• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 66-0)

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS

3.3 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati

Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah suatu unit kerja yang dibentuk untuk membantu Direktur Rumah Sakit dalam hal membuat kebijakan tentang penggunaan obat dan pengelolaan obat di Rumah Sakit. Tujuan dibentuknya TFT adalah :

a. Menjamin tersedianya obat dan alat kesehatan (alkes) habis pakai yang bermutu untuk kebutuhan pasien di RSUP Fatmawati.

b. Tersusunnya standar obat yang berlaku di RSUP Fatmawati.

c. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan penggunaan obat dan pengelolaan yang baik bagi pengguna maupun penyedia obat di RSUP Fatmawati.

d. Terselenggaranya penggunaan obat yang rasional dan aman di RSUP Fatmawati.

e. Terlaksananya pengawasan, pengendalian, dan evaluasi penggunaan dan pengelolaan obat dan alkes di RSUP Fatmawati.

Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di bawah koordinasi dan bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Struktur organisasi TFT terdiri dari:

a. Ketua : Dokter b. Sekretaris : Apoteker

c. Anggota : Dokter, Apoteker, dan Perawat Tugas pokok dari TFT adalah:

a. Melaksanakan uji coba dan memberikan rekomendasi dalam pemilihan penggunaan obat dan alkes habis pakai.

b. Menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis pakai di Rumah Sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara berkala.

c. Menyusun Antibiotic Guideline bersama-sama dengan Komite Pengendalian Penyakit Infeksi.

d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi penulisan resep dan penggunaan obat generik serta alkes habis pakai bersama-sama Instalasi Farmasi.

e. Melaksanakan edukasi pada staf farmasi, profesi lainnya tentang obat dan perbekalan kesehatan lainnya .

Formularium Obat RSUP Fatmawati adalah daftar dari seluruh item obat yang ada di RSUP Fatmawati dalam periode waktu tertentu, yaitu maksimal 3 tahun. Daftar obat di Formularium Obat disusun berdasarkan kelas terapi dan berisi nama generik produk (1 item), nama merek original dari pabrik tertentu (1 item), nama merek dagang dari pabrik tertentu (2 item), serta keterangan mengenai bentuk sediaan, kekuatan produk dalam kemasan, dan nama pabrik pembuat. Formularium Obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun 1990, kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Pembuatan revisi formularium RSUP Fatmawati tidak dilakukan setiap tahun, dikarenakan kendala biaya untuk mencetak formularium baru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT.

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang, salah satunya RSUP Fatmawati. Dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan, RS tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Untuk menunjang hal tersebut maka dibentuk suatu badan organisasi yaitu IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit). IFRS dipimpin oleh seorang Kepala IFRS yaitu Apoteker dan bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan – peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi.

Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis pakai di Rumah Sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau tidaknya TFT rumah sakit adalah dengan melihat formularium yang disusunnya.

Pada tiap 6 bulan atau maksimal 1 tahun dilakukan evaluasi atau review untuk penyempurnaan Formularium. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak dapat direvisi tiap setahun sekali karena masalah biaya untuk mencetak Formularium terbaru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Revisi formularium obat yang dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati adalah setiap 3 tahun sekali. Formularium obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun 1990, kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Dengan adanya kesinambungan proses revisi, dapat dikatakan bahwa TFT RSUP Fatmawati sudah berjalan dengan baik.

Salah satu tugas pokok farmasi klinik RSUP Fatmawati ialah meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan farmasi klinik. Berikut ini merupakan pembahasan dari pelaksanaan kegiatan farmasi klinik.

a. Pengkajian Resep

Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pelayanan obat pasien. Selain itu, pengkajian resep juga dilakukan agar tercapainya rasionalisasi penggunaan obat. Kegiatan dalam pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetis, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian resep tidak sepenuhnya dilakukan. Hal ini terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap. Misalnya pada resep untuk pasien bayi atau anak, berat badan dan umur pasien sering kali tidak tertera pada lembar resep, padahal hal tersebut diperlukan terutama untuk menghitung dosis maksimal pada pasien bayi atau anak. Sering kali hanya nama pasien yang tertera pada lembar resep. Pada lembar instruksi pemberian obat pada pasien rawat inap, terkadang tidak semua lembar ada penanda berupa stempel keterangan “Resep telah di review Farmasi”.

Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh banyaknya resep atau pasien yang harus dilayani oleh petugas farmasi di RSUP Fatmawati. Selain itu, untuk melakukan pengkajian resep secara keseluruhan cukup membutuhkan waktu sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan secara cepat karena banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien rawat jalan.

b. Pengkajian Penggunaan Obat

Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pengkajian penggunaan obat juga dilakukan untuk menilai ada tidaknya drug related problem selama pasien menjalani pengobatan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat jalan dengan melihat instruksi pemberian obat yang terdapat pada rekam medik pasien. Data yang diperoleh dari rekam medik pasien dipindahkan ke dalam lembar Formulir Terapi Pasien untuk selanjutnya dinilai ada tidaknya masalah - masalah yang terkait dengan pengobatan pasien.

c. Visite

Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik.

Apoteker melakukan praktik di ruang rawat sesuai dengan kompetensi dan kemampuan farmasi klinik yang dikuasai. Visite pasien yang dilakukan di RSUP Fatmawati diaplikasikan kepada pasien yang berada dalam perawatan intensif dan memiliki resiko mengalami terjadinya kesalahan obat (medication errors).

Beberapa tempat dilakukannya praktik apoteker ruang rawat di RSUP Fatmawati contohnya pada ruang perawatan pasien Intensive Care Unit (ICU), Neonatal Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang perawatan pasien pra operasi dan post operasi.

Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat memperoleh informasi terkini dan komprehensif, dapat dijadikan sebagai fasilitas pembelajaran, serta dapat langsung dikomunikasikan masalah terkait penggunaan obat dan mengimplementasikan rekomendasi yang dibuat. Namun, kegiatan visite ini juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah jadwal visite harus disesuaikan dengan jadwal tim dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi dan penyampaian informasinya kurang lengkap.

Visite yang dilakukan di RSUP Fatmawati sebagian besar terjadwalkan dan umumnya dilakukan setiap seminggu sekali contohnya pada ruang perawatan Rehabilitasi Medik dan High Care lantai 6 Selatan Teratai. Sedangkan untuk pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya dilakukan 3-4 kali dalam seminggu, hal ini disebabkan kondisi pasien pada ruang perawatan tersebut merupakan pasien yang menderita penyakit komplikasi sehingga memungkinkan pasien menerima bermacam - macam jenis obat. Hal ini memungkinkan terjadinya masalah terkait obat yang dapat mempengaruhi outcome pasien sehingga diperlukan visite yang lebih sering untuk memastikan terapi obat yang diterima oleh pasien.

Dalam kegiatan visite, sebelum apoteker memberikan rekomendasi maka apoteker berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling mengklarifikasi, mengkonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat. Pada saat visite secara tim rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang merawat pasien.

Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau rekomendasi yang diminta oleh tim visite kepada apoteker diantaranya adalah pemilihan terapi obat, misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen, obat pengganti yang dapat diberikan kepada pasien, efek samping obat, interaksi obat, segi cost effectiveness, dan lain -lain.

Setelah rekomendasi yang diberikan oleh apoteker disetujui, selanjutnya apoteker melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dari sisi efektifitas dan keamanan. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi yang diterima aman bagi pasien. Tahap akhir dari visite adalah melakukan dokumentasi praktik visite yang dikelola dengan baik dan terjaga kerahasiaannya. Dengan adanya pendokumentasian yang baik dapat dijadikan sebagai jaminan terlaksananya kegiatan visite, serta sebagai bahan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan.

d. Monitoring Efek Samping Obat

Prosedur program monitoring efek samping obat (MESO) adalah tata cara menganalisa kejadian efek samping obat yang terjadi pada pasien. Proses ini merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan baik dokter, perawat, apoteker dan semua tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit termasuk pasien dan keluarga pasien. Di RSUP Fatmawati kegiatan monitoring penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui efek terapi dari proses pengobatan serta kemungkinan terjadinya efek terapi dari proses pengobatan serta kemungkinan terjadinya efek samping obat. Setiap temuan efek samping obat dilakukan pengkajian oleh tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek samping obat dan tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya harus terdokumentasi dalam catatan rekam medik pasien dan dibuatkan laporan untuk disampaikan pada Komite Mutu dan Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu maksimal 48 jam.

Prosedur pemantauan efek samping obat meliputi :

1) Pelaksanaan kegiatan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya efek samping obat.

2) Pelaksanaan penerimaan laporan kejadian efek samping obat tenaga kesehatan, keluarga pasien atau petugas lainnya.

3) Pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan temuan kejadian efek samping obat dalam formulir pelaporan.

4) Pelaksanaan kegiatan komunikasi atau interview oleh tim kerja (tim monitoring efek samping obat) yang terdiri dari DPJP, perawat ruangan, apoteker ruangan.

5) Pelaksanaan kegiatan analisa oleh tim monitoring efek samping obat terhadap hasil interview maupun laporan efek samping obat dari semua sumber.

6) Pelaksanaan kegiatan diskusi setara komprehensif sebagai media problem solving oleh tim monitoring efek samping obat atas hasil analisa yang telah dilakukan.

7) Pencatatan di rekam medik pasien oleh DPJP atau tim monitoring efek samping obat tentang kejadian efek samping obat pasien. Pencatatan terkait bentuk kejadian efek samping obat, tindakan pengatasian efek samping obat yang terjadi dan tindakan pencegahan efek samping obat yang akan datang.

8) Pembuatan formulasi rekomendasi oleh tim monitoring efek samping obat.

Pilihan rekomendasi antara lain menghentikan pengobatan, mengganti obat dengan yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis obat, memberikan antidot atau premedikasi sebelum penggunaan obat, dan membuat laporan kejadian insiden dengan mengisi formulir laporan insiden (internal).

9) Pelaksanaan implementasi rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi efek samping obat.

10) Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan intervensi yang dilakukan.

11) Pelaksanaan diskusi lanjutan oleh tim monitoring efek samping obat jika diperlukan guna mencapai hasil intervensi yang telah diberikan.

12) Pendokumentasian rekomendasi penanganan efek samping obat pada formulir laporan MESO Nasional.

Penyampaian laporan efek samping obat yang terjadi segera ditindaklanjuti oleh tim monitoring efek samping obat menjadi laporan ke Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan Komite Mutu dan Manajemen Resiko (KMMR) dalam waktu 48 jam; bila kejadian efek samping obat masuk dalam kategori Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Sentinel.

e. Pelayanan Informasi Obat

RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan - pertanyaan yang diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi, farmakokinetik, farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi atau efek samping obat yang pernah dialami pasien. Literatur yang digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati adalah literatur tersier.

Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk:

1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap.

2) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa.

3) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.

4) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi.

5) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan.

6) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan informasi obat.

Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup penilaian atau pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012, sempat terjadi penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam).

Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to date), apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah pertanyaan yang masih sedikit.

f. Monitoring Interaksi Obat

Kegiatan pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan seiring dengan dilakukannya pemantauan terapi obat untuk menemukan masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat. Menurut Standar Prosedur Operasional (SPO) yang ada, kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan menggunakan software interaksi obat, namun pada pelaksanaannya kegiatan analisis masih menggunakan literatur pustaka sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan interaksi obat yang berpotensi terjadi. Kegiatan pemantauan interaksi obat juga tidak dilakukan rutin karena kesibukan apoteker di pelayanan kefarmasian lainnya sehingga seringkali kegiatan pemantauan interaksi obat yang dilakukan tidak sampai pada pemberian rekomendasi penanggulangan.

g. Konsultasi Obat

Konsultasi obat diawali dengan memperkenalkan diri kepada pasien.

Kemudian, apoteker mulai menanyakan masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obatnya. Apoteker mulai menjelaskan obat-obat yang diterima pasien dengan memberitahukan nama obat dan indikasi obat. Dalam menjelaskan atau memecahkan masalah pasien, apoteker menggunakan alat tulis untuk memudahkan pasien dalam memahami penjelasan dari apoteker, misalnya masalah waktu dan frekuensi penggunaan obat pada pasien yang mendapat polifarmasi. Pasien yang mendapat polifarmasi sering mengalami kesulitan dalam

hal waktu penggunaan obat. Pasien sering menanyakan apakah semua obat yang diberikan harus diminum bersamaan atau harus diberi jarak waktu. Pasien juga menanyakan obat mana yang harus diminum sebelum dan sesudah makan. Setelah pasien mendapat penjelasan tentang obatnya, apoteker akan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan yang dipaparkan tadi untuk menguji pemahaman pasien.

Jika pasien masih kurang jelas dengan penjelasan yang diberikan, apoteker akan mengulangi penjelasan tersebut dan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan dari apoteker tersebut. Setelah pasien memahami yang dijelaskan apoteker, apoteker akan menanyakan masalah lainnya yang dialami pasien yang dapat dibantu penanganannya oleh apoteker.

Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker kurang menggali informasi dari pasien seperti obat, vitamin, atau jamu apa saja yang pernah atau sedang dikonsumsi pasien. Apoteker juga tidak menanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi. Apoteker hanya memberikan informasi tentang obat yang ditanyakan oleh pasien, informasi lain seperti aturan pakai obat, efek samping yang mungkin terjadi dan cara mengatasinya, interaksi yang mungkin terjadi antara obat dengan obat lain termasuk vitamin dan jamu atau interaksi antara obat dengan makanan.

h. Edukasi Farmasi

Program edukasi farmasi dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah orang dalam ruangan tertentu guna mendengarkan penjelasan dari apoteker mengenai tema tertentu misalnya tema tentang penggunaan dan penyimpanan obat yang benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih satu jam, dimulai dengan presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Peserta diperkenankan bertanya mengenai obat berupa cara pakai, penyimpanan obat, dan masalah-masalah terkait obat lainnya. Untuk melakukan kegiatan program edukasi farmasi di rumah sakit diperlukan fasilitas penunjang seperti infocus, layar, laptop, microphone, dan lain-lain. Pada saat kegiatan, dilakukan pembagian questioner mengenai tanggapan peserta terhadap kegiatan tersebut. Hasil questioner tersebut berguna untuk perbaikan dan koreksi terhadap kegiatan edukasi selanjutnya. Peserta program edukasi banyak yang tidak mengisi questioner dikarenakan tidak membawa alat tulis. Saat dilaksanakan program

edukasi di Depo Askes, perhatian peserta edukasi terbagi antara mendengarkan pemaparan presenter dengan mendengarkan panggilan petugas depo farmasi yang akan memberikan obat.

Dalam melaksanakan kegiatannya, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dibagi menjadi beberapa sub bagian, antara lain:

1) TU Farmasi dan SDM Farmasi serta Pencatatan dan Pelaporan

Seluruh kegiatan administrasi dan pelaporan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilakukan di Tata Usaha Farmasi. Tujuan kegiatan administrasi dan pelaporan dalam pelayanan kefarmasian adalah:

a) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi b) Tersedianya informasi yang akurat

c) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan d) Tersedianya data yang lengkap untuk perencanaan.

Selain itu, kegiatan administrasi dan pelaporan merupakan dasar dari akreditasi yang dilakukan di rumah sakit. RSUP Fatmawati sebagai RS pemerintah wajib melaporkan seluruh kegiatan yang dilakukan, pengawasan dari pemerintah dilakukan dengan melakukan audit-audit baik secara internal maupun eksternal. Jika proses administrasi dan pelaporan yang dilakukan baik, akan mempermudah audit.

Salah satu laporan yang dilakukan adalah laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. Laporan penggunaan obat narkotika dilakukan setiap bulan dan laporan penggunaan obat psikotropika dilakukan setiap tahun, namun tetap dilakukan perekapan penggunaan obat psikotropika setiap bulannya.

2) Gudang Farmasi

Gudang Farmasi melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan kesehatan di RSUP Fatmawati dari perencanaan sampai pembuatan laporan. Perencanaan dibuat berdasarkan analisa penjualan masing-masing depo dan pemakaian obat serta alkes floor stock tiap ruang, selain itu perencanaan juga dibuat berdasarkan data epidemiologi di RSUP Fatmawati. Data epidemiologi bisa didapat dari laporan 10 besar penyakit di RSUP Fatmawati yang selalu diberikan IRMIK ke TU Farmasi setiap bulan. Dalam perencanaan pengadaan perbekalan farmasi, usulan-usulan dari depo-depo farmasi juga bisa menjadi rujukan perencanaan,

untuk mengetahui obat apa saja yang belum terlayani atau untuk mengetahui obat yang banyak diresepkan oleh dokter. Pemilihan perbekalan farmasinya berdasarkan DOEN, DPHO Askes, dan Formularium RSUP Fatmawati. Tahap perencanaan merupakan tahap yang krusial dimana perencanaan harus dibuat sebaik mungkin untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.

Pengadaan yang dilakukan oleh RSUP Fatmawati dengan cara pembelian telah sesuai dengan ketentuan dalam Perpres No. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah karena sebagai rumah sakit pemerintah aset yang ada di RSUP Fatmawati merupakan aset pemerintah. Kegiatan produksi di RSUP Fatmawati juga merupakan salah satu kegiatan pengadaan. Selain dengan pembelian dan produksi, pengadaan juga dilakukan untuk obat-obat program pemerintah yang gratis. Syarat pengadaan obat-obat ini adalah pengajuan permohonan kepada Dinas Kesehatan dan pembuatan laporan penggunaan obat program tersebut secara periodik. Obat program ini juga hanya dapat dipergunakan bagi pasien tertentu yang sesuai dengan kriteria.

Setelah barang datang, dilakukan proses penerimaan barang oleh tim penerima. Ruang tim penerima sudah strategis karena terletak di bagian depan gudang farmasi sehingga pengecekan barang bisa langsung dilakukan. Jika semua syarat yang harus dicek sudah lengkap dan sesuai dengan faktur, tim penerima menyerahkan barang ke gudang farmasi untuk disimpan. Penyerahan barang dilakukan dengan membuat Berita Acara Penerimaan barang sebagai bukti bahwa barang yang diterima terjamin kesesuaiannya. Penyimpanan seluruh perbekalan farmasi dilakukan di gudang famasi secara terpisah sesuai dengan pengelompokannya. Penyimpanan bahan berbahaya dan beracun masih ada atau sebagian ditempatkan bersama dengan ruang penyimpanan obat. Seluruh label untuk obat karsinogen, bahan berbahaya dan beracun telah ditempelkan sesuai dengan tempatnya. Begitu pula dengan lembar MSDS untuk bahan B3, tidak seluruhnya ditempel di dinding, tetapi ada juga berupa buku yang diletakkan di dekat bahan B3 tersebut. Penyimpanan gas medis dilakukan di tempat yang terpisah dari gudang induk, gas medis yang terdapat di RSUP Fatmawati antara lain O kecil (1 m3) dan O besar (6 m3), N O 25 kg dan CO 25 kg disimpan

berdasarkan ukuran dan pada tabung terdapat tanda B3 mudah meledak. Tempat dan sarana penyimpanan perbekalan farmasi secara keseluruhan terlihat bersih.

Petugas melaksanakan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Manajemen

Petugas melaksanakan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Manajemen

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 66-0)

Dokumen terkait