan dengan melamun saja, aku menampilkan diriku sebagai perempuan desa yang pasif (hlm. 211).

Mata Hari merasa sangat dilecehkan oleh Ruud karena tidak bisa menjaga anak-anaknya, apalagi setelah kematian Norman John. Ruud tidak pernah menghargai Mata Hari sebagai seorang ibu yang sudah mengandung dan melahirkan anaknya. Ruud malah menyepelekan dan menyalahkan semuanya kepada Mata Hari. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(62) Kata Ruud, “Kalau kamu seorang ibu yang baik, harusnya kamu tahu, anak seusia Norman John selalu dijaga. Fungsi babu hanya untuk memandikan anak, mengganti baju, menyuapkan makanan, menunggunya berak. Itu saja. Selebihnya, urusan keselamatan anak adalah tanggungjawab ibu. Sekarang lihat, ini semua kesalahan kamu sebagai ibu. Kamu tidak bisa menjaganya. Bisanya Cuma mengurus dirimu sendiri, bersolek, berdandan. Dasar kamu perempuan murahan. Hanya perempuan murahan yang mau bikin skandal dengan gurunya.” (hlm. 240).

Sebagai seorang istri, Mata Hari selalu diinjak harga dirinya oleh suaminya sendiri. Ruud selalu mengejek Mata Hari dengan sebutan pelacur. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(63) “Jangan terlalu yakin, pelacur,” ejek Ruud. “Kalau aku busuk di

Ngawi, kamu pun membusuk di Bubakan.” (hlm. 292).

Mata Hari marah kepada Ruud karena mantan suaminya itu sudah mencemarkan nama baiknya di koran Belanda. Secara tidak langsung Mata Hari takut nama baiknya tercemar gara-gara Ruud. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(64) Aku marah tapi aku tidak tahu harus berbuat apa.

Yang sempat terpikir: apakah aku bisa menuntut kembali Ruud di pengadilan untuk kasus pencemaran nama baik? (hlm. 385).

Profesi sebagai seorang pelacur membuat dirinya senang dan bangga karena dengan menjadi pelacur Mata Hari mendapatkan banyak uang. Tetapi Mata Hari merasa harga dirinya dilecehkan begitu saja. Walaupun dia pelacur, hanyalah pejabat tinggi dan perwira yang boleh tidur dengannya. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(65) Setelah itu mereka menyeret aku ke luar dengan cara yang samasekali tidak senonoh. Seorang dari antara mereka, yang

mukanya hanya beda tipis dengan patung setan di atas Katedral Notre Dame, memanfaatkan kekuasaan dengan meremak tetekku. Itulah arti sebenarnya dari tindakan pelecehan seks (hlm. 523). (66) Dia pun memeluk aku tanpa bicara; mencium dengan gelora nafsu

yang hebat tanpa bicara; membaringkan aku di kursi tanpa bicara; membuka bajuku sampai payudaraku bebas dari kain penutup tanpa bicara; setelah itu dia meremak dan mengisap payudaraku tanpa bicara; dan akhirnya kami melakukan senggama tanpa bicara (hlm. 401).

(67) Aku diam juga dalam arti membiarkan tangan Schragmuller membelai rambut dan mengusap pipi, lalu kini tangannya itu turun ke bawah, mula-mula mengelus payudaraku tapi setelah itu meremak-remak seperti lazimnya yang dilakukan lelaki untuk membangkitkan gairah seks (hlm. 430).

Mata Hari memang bekerja sebagai pelacur dan penari yang erotik. Di sisi lain Mata Hari tidak ingin reputasinya dilecehkan sebagai seorang pengkhianat. Mata hari tidak terima dibilang sebagi seorang pengkhianat. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan berikut:

(68) Aku tidak terima itu.

Aku meronta meraung-raung.

Aku mengaku diriku memang pelacur. Aku mengaku diriku memang penari erotik. Aku mengaku diriku memang mata-mata. Tapi aku tidak mengaku diriku pengkhianat.

Tidak ada alasan untuk mengatakan diriku pengkhianat (hlm. 555).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Mata Hari belum bisa menghargai dirinya sendiri dan juga belum mendapatkan penghargaan dari orang lain. Mata Hari dilecehkan oleh gurunya yang norak dengan cara membuat Mata Hari menjadi tidak perawan, setelah itu gurunya yang norak itu hilang entah ke mana. Hal ini dapat dilihat pada kutipan (53-54).

Mata Hari juga merasa dilecehkan dan diejek oleh Ruud, lihat pada kutipan (62) dan (63). Ruud juga merendahkan harga diri Mata Hari dengan

membanding-bandingkannya dengan hewan monyet, lihat kutipan (55-56). Ruud juga melecehkan dua orang sekaligus yaitu Mata Hari dan Nyai Kidhal. Saat Mata Hari mengandung anaknya yang ke dua, Ruud ingin melakukan hubungan intim dengan Nyai Kidhal (57).

Mata Hari memang seorang pelacur, tetapi dia tidak terima kalau tiba-tiba ada meremas dan memegang payudaranya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan (59), (65), (66), dan (67). Mata Hari juga belum bisa menerima dan menghargai dirinya, hal ini dapat dilihat pada kutipan (60) dan (61).

Sebagai seorang perempuan yang bekerja sebagi pelacur dan penari yang eksotik, Mata Hari tidak terima jika dirinya disebut sebagai pengkhianat. Mata Hari memang menjadi mata-mata bagi Jerman dan Paris, tetapi dia tidak terima disebut seperti pengkhianat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan (68). Tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan ini membuat Mata Hari mengalami konflik yang terjadi pada dirinya.

Dokumen terkait