DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh: Anastasia Ria Indrasworo
091224024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh: Anastasia Ria Indrasworo
091224024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Karya ini kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus
Bapak Aloysius Maryanto dan Ibu Martina Hartini
Adikku Stefanus Febri Yantoro
Simbahku dan Pak uwoku
Saudara-saudaraku
Sahabatku
v
“M
encintai angin harus menjadi siul, Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal, Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak, Mencintai-
Mu harus menjelma aku”
(Sapardi Djoko Damono)
“Kejarlah bintang itu setinggi mungkin dan percayalah kamu pasti akan bisa menggapai
nya
sejauh apapun itu”
(Penulis)
“Jangan pernah menyerah dengan apa yang kamu lakukan, teruslah berusaha dan meminta
vi
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 16 September 2013 Penulis
vii
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Anastasia Ria Indrasworo
NIM : 091224024
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Konflik Batin Tokoh Mata Hari dalam Novel Namaku Mata Hari Karya Remy Sylado dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra) Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk medis lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 16 September 2013
Yang menyatakan
viii
Indrasworo, Anastasia Ria. 2013. Konflik Batin Tokoh Mata Hari dalam Novel Namaku Mata Hari Karya Remy Sylado dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji konflik batin tokoh Mata Hari dalam Novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tokoh, penokohan, latar, alur, konflik batin yang dialami tokoh Mata Hari, dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Dengan menggunakan metode ini, peneliti membagi menjadi dua tahap. Pertama, peneliti menganalisis tokoh, penokohan, latar, dan alur dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado. Kedua, peneliti menggunakan hasil analisis pertama untuk menggali konflik batin yang dialami oleh tokoh Mata Hari.
Analisis struktural novel Namaku Mata Hari meliputi tokoh, penokohan, latar, dan alur. Tokoh utama yang mengalami konflik batin yaitu Mata Hari, sedangkan tokoh tambahan yang membentuk konflik batin yaitu John Rudolph MacLeod dan Heer Wybrandus Hanstra. Watak dari Mata Hari adalah memiliki rasa percaya diri, kritis, pemberontak, cerdas, dan pemberani. Latar tempat yang membuat terbentuknya konflik batin yang dialami tokoh Mata Hari adalah rumah saudara perempuan Ruud, di Batavia, dan di dapur. Latar waktu yang mempengaruhi konflik batin tokoh Mata Hari adalah di malam hari, sore hari, tanggal 27 Juli, tahun 1904, dan 24 Juni 1917. Latar sosial digambarkan bahwa Mata Hari tidak membedakan manusia dari golongan status, berfikir luas, dan memiliki pandangan mengenai kebiasaan hidup. Alur yang digunakan adalah alur kronologis atau alur maju.
Dari hasil analisis psikologi sastra dapat disimpulkan bahwa kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan memiliki dan cinta, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri tidak terpenuhi dari Mata Hari. Akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut menimbulkan perasaan frustasi, kesedihan, dan kebencian pada tokoh Mata Hari.
ix
Indrasworo, Anastasia Ria. 2013. Mata Hari’s Inner Conflicts in the Novel Namaku Mata Hari Written by Remy Sylado and the Implementation in Literature Learning in Senior High Schools (A Psychological Literature Review). Thesis. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Sanata Dharma University.
This research examined Mata Hari’s inner conflicts in the Novel Namaku Matahari Written by Remy Sylado. This research used a Psychological literature approach. It was aimed to describe the characters, characterizations, settings, plottings, and inner conflicts experienced by the character named Mata Hari, and the implementation in literature learning in Senior High Schools.
The method used in this research was descriptive analytic method. Using this method, the researcher divided the process into two steps. First, the researcher analyzed the characters, characterizations, plottings, settings, and themes in the novel Namaku Mata Hari written by Remy Sylado. Second, the researcher used the results of the first analysis to dig up the Mata Hari’s inner conflicts.
The structural analysis on the novel Namaku Mata Hari included the characters, characterizations, plottings, and settings. The main character who experienced inner conflicts was Mata Hari. The additional characters who created the inner conflicts were John Rudolph MacLeod and Heer Wybrandus Hanstra. Mata Hari was confident, critical, rebellious, smart, and brave. The place settings that formed Mata Hari’s inner conflicts were his sister’s, Ruth’s house, Batavia, and kitchen. The time settings that influenced Mata Hari’s inner conflicts were in the night, in the evening, on 27 July 1904 and 24 June 1917. The social settings described that Mata Hari did not differ people from their status. He was open-minded, and knowledgeable in viewing lives. The plotting were chronological, and moving forwards.
The results of the psychological literature analysis showed that the physiological needs, the needs for feeling safe, the needs for possessing and for love, the needs for appreciations, and the needs for self actualization were not fulfilled by Mata Hari. Consequently, it created frustration, sadness, and hatred in the character named Mata Hari.
x
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberkati dan melindungi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Konflik Batin Tokoh Mata Hari dalam Novel Namaku Matahari Karya Remy Sylado dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.
Penulis sungguh menyadari bahwa terselesainya skripsi ini berkat doa, dukungan, nasihat, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang memberikan dorongan dalam penulisan skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Yuliana Setiyaningsih selaku Kaprodi PBSI
2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis.
3. Drs. J. Prapta Diharja. S.J., M. Hum. selaku dosen pembimbing II yang telah mendorong dan memberi motivasi kepada penulis.
4. Setya Tri Nugraha, S.Pd., M.Pd. selaku dosen penguji.
5. Para dosen PBSI yang telah mengajar dan memberikan pengetahuan di setiap mata kuliah.
6. Robertus Marsidiq yang telah membantu kelancaran penulis dalam mengurus segala keperluan yang digunakan untuk keperluan skripsi.
7. Kedua orang tuaku tercita, yaitu Bapak Aloysius Maryanto dan Ibu Martina Hartini yang sudah memberikan doa, dukungan, dan bimbingan kepada penulis.
8. Adikku Stefanus Febri Yantoro yang selalu menghibur penulis.
9. Sahabatku Fransisca Heni Lestari, Hanasih Wikani Hati, Peronika Wahyu, dan Angelina Mellissa Yuliyanto yang telah sama saling memberi semangat dan bersama-sama berjuang dalam suka maupun duka.
10.Pak uwo dan simbah putri yang selalu mendoakan penulis.
xi
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Penulis
xii
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI... vii
ABSTRAK...viii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1Latar Belakang Penelitian... 1
1.2Rumusan Masalah... 4
1.3Tujuan Penelitian... 5
1.4Manfaat Penelitian... 6
1.5Batasan istilah... 6
1.6Sistematika Penyajian... 9
BAB II LANDASAN TEORI... 10
2.1 Penelitian yang Relevan... 10
2.2 Hakikat Novel... 15
2.5 Psikologi Abraham Maslow... 23
xiii
2.9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 40
2.10 Pembelajaran Sastra di SMA... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 48
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian... 48
3.2 Metode Penelitian... 49
3.3 Teknik Pengumpulan Data... 49
3.4 Sumber Data... 49
3.5 Teknik Analisis Data... 50
BAB IV ANALISIS UNSUR TOKOH, PENOKOHAN, DAN LATAR YANG MEMBENTUK KONFLIK BATIN TOKOH MATA HARI... 51
4.1 Analisis Tokoh dan Penokohan... 51
4.1.1 Tokoh Utama... 52
BAB V ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH MATA HARI DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA... 115
5.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Fisiologis... 116
5.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Rasa Aman... 122
5.3 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Memiliki dan Cinta... 131
5.4 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Penghargaan... 138
xiv
Kebutuhan Dasar... 146
5.6.1 Frustasi... 146
5.6.2 Kesedihan... 147
5.6.3 Kebencian... 147
5.7 Silabus... 150
5.8 RPP... 155
BAB VI PENUTUP...181
6.1 Kesimpulan... 181
6.2 Saran... 183
DAFTAR PUSTAKA...185
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya perasaan (Sumardjo dan Saini,1986:1). Jadi dapat disimpulkan bahwa
sastra mengandung suatu unsur keindahan, di mana unsur keindahan tersebut mengandung sebuah perasaan yang dirasakan oleh setiap manusia untuk
menciptakan sebuah karya seni.
Sastra memberi kesenangan dan pemahaman tentang kehidupan. Sastra menurut Lukens (dalam Nurgiyantoro, 2005:3) menawarkan dua hal utama, yaitu
kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama-tama adalah memberikan hiburan yang menyenangkan. Sastra menampilkan cerita yang
menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh daya suspense. Kesemuanya itu dikemas dalam bahasa yang juga tidak kalah menarik (Nurgiyantoro, 2005:3).
Karya sastra merupakan hasil dari daya imajinatif yang diciptakan oleh pengarang, tetapi pengalaman dikehidupan yang nyata ini juga dapat diangkat
Karya sastra juga merupakan salah satu materi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di tingkat satuan pendidikan, terutama di Sekolah Menengah
Atas (SMA). Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat yaitu membantu ketrampilan berbahasa,
meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988:16).
Pengajaran sastra yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA)
berkaitan dengan drama, puisi, dan prosa. Tentu saja, hal itu mendidik dan mengajarkan para siswa agar mencintai hasil karya sastra. Sastra dalam
pembelajaran juga dapat membantu pengajaran kebahasaan karena sastra dapat meningkatkan empat keterampilan dalam berbahasa yaitu membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Untuk itu, peneliti memilih novel Namaku Mata Hari
karya Remy Sylado karena novel ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Peneliti memilih novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado, karena novel ini menceritakan tentang seorang tokoh utama yang bernama Mata Hari. Mata Hari adalah orang Belanda berdarah Indonesia. Nama asli dari Mata Hari
adalah Margaretha Geertruida, tetapi ia sering menyebut nama dirinya dengan sebutan Mata Hari. Ia menyebut namanya dengan sebutan Mata Hari, karena nama
mempunyai pandangan hidup yang luas, dan selalu tegas dalam keadaan hidup yang ia alami.
Mata Hari sering mengalami konflik batin yang terjadi di dalam kehidupannya. Pemicu konflik batin yang terjadi dalam diri Mata Hari ketika ia
menjadi seorang penari eksotik dan pelacur, karena ia ingin balas dendam terhadap suaminya yang suka bermain perempuan di belakangnya. Setelah bercerai dari suaminya Ruud, Mata Hari tidak diperkenankan untuk bertemu
dengan anaknya Non. Walaupun hak asuh putrinya itu diserahkan ke suaminya, Ruud tetap bersikeras tidak mau mempertemukan anaknya dengan ibunya. Mata
Hari sangat rindu dengan anaknya, tetapi untung saja kakak perempuan Ruud selalu memberikan kabar keadaan Non kepada Mata Hari. Sampai hari kematiannya, Mata Hari tetap tidak bertemu dengan anaknya. Konflik batin yang
dialami Mata Hari, dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan yang dialami oleh tokoh utama tersebut. Untuk itu, peneliti ingin meneliti konflik batin yang dialami
tokoh Mata Hari yang mengalami masalah dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado.
Penelitian konflik batin pada tokoh Mata Hari ini menggunakan
pendekatan psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra ini dapat mengkaji dan menemukan watak yang dialami oleh tokoh Mata Hari yang mengalami konflik
batin dalam novel Namaku Mata Hari. Aliran psikologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikologi menurut Abraham Maslow. Memilih aliran psikologi tersebut karena teori psikologi ini sesuai untuk memenuhi kebutuhan
Analisis psikologi terhadap karya sastra, terutama fiksi dan drama tampaknya memang tidak terlalu berlebihan karena baik sastra maupun psikologi
sama-sama membicarakan manusia. Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan oleh pengarang, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang
diciptakan Tuhan yang secara riil hidup di alam nyata. Meskipun sifat-sifat manusia dalam karya sastra bersifat imajiner, tetapi di dalam menggambarkan karakter dan jiwa pengarang menjadikan manusia yang hidup di alam nyata
sebagai model di dalam penciptaannya. Dengan demikian, dalam menganalisis tokoh dalam karya sastra dan perwatakannya seorang pengkaji sastra juga harus
mendasarkan pada teori dan hukum-hukum psikologi yang menjelaskan perilaku dan karakter manusia (Wiyatmi, 2006:107.)
Hasil dari analisis konflik batin dalam novel Namaku Mata Hari karya
Remy Sylado ini akan diimplementasikan dalam pembelajaran sastra di SMA. Novel Namaku Mata Hari ini cocok digunakan dalam pembelajaran sastra di
SMA, khususnya untuk kelas XI semester I. Kelas XI semester I memiliki Standar Kompetensi (SK) Membaca: Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel
terjemahan dan Kompetensi Dasar (KD): Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti pada
1. Bagaimanakah unsur tokoh, penokohan, latar, dan alur yang membentuk konflik batin tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado?
2. Bagaimanakah konflik batin yang di alami oleh tokoh Mata Hari dalam
novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado?
3. Bagaimanakah implementasi hasil analisis konflik batin tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado dalam pembelajaran sastra di SMA?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan tiga rumusan masalah di atas, maka peneliti akan membuat tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini:
1. Mendeskripsikan unsur tokoh, penokohan, latar, dan alur yang membentuk konflik batin tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado.
2. Mendeskripsikan konflik batin yang dialami oleh tokoh Mata Hari atas perbuatan yang dilakukannya dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado.
3. Mendeskripsikan implementasi hasil analisis konflik batin tokoh Mata
1.3 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti sastra, penelitian ini diharapkan dapat menambah
informasi dan pengetahuan bagi pecinta karya sastra, khususnya novel
Namaku Mata Hari karya Remy Sylado.
2. Bagi pembelajaran sastra di SMA, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan apresiasi sastra Indonesia lewat bacaan novel, khususnya novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan ajar tentang sastra Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kecintaan terhadap karya sastra dan
menambah informasi tentang materi novel.
3. Bagi Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan tentang hasil karya sastra yang sudah diteliti,
khususnya novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado. Penelitian ini juga diharapkan agar peserta didik dapat meningkatkan potensi dalam
membuat hasil karya sastra dalam pembelajaran, terutama novel.
1.4 Batasan istilah
Dalam penelitian ini terdapat batasan istilah yang bertujuan agar tidak ada salah pengertian atau menghindari salah tafsir tentang istilah-istilah yang ada.
Batasan istilah tersebut adalah sebagai berikut:
1.Novel
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita
watak dan sifat setiap pelaku (Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2008:969).
2.Psikologi Sastra
Psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari
tingkah laku manusia (Atkinson dalam Albertine Minderop, 2010:3). Sedangkan psikologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologi. Perhatian dapat diarahkan kepada pengarang dan
pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks sendiri (Dick Hartoko dan Rahmanto, 1986:126).
3.Konflik Batin
Konlik batin adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri
sehingga memengaruhi tingkah laku (Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2008:723).
4.Tokoh
Tokoh adalah pelaku atau aktor dalam sebuah cerita sejauh ia oleh pembaca dianggap sebagai tokoh konkret, individual. Pengertian tokoh lebih luas
daripada aktor atau pelaku yang hanya berkaitan dengan fungsi seseorang dalam teks naratif atau drama (Dick Hartoko dan Rahmanto, 1986:144).
5.Latar
Latar adalah elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung (Suminto, 2000:126). Dalam
adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.
6.Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan disajikan dengan
seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian (Sudjiman, 1990: 61).
7.Kurikulum
Kurikulum adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada
semua jenis dan jenjang pendidikan (Zainal Arifin, 2011:1)
8.Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar, 2003:57).
9.Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi
dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang
10.KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan atau sekolah (Muslich, 2007:10).
11.RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007:45).
1.5 Sistematika Penyajian
Penelitian ini disajikan dalam enam bab. Bab I tentang pendahuluan yang
berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II berisi landasan teori yang berisikan tentang teori-teori yang relevan dan teori yang digunakan sebagai dasar
penelitian. Bab III tentang metode penelitian yang berisi pendekatan dan jenis penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan sumber data.
10 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang konflik batin yang dialami tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado belum pernah dilakukan, karena peneliti meneliti tokoh utama yang ada dalam novel Namaku Mata Hari, yaitu Mata Hari.
Dalam penelitian konflik batin dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka yang relevan. Terdapat empat penelitian
yang relevan dengan topik yang akan diteliti ini. Penelitian ini dilakukan oleh (1) Maria Devy Bukit Shintawati (2010), (2) Feronika Rini Puji Lestari (2002), (3) F. Wiwin Fouwer Ningrum (2000), dan (4) Sumartingsih (2000).
Penelitian pertama yang dilakukan oleh Maria Devy Bukit Shintawati dalam skripsinya yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Dimas dalam Menghadapi
Kemelut Hidup pada Novel Pacarku Ibu Kosku Karya Wiwik Karyono (Suatu
Tinjauan Psikologis) dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”.
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Feronika Rini Puji Lestari dalam skripsinya
yang berjudul “Sikap Pengabdian Tokoh Ara Terhadap Negara dalam Novel Larasati Karya Pramoedya Ananta Toer (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra) dan
Implementasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMU”. Penelitian ketiga yang
dilakukan oleh F. Wiwin Fouwer Ningrum dalam skripsi yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Hasan dalam Novel Bukan Karena Kau Karya Toha Mohtar:
SMU”. Penelitian keempat yang dilakukan oleh Sumartiningsih dalam skripsinya
yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Lasi dalam Mewujudkan Eksistensinya
sebagai Seorang Wanita dalam Novel Bekisar Merah Karya Ahmad Tohari (Suatu
Tinjauan Psikologi Sastra) dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di
SMU.
Penelitian pertama yang dilakukan oleh Maria Devy Bukit Shintawati dalam skripsinya yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Dimas dalam Menghadapi
Kemelut Hidup pada Novel Pacarku Ibu Kosku Karya Wiwik Karyono (Suatu
Tinjauan Psikologis) dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”,
bertujuan untuk mendeskripsikan tokoh Dimas atas perbuatannya yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologis sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian konflik batin tokoh Dimas ini adalah metode deskriptif.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa kemampuan ego Dimas untuk melaksanakan tugas dalam menjaga keseimbangan antara dorongan yang datang
dari id dan super ego, tampak pada saat Dimas mengambil keputusan untuk pindah kos. Dimas pindah kos karena kos lamanya akan direnovasi. Dimas berusaha untuk pindah karena dia melihat sosok ibu kosnya yang baru sangat
berbeda dengan perempuan lainnya. Id Dimas memutuskan untuk mencari kos lain. Super Ego Dimas merasa sadar bahwa dia tetap harus tinggal di tempat
perempuan itu.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Dimas. Dimas sebagai tokoh utama yang mempunyai sifat berani, rasa keingintahuan yang besar, tidak mudah putus
dipercaya, dan bertanggung jawab. Tokoh bawahan yang kehadiran dan keberadaannya sebagai penunjang tokoh utama sangat besar antara lain Mbak
Dhea, Bayu, Mbak Maya, Ari, dan Rahmi.
Novel Pacarku Ibu Kosku Karya Wiwik Karyono memuat nilai-nilai
kehidupan terutama kehidupan remaja untuk siswa SMA. Karya sastra novel ini sebaiknya diberikan pada siswa yang berlatar belakang kehidupan kota sehingga mereka tertarik membaca dan menganalisisnya.
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Feronika Rini Puji Lestari dalam skripsinya yang berjudul “Sikap Pengabdian Tokoh Ara Terhadap Negara dalam
Novel Larasati Karya Pramoedya Ananta Toer (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra)
dan Implementasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMU”. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan sikap pengabdian tokoh Ara terhadap negara
dalam novel Larasati karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif.
Tokoh-tokoh yang ada dalam novel Larasati ini adalah Larasati (Ara), seorang opsir, Mardjohan, Surjo Sentono, Martabat, Nenek, Kakek Mo,
Lasmidjah, Jusman, dan Oding. Larasati (Ara) merupakan tokoh utama dalam novel Larasati ini. Dalam penelitian ini sikap tokoh Ara terhadap negara dapat
Berdasarkan analisis penokohan, dapat disimpulkan bahwa secara umum penokohan tokoh-tokoh dalam novel Larasati menggunakan metode analitik dan
dramatik. Dengan kedua metode itu, maka Larasati (Ara) dilukiskan sebagai seorang wanita yang memiliki profesi sebagai bintang film yang mempunyai sifat
baik terhadap orang lain. Berdasarkan aspek bahasa, perkembangan psikologi, dan latar belakang budaya siswa dapat disimpulkan bahwa analisis novel Larasati khusunya sikap pengabdian tokoh Ara terhadap negara dapat digunakan sebagai
alternatif bahan pembelajaran sastra.
Penelitian ketiga yang dilakukan oleh F. Wiwin Fouwer Ningrum dalam
skripsi yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Hasan dalam Novel Bukan Karena Kau Karya Toha Mohtar: Tinjauan Psikologi Sastra dan Relevansinya dengan
Pembelajaran Sastra di SMU”. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
konflik batin tokoh Hasan dalam novel Bukan Karena Kau. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Hasan. Hasan sebagai tokoh utama yang mempunyai sifat berani, tidak materialistis, tidak suka berpamrih dan tidak
silau dengan kekayaan, mudah putus asa dan tidak mempunyai kepercayaan diri yang besar, mudah kecewa, sifat pasrah dan dapat dipercaya, mempunyai
semangat kerja yang tinggi, mempunyai rasa cinta kepada lingkungan hidup, sebagai pemeluk agama yang taat. Tokoh bawahan yang kehadiran dan keberadaannya sebagai penunjang tokoh utama sangat besar antara lain Haji
nilai psikologis yang terdapat dalam novel Bukan Karena Kau. Nilai-nilai psikologis itu antara lain Hasan mengakui kesalahannya kepada pihak yang
berwajib karena perampokan berdarah yang mengakibatkan tewasnya Mang Karta. Hasan ingin menunjukkan jati dirinya sebagai orang yang berani
mengambil resiko atas perbuatannya.
Penelitian keempat yang dilakukan oleh Sumartiningsih dalam skripsinya
yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Lasi dalam Mewujudkan Eksistensinya
sebagai Seorang Wanita dalam Novel Bekisar Merah Karya Ahmad Tohari (Suatu
Tinjauan Psikologi Sastra) dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di
SMU. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan konflik batin tokoh Lasi dalam mewujudkan eksistensinya sebagai seorang perempuan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Dorongan super ego Lasi menolak anggapan orang-orang Karangsoga yang
selalu menghinanya dan berusaha ingin tahu keberadaannya itu. Di sisi lain kenyataan sikap orang-orang Karangsoga yang selalu menghinanya membuat Lasi mempercayainya dan bersikap masa bodoh serta membiarkan mereka terus
menghinanya. Ego harus mengambil bagian untuk menentukan sikap Lasi diantara dua pilihan tersebut. Dorongan yang kuat dari super ego ternyata mampu
mengalahkan dorongan dari id. Hati nurani Lasi dengan tegas menolak sikap orang-orang Karangsoga tersebut.
Konflik-konflik itu terjadi karena ego tidak mampu menjaga keseimbangan
berperanan dalam diri Lasi untuk menyelesaikan berbagi konflik yang ada dalam diri Lasi. Konflik-konflik tersebut menyebabkan Lasi mengalami akibat psikis dan
sosial. Akibat sosial yang harus diterima Lasi adalah terlambat menikah untuk ukuran wanita di Karangsoga dan akibat psikisnya adalah rendah diri dalam
pergaulan, sedih, ragu-ragu, dan kecemasan-kecemasan.
Keempat penelitian tersebut merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan psikologis sastra. Setelah meninjau hasil penelitian yang terdahulu,
dapat dikatakan bahwa penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian yang sejenis. Penelitian konflik batin dengan menggunakan pendekatan psikologis
sastra sudah pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan oleh
penulis masih relevan dan bermanfaat untuk dikembangkan. Penelitian ini masih
merupakan penelitian yang sejenis, karena sama-sama menggunakan pendekatan psikologis sastra.
Kerangka Teori 2.2 Hakikat Novel
Kata novel berasal dari bahasa Latin novellas, yang terbentuk dari kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Dikatakan baru karena
novel adalah bentuk karya sastra yang datang dari karya sastra lainnya seperti puisi dan drama (Heru Santosa dan Sri Wahyuni, 2010:46).
karangan atau karya sastra yang lebih daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek, yang isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang
penting, menarik dari kehidupan seseorang secara singkat dan yang pokok-pokok saja (Heru Santosa dan Sri Wahyuni, 2010:46).
Novel menyajikan kehidupan itu sendiri. Sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga meniru alam dan kehidupan subjektivitas manusia (Wellek dan Warren, dalam Heru Santosa dan Sri
Wahyuni). Sumarjo (dalam Heru Santosa dan Sri Wahyuni) mengatakan bahwa novel adalah produk masyarakat. Novel berada di masyarakat karena novel
dibentuk oleh anggota masyarakat berdasarkan desakan-desakan emosional atau rasional dalam masyarakat.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa
novel merupakan ceritaan rekaan atau tidak nyata yang menceritakan tentang kehidupan manusia dan segala tingkah laku manusia. Penceritaan di dalam karya
fiksi ini biasanya menceritakan seputar kehidupan sosial, politik, religiusitas, ekonomi, dan lain sebagainya.
2.3Unsur Intrinsik (Tokoh, Penokohan,Latar, dan Alur)
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun dari dalam suatu
2.3.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku atau aktor dalam sebuah cerita sejauh ia oleh
pembaca dianggap sebagai tokoh konkret, individual (Dick Hartoko dan Rahmanto, 1986:144). Menurut Sudjiman (1990:79), tokoh adalah individu
rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Sedangkan tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007:165), adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.
Menurut Sayuti (dalam Wiyatmi, 2006:30) tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang,
meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Oleh karena itu, dalam sebuah fiksi tokoh hendaknya dihadirkan secara
alamiah. Dalam arti tokoh-tokoh itu memiliki “kehidupan” atau berciri “hidup” atau memiliki derajat lifelikeness (keseperti hidupan).
Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah
cerita menurut Nurgiyantoro (2007:176), tokoh dibagi menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita, sedang
yang kedua adalah tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai jadian.
dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. Menurut Sudjiman (1990:79), tokoh tambahan
adalah tokoh-tokoh dalam lakon yang tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mereka tidak memegang peranan, bahkan tidak penting sebagai individu.
Hampir sama seperti manusia nyata, tokoh dalam fiksi pun memiliki watak. Ada dua cara menggambarkan watak tokoh yaitu secara langsung (telling,
analitik) dan tak langsung (showing, dramatik). Selanjutnya secara tak langsung watak tokoh digambarkan melalui beberapa cara: (1) penamaan tokoh (naming),
(2) cakapan, (3) penggambaran pikiran tokoh, (4) arus kesadaran, (5) pelukisan
perasaan tokoh, (6) perbuatan tokoh, (7) sikap tokoh, (8) pandangan seseorang atau banyak tokoh terhadap tokoh tertentu, (9) pelukisan fisik, dan (10) pelukisan latar (Sayuti dalam Wiyatmi, 2006:32).
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007:165). Sedangkan menurut
Sudjiman (1988:23), penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Dapat disimpulkan bahwa pengertian dari tokoh adalah orang yang memainkan suatu adegan dalam cerita, sedangkan penokohan adalah watak atau
karakter yang ada dalam setiap tokoh.
2.3.2 Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
Menurut Sudjiman (1990:48), latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.
Menurut Zaidan (1988:33), latar ialah segera keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana yang diceritakan dalam karya sastra atau sebuah novel. Latar
dalam sebuah karya cukup penting, diantaranya untuk:
1. Memperjelas bila di mana dan bagaimana terjadinya peristiwa yang dikisahkan. 2. Memperjelas alur dan tokoh cerita.
3. Memperjelaskan suasana dan peristiwa dalam cerita.
Menurut Nurgiyantoro (2007:227), unsur latar dapat dibedakan ke dalam
tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan
yang lainnya.
1. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,
mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Akhirnya perlu dikemukakan bahwa latar tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi.
2. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang
ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. 3. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup
berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Di samping itu, latar sosial juga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.
2.3.3 Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan disajikan dengan
seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian (Sudjiman, 1990: 61). Menurut Nurgiyantoro (2000: 110), plot/ alur
adalah rangkaian peristiwa yang tersaji secara berurutan sehingga membentuk sebuah cerita. Plot atau alur merupakan cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir dan bersikap dalam menghadapi berbagai
Alur dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu alur kronologis dan alur tidak kronologis (Nurgiyantoro, 2007: 153-156). Alur kronologis disebut juga alur
lurus atau alur maju, yaitu struktur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis; peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa
yang kemudian atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan, konflik), tahap tengah (konflik meningkat, klimaks), dan tahap akhir (penyelesaian).
Alur tidak kronologis disebut sebagai alur sorot balik (flash back) atau alur mundur, yaitu urutan kejadian tidak tersusun atau dimulai dari tahap awal,
melainkan disusun dari akhir atau tengah cerita, baru kemudian ke tahap awal cerita. Dengan demikian, dapat disimpulkan alur adalah rangkaian peristiwa yang terdapat di dalam sebuah cerita. Dengan adanya alur ini, pembaca dapat lebih
mengerti jalannya cerita yang disampaikan oleh pengarang.
2.4 Psikologi Sastra
Psikologi berasal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa , dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan
mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson dalam Albertine Minderop, 2011:3). Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan
proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan
Psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dan pemikiran pengarang yang
berada pada situasi setengah sadar (subconscious) yang selanjutnya dituangkan ke dalam bentuk conscious (Endraswara, dalam Albertine Minderop). Kedua, telaah
psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologis dalam diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pembaca merasa terbuai oleh problema psikologis kisahan yang kadang kala merasakan dirinya
terlibat dalam cerita (Albertine Minderop, 2011:55).
Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Kutha Ratna, 2009:41)
menunjukkan empat model pendekatan psiokologis yang dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Meskipun demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan pengarang dan karya
sastra, dan pembaca dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra.
Berdasarkan pendapat-pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang segala tingkah laku dan kejiwaan yang terdapat pada manusia. Psikologi sastra sendiri dapat disimpulkan
sebagai ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan kejiwaan yang terdapat pada suatu karya sastra. Psikologi sastra ini dapat dilihat dari aspek pengarang,
2.5 Psikologi Abraham Maslow
Abraham Harold (Abe) Maslow lahir di Manhattan, New York, pada 1
April 1908. Abraham Maslow menemukan teori psikologi yang disebut dengan nama teori holistik-dinamis, karena teori ini menganggap bahwa keseluruhan dari
seseorang terus menerus termotivasi oleh satu atau lebih kebutuhan dan bahwa orang mempunyai potensi untuk tumbuh menuju kesehatan psikologis (Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010:325).
Maslow percaya bahwa untuk menyelidiki kesehatan psikologis, satu-satunya tipe orang yang dipelajari ialah orang yang sehat. Maslow berkesimpulan
bahwa semua manusia dilahirkan dengan kebutuhan-kebutuhan instinktif. Kebutuhan-kebutuhan universal yang mendorong kita untuk bertumbuh dan berkembang, untuk mengaktualisasikan diri, untuk menjadi semuanya sejauh
kemampuan kita. Jadi, potensi untuk pertumbuhan dan kesehatan psikologis ada sejak lahir (Schults dalam Albertine Minderop, 2011:278).
Menurut Maslow tingkah laku manusia lebih ditentukan oleh kecenderungan individu untuk mencapai tujuan agar kehidupan si individu lebih berbahagia dan sekaligus memuaskan. Maslow menyampaikan teorinya tentang
kebutuhan bertingkat (Albertine Minderop, 2011:280).
Konsep hierarki kebutuhan yang diungkapkan Maslow beranggapan
adalah kebutuhan konatif, yang berarti bahwa kebutuhan-kebutuhan ini memiliki karakter mendorong atau memotivasi (Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010:331).
Maslow (dalam Jess Feist & Gregory J. Feist, 2010:332) menyampaikan teorinya tentang kebutuhan bertingkat yang tersusun dalam lima tingkatan:
fisiologis (physiological), keamanan (safety), cinta dan keberadaan (love and belongingness), penghargaan (esteem), dan aktualisasi diri ( self actualization). Adapun kebutuhan-kebutuhan yang dialami oleh tokoh Mata Hari, dengan
menggunakan kebutuhan: a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah sekelompok kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasannya karena terkait dengan kebutuhan biologis manusia. Kebutuhan fisiologis, misalnya kebutuhan: pangan, sandang,
papan, oksigen, seks, dan sebagainya, demi kelangsungan hidup manusia. Karena kebutuhan paling mendesak, maka sebelum ini tercapai, tidak akan
bergerak menuju kebutuhan di atasnya. Kebutuhan ini sangat berpengaruh terhadap tingkah laku manusia dan ia selalu berusaha memenuhinya (Albertine Minderop, 2011:286).
Kebutuhan fisiologis berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya setidaknya dalam dua hal penting. Pertama, kebutuhan fisiologis adalah
satu-satunya kebutuhan yang dapat terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi. Karakteristik berbeda yang kedua dari kebutuhan fisiologis adalah kemampuannya untuk muncul kembali (Jess Feist & Gregory J. Feist,
b. Kebutuhan akan Keamanan
Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka
menjadi termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan. Yang termasuk di dalam kebutuhan akan keamanan adalah keamanan fisik, stabilitas,
ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam. Kebutuhan akan hukum, ketenteraman, dan keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan (Maslow dalam Jess
Feist & Gregory J. Feist, 2010:333).
Ketidakpastian yang dihadapi manusia membuat manusia harus
mencapai sebanyak mungkin jaminan, perlindungan, ketertiban menurut kemampuan kita. Apabila kita mencapai suatu tingkat tertentu dari rasa aman dan jaminan, maka kita akan digerakkan untuk memuaskan
kebutuhan akan memiliki dan cinta (Albertine Minderop, 2011:283). c. Kebutuhan akan Rasa Memiliki dan Cinta
Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjadi termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan, seperti keinginan untuk berteman; keinginan untuk mempunyai pasangan
dan anak; kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau negara. Cinta dan keberadaan
Kebutuhan rasa memiliki dan cinta dapat dipenuhi dengan cara menggabungkan diri dengan suatu kelompok atau perkupulan, menerima
nilai-nilai dan sifat-sifat atau memakai pakaian seragam dengan maksud agar merasakan perasaan memiliki. Untuk memuaskan kebutuhan akan
cinta kita dapat membangun suatu hubungan akrab dan penuh perhatian dengan orang lain atau dengan orang-orang pada umumnya, dalam hubungan ini memberi dan menerima cinta adalah sama penting. Menurut
Maslow, sulit bagi kita memenuhi kebutuhan cinta dewasa ini sehingga menimbulkan rasa kesepian dan keterasingan. Oleh karena itu, banyak
tumbuh berbagai kelompok untuk melepaskan diri dari perasaan terisolasi karena kegagalan mencapai cinta dan memiliki (Albertine Minderop, 2011:283).
d. Kebutuhan akan Penghargaan
Menurut Maslow (dalam Albertine Minderop, 2011:284) setiap
orang memiliki dua penghargaan yang berasal dari orang lain dan penghargaan terhadap diri sendiri. Penghargaan yang berasal dari orang lain adalah yang utama. Penghargaan yang berasal dari orang lain
berdasarkan reputasi, kekaguman, status, popularitas, keberhasilan dalam masyarakat, dan semua sikap bagaimana pandangan orang lain terhadap
e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan akan aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai
perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat kita, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas kita. Kita harus menjadi menurut
potensi kita untuk menjadi. Walaupun kita telah mencapai kebutuhan dalam tingkat rendah, merasa aman secara fisik dan emosional, mempunyai rasa memiliki, dan cinta, merasa berharga, namun kita akan
merasa kecewa, tidak tenang dan tidak puas kalau kita gagal berusaha memuaskan kebutuhan akan aktualisasi diri. Bila kondisi ini terjadi, maka
kita tidak berada dalam damai dengan diri kita dan tidak bisa dikatakan sehat secara psikologis (Schultz dalam Albertine Minderop, 2011:284).
Kebutuhan akan aktualisasi diri adalah kebutuhan manusia
tertinggi. Kebutuhan ini tercapai apabila kebutuhan-kebutuhan di bawahnya telah terpenuhi dan terpuaskan. Menurut Maslow, seseorang
akan mampu mencapai kebutuhan ini apabila ia mampu melewati masa-masa sulit yang berasal dari diri sendiri maupun dari luar. Hambatan dari diri sendiri misalnya timbul rasa ragu-ragu, takut, malu, dan sebagainya.
Kendala dari luar misalnya, tidak adanya kesempatan atau diskriminasi dari lingkungannya (Albertine Minderop, 2011:307).
2.6 Konflik
Menurut Soeitoe (1971:21) konflik adalah aspek-aspek pada aktivitas
terjadi karena kegagalan dalam penyesuaian diri. Konflik batiniah berakar pada rintangan terhadap pada pemuasan diri dan penolakan dari ambisi sosial. Konflik
terjadi dalam:
a. Pemilihan mana yang tepat
b. Pemilihan antara dua jalan atau cara untuk mencapai suatu tujuan yang vital
c. Pemilihan antara dua tujuan yang sama pentingnya
d. Merasakan adanya ancaman yang seakan-akan mengepung dan mengikat seseorang, sehingga ia tidak dapat mengadakan pemilihan sama sekali.
Menurut Heerdjan (1987:31), konflik adalah keadaan pertentangan antara dorongan-dorongan yang berlawanan, tetapi ada sekaligus bersama-sama dalam diri seseorang. Konflik timbul pada saat ego menghadapi dorongan kuat dari id
yang tidak dapat diterimanya dan dihayati sebagai berbahaya. Bila kekuatan naluri melebihi kemampuan ego untuk mengendalikan dan menyalurkannya, muncullah
gejala rasa cemas. Ini tanda bahaya, yang menyatakan bahwa ego berhasil menyelesaikan konflik.
Robert (2005:194), konflik menekankan adanya kepentingan yang
bertentangan dan kesadaran mengenai hal dari pihak-pihak yang terkait. Konflik merupakan suatu proses di mana individu atau kelompok mempersepsikan bahwa
orang lain telah atau akan segera melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pribadi mereka. Jadi dapat disimpulkan, bahwa konflik merupakan suatu hal yang bertentangan antar individu atau suatu kelompok karena adanya
Konlik batin adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga
memengaruhi tingkah laku (Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2008:723). Konflik terjadi karena manusia harus memilih. Konflik bisa
pula terjadi karena masalah internal seseorang. Singkatnya, konflik terjadi karena: 1. Adanya kebebasan versus ketidakbebasan
Manusia kerap kali ingin melakukan sesuatu di masa kecil, namun kita
diberi pelajaran bahwa yang kita lakukan harus diikuti dengan sikap bertanggung jawab.
2. Adanya kerja sama versus persaingan
Kompetisi telah diajarkan sejak masa kecil hingga dewasa, sejak di sekolah dasar hingga terjuan ke masyarakat, dalam bidang pekerjaan.
Di saat bersamaan kita harus pula bekerja sama dan menolong orang lain. Kontradiksi semacam ini berpotensi melahirkan konflik.
3. Adanya ekspresi impuls versus standar moral
Suatu masyarakat menganut sistem moral yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat sebagai individu dan sebagai warga masyarakat.
Misalnya, naluri agresif seksual kerap kali berkonflik dengan standar moral yang bilamana dilanggar akan melahirkan frustasi (Minderop,
2.7 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Hamalik (dalam Joko Susilo, 2008:78) memberikan tafsiran kurikulum
dalam tiga hal, yaitu:
(1) Kurikulum memuat Isi dan Materi Pembelajaran
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
(2) Kurikulum sebagai Rencana Pembelajaran
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai
kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.
(3) Kurikulum sebagai Pengalaman Belajar.
Kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup
juga kegiatan-kegiatan di luar kelas.
Menurut Muslich (2007:10), KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah. Departemen Pendidikan Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich, 2007:1).
KTSP memiliki empat komponen, yaitu (1) tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, (2) struktur dan muatan KTSP, (3) Kalender Pendidikan, dan
(4) Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pengajaran ((Muslich, 2007:12). Komponen 1: Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
a. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejujuran.
Komponen 2: Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah tertuang dalam Standar Isi, yang dikembangkan dari kelompok mata pelajaran berikut:
1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. 3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Sedangkan untuk muatan tingkat satuan pendidikan meliputi sejumlah
mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu, materi muatan lokal dan
pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum. Komponen 3: Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan
kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam
Standar Isi.
Komponen 4: Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pengajaran
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar
ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Berdasarkan silabus inilah guru bisa
mengembangkannya menjadi Rancangan Pelaksanaan Pengajaran yang akan diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.
Pembelajaran sastra, khususnya novel dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) kelas XI semester I dengan aspek membaca. Kelas XI semester I memiliki standar kompetensi: Memahami berbagai hikayat, novel
Indonesia/ novel terjemahan dan kompetensi dasar: Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan. Pembelajaran sastra tentang novel ini akan diimplementasikan kepada siswa dalam bentuk Silabus dan RPP
terdapat dalam novel sehingga siswa dapat mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.8 Silabus
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar
ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (Depdiknas, 2006:344). Silabus merupakan salah satu produk pengembangan kurikulum dan pembelajaran yang berisikan garis-garis
besar materi pembelajaran (Muslich, 2007, 25-26). Dalam KTSP, pengembangan silabus diserahkan sepenuhnya kepada setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu,
setiap satuan pendidikan diberi kebebasan dan keluasan dalam mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing. Agar pengembangan silabus yang dilakukan oleh setiap satuan pendidikan tetap berada
dalam bingkai pengembangan kurikulum, maka perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan silabus (Mulyasa, 2007:191).
Silabus merupakan uraian yang lebih rinci mengenai kompetensi dasar, materi standar, hasil belajar yang harus dimiliki oleh peserta didik sehubungan dengan suatu mata pelajaran. Menurut (Mulyasa, 2007:203-206), di dalam
1) Mengisi Kolom Identitas
2) Mengkaji dan Menganalisis Standar Kompetensi
Mengkaji dan menganalisis standar kompetensi mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut.
a. Urutan tidak harus sesuai dengan urutan yang ada dalam
standar isi, melainkan berdasarkan hirarki konsep disiplin ilmu dan tingkat kesulitan bahan.
b. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
c. Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar
mata pelajaran.
3) Mengkaji dan Menentukan Kompetensi Dasar
Mengkaji dan menentukan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut:
SILABUS
Nama Sekolah : SDN Karang Sari Mata Pelajaran : B. Indonesia Kelas/ Semester : IV/2
a. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan
urutan yang ada dalam standar isi.
b. Keterkaitan antar kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
c. Keterkaitan kompetensi dasar dengan standar kompetensi. 4) Mengidentifikasi Materi Standar
Mengidentifikasi materi standar yang menunjang standar
kompetensi dan kompetensi dasar, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
a. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik.
b. Kebermanfaatan bagi peserta didik.
c. Struktur keilmuan.
d. Ke dalaman dan ke luasan materi.
e. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan.
f. Alokasi waktu.
5) Mengembangkan Pengalaman Belajar (Standar Proses)
Pengalaman belajar merupakan kegiatan mental dan fisik yang
6) Merumuskan Indikator Keberhasilan
a. Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar
yang menunjukkan tanda-tanda, perbuatan, dan respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik.
b. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
c. Indikator dirumuskan dalam kata kerja operasional yang
dapat diukur dan dapat diobservasi, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun alat penilaian.
7) Menentukan Penilaian (Standar Penilaian)
Penilaian pencapain kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator, dengan menggunakan tes dan non tes dalam
bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, penggunaan porofolio, dan
penilaian diri. 8) Alokasi Waktu
Alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar dilakukan dengan
memperhatikan jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu dengan mempertimbnagkan jumlah
kompetensi dasar, keluasan, ke dalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingannya. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang dibutuhkan oleh rata-rata
9) Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek, dan bahan yang digunakan
untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam,
sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar dilakukan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, indikator kompetensi, serta materi pokok, dan kegiatan pembelajaran.
Format Silabus Berbasis KTSP
Format silabus berbasis KTSP minimal mencakup: (1) standar kompetensi,
(2) kompetensi standar, (3) indikator, (4) materi standar, (5) standar proses (kegiatan belajar mengajar), dan (6) standar penilaian (Mulyasa, 2007: 191-195). Format tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut.
Format Silabus
No Standar
Menurut Muslich (2007:39), pengembangan silabus dapat dikemas ke
Silabus Format 2
Nama Sekolah :...
Mata Pelajaran :... Kelas/ Semester :...
Standar Kompetensi :...
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Pengalaman Belajar
Indikator Penilaian Alokasi Waktu
Sumber/ Bahan/
Alat
Silabus Format 3
Nama Sekolah :... Mata Pelajaran :... Kelas/ Semester :...
I. Standar Kompetensi :... II. Kompetensi Dasar :...
III. Materi Pokok :... IV. Pengalaman Belajar :...
VI. Penilaian :... VII. Alokasi Waktu :...
VIII. Sumber/ Bahan/ Alat :...
2.9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas
(Muslich, 2007:45). Dengan demikian, RPP merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. RPP
perlu dikembangkan untuk mengkoordinasikan komponen pembelajaran, yakni: kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian (Mulyasa, 2007:213).
Pengembangan RPP harus diawali dengan pemahaman terhadap arti dan tujuannya, serta menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terdapat di
dalamnya. Ada dua fungsi RPP dalam KTSP, yaitu fungsi perencanaan dan fungsi pelaksanaan. Fungsi perencanaan RPP adalah bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran hendaknya dapat mendorong guru lebih siap melakukan kegiatan
pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Sedangkan secara pelaksanaan pembelajaran harus disusun secara sistemik dan sistematis, utuh dan menyeluruh,
dengan beberapa kemungkinan penyesuaian dalam situasi pembelajaran yang aktual (Mulyasa, 2007:217).
Menurut Muslich (2007:46), terdapat langkah-langkah yang patut
1) Ambillah satu unit pembelajaran yang akan diterapkan dalam pembelajaran.
2) Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam unit tersebut.
3) Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut.
4) Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mencapai indikator tersebut.
5) Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.
6) Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan atau dikenakan kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
7) Pilihlah metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan
tujuan pembelajaran.
8) Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan
rumusan tujuan pembelajaran, yang bisa dikelompokkan menjadi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
9) Jika alokasi waktu untuk mencapai satu kompetensi dasar lebih dari dua
jam pelajaran, bagilah langkah-langkah pembelajaran menjadi menjadi lebih dari satu pertemuan. Pembagian setiap jam pertemuan bisa
didasarkan pada satuan tujuan pembelajaran atau sifat/ tipe/ jenis materi pembelajaran.
10)Sebutkan sumber / media belajar yang akan digunakan dalam
11)Tentukan teknik penilaian, bentuk, dan contoh instrumen penilaian yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar atau
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Contoh Format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan :... Mata Pelajaran :...
Kelas/ Semester :... Standar Kompetensi :...
Indikator :... Alokasi Waktu :... x ...(...pertemuan)
A. Tujuan Pembelajaran
... B. Materi Pembelajaran
... C. Metode Pembelajaran
...
D. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1
Kegiatan Awal: (Dilengkapi dengan alokasi waktu)
... Kegiatan Inti: (Dilengkapi dengan alokasi waktu)
Kegiatan Penutup: (Dilengkapi dengan alokasi waktu)
...
Pertemuan 2
...
Dan seterusnya
E. Sumber Belajar (Disebutkan secara konkret)
...
F. Penilaian Teknik
... Bentuk Instrumen
...
Contoh Instrumen (Soal/ Tugas):
(Ditambah Kunci Jawaban atau Pedoman Penilaian
... ..., ... Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
2.10 Pembelajaran Sastra di SMA
Menurut Rahmanto (1988:16) pengajaran sastra dapat membantu
pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya,
mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Agar dapat memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan. Ada tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika ingin
memilih bahan pengajaran sastra (Rahmanto, 1988:27): 1. Bahasa
Perkembangan karya sastra melewati tahap-tahap yang meliputi banyak aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor-faktor lain
seperti: cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin
dijangkau pengarang. Agar pengajaran sastra dapat lebih berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan ketrampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan
bahasa siswanya. 2. Psikologi
Dalam memilih bahan pengajaran sastra , tahap-tahap perkembangan psikologis ini hendaknya diperhatikan karena tahp-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal.