• Tidak ada hasil yang ditemukan

Time to Depth Conversion

BAB 5 KEGIATAN KERJA PRAKTIK

5.7. Time to Depth Conversion

Langkah selanjutnya adalah melakukan konversi ke dalam domain kedalaman. Konversi domain waktu ke dalam domain kedalaman dapat menggunakan beberapa metode, antara lain single, constant function, average velocity map, time/depth slices, horizon keyed interval velocity, dan layer cake. Namun, pada kerja praktik ini menggunakan single, constant function, yaitu kurva time/depth yang didapat dari perhitungan dari Ms. Excel. Hal yang harus dikerjakan terlebih dahulu adalah menggabungkan semua data sumur dan checkshot pada semua sumur > buatlah kurva dan tampilan trend line nya. Trend line yang sudah didapat akan menjadi acuan untuk perhitungan konversi.

Data checkshot keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5-1. Tabel 5-1. Data checkshot pada Ms. Excel.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Setelah itu, lakukanlah perhitungan menggunakan kurva pada Ms. Excel. Dari hasil kurva,didapat perhitungan yang akan menjadi acuan untuk melakukan konversi pada software Petrel. Rumusan konversinya adalah y = -0.0007x2 + 2.336x.

Lalu buka Petrel > klik kanan pada surface yang sudah dibuat dalam domain waktu > buka calculator > input rumus trendline yang didapat dari Ms.Excel, y adalah surface dalam domain kedalaman sedangkan x adalah surface dalam domain waktu (TAF) > Enter.

Dan Gambar 5-10 merupakan hasil konversi domain waktu ke domain kedalaman dengan counter increment adalah 20.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

(b)

LAPORAN KERJA PRAKTIK

BAB 6 HASIL KERJA PRAKTIK

Pada import well dalam kerja praktik ini menghasilkan informasi log yang berupa log gamma ray, log resistivity, log density-neutron, log p-wave, dan masih banyak lagi. Log densitas dan p-wave, data checkshot, dan data seismic sangat diperlukan dalam proses well-seismic tie. Selain itu, pemilihan wavelet merupakan hal yang sangat penting, karena fasa data seismic akan berubah dengan bertambahnya kedalaman, dan pemilihan wavelet akan sangat berpengaruh pada nilai korelasi antara sintetik seismogram dengan data seismiknya. Hasil well-seismic tie yang bagus atau tepat yaitu jika nilai korelasi > 0.6, sehingga nilai korelasi akan sangat bergantung pada kecocokan wavelet yang dipilih.

Proses well-seismic tie menggunakan empat sumur, yaitu sumur Nemo 1, Nemo 2, Dori 1, dan Dori 2. Untuk sumur Nemo 1 dilakukan pada window interval Formasi Talang Akar dengan nilai korelasi sebesar 0.714 yang ditunjukkan pada Gambar 6-1. Wavelet yang digunakan adalah ricker wavelet dengan dominan frekuensi 25 Hz dan panjang gelombang 200 m. Parameter tersebut didapatkan dari hasil analisis spektrum frekuensi data seismic 3D di sekitar lubang bor sumur tersebut.

Untuk sumur Nemo 2 dilakukan pada window interval Formasi Talang Akar dengan nilai korelasi sebesar 0.699 yang ditunjukkan pada Gambar 6-2. Wavelet yang digunakan adalah ekstraksi sumur Nemo 2.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Untuk sumur Dori 1 dilakukan pada window interval Formasi Talang Akar dengan nilai korelasi sebesar 0.633 yang ditunjukkan pada Gambar 6-3. Wavelet yang digunakan adalah ricker wavelet zero-phase dengan dominan frekuensi 15 Hz dan panjang gelombang 200 m. Parameter tersebut didapatkan dari hasil analisis spektrum frekuensi data seismic 3D di sekitar sumur bor sumur tersebut.

Untuk sumur Dori 2 dilakukan pada window interval Formasi Talang Akar dengan nilai korelasi sebesar 0.618 yang ditunjukkan pada Gambar 6-4. Wavelet yang digunakan adalah ekstraksi sumur Dori 2.

Gambar 6-12. Well-seismic tie sumur Nemo 2.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Selanjutnya adalah proses interpretasi horizon Formasi Talang Akar di Lapangan “V”. Dalam interpretasi horizon dibutuhkan picking horizons dan picking faults, dimana picking horizons dilakukan di dua horizons, yaitu Formasi Talang Akar (TAF) dan Basement. Namun, fokus utama dalam kerja praktik ini adalah Formasi Talang Akar (TAF). Lapisan Formasi Talang Akar (TAF) terletak pada polaritas amplitude through, karena lapisan TAF berupa endapan batupasir, serpih, juga batubara memiliki densitas yang relatif rendah jika dibandingkan dengan lapisan atasnya, Formasi Baturaja yang berupa endapan batugamping dan batulempung. Hasil picking horizon pada composite dapat dilihat pada Gambar 6-5. Pengambilan kemenerusan horizon TAF juga berdasarkan titik well tops.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Struktur berupa patahan akan dianalisis menggunakan atribut amplitude contrast. Sebelum itu, dilakukan tahap seismic conditioning terlebih dahulu untuk menghilangkan background noise, meningkatkan kemenerusan, dan mempertajam diskontinuitas event seismic. Gambar 6-6. menunjukkan hasil atribut structural smoothing, terlihat diskontinuitas event seismic lebih tajam, sehingga dapat digunakan untuk awal picking faults.

A’ A A A’ Nemo1 Nemo2 Nemo3 Nemo4 Nemo5 Dori1 Dori2 A’ A A A’ Nemo1 Nemo2 Nemo3 Nemo4 Nemo5 Dori1 Dori2

Gambar 6-15. Hasil picking horizons pada composite.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Untuk memvalidasi lebih dan mendeteksi diskontinuitas event seismik, maka dilakukan atribut amplitude contrast. Amplitude contrast adalah atribut yang digunakan untuk mendeteksi struktur geologi, dimana atribut ini dapat menunjukkan adanya struktur yang dapat meningkatkan deteksi pada tepi struktur secara vertical maupun lateral dengan demikian membantu dalam mengidentifikasi ketidakmenerusan struktur tersebut (Aqrawi and Boe, 2011), sehingga ketidakmenerusannya ditandai dengan warna putih dibandingkan sekelilingnya yang berwarna gelap. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa atribut amplitude contrast dapat mendeteksi keberadaan struktur yang berupa patahan ditunjukkan dengan panah berwarna merah, diambil dari Z=1780, menyesuaikan dengan target Formasi Talang Akar.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Gambar 6-18. Identifikasi patahan pada atrubut amplitude contrast.

Hasil atribut di atas menunjukkan bahwa pada Lapangan “V” memiliki intensitas patahan yang tinggi dengan arah orientasi Utara-Selatan.

Setelah dilakukan picking horizons dan picking faults, maka terakhir adalah membuat peta struktur waktu yang sudah terdapat patahan ditunjukkan pada Gambar 6-9.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Peta struktur waktu masih terdapat dalam domain waktu, oleh karena itu perlu diubah menjadi domain kedalaman untuk mengetahui pada kedalaman berapa target struktur Formasi Talang Akar (TAF) di Lapangan “V”. Dengan memanfaatkan ketersediaan data checkshot, maka dilakukan pembuatan persamaan konversi domain waktu ke domain kedalaman pada Ms. Excel, kurva konversi waktu ke kedalaman dapat dilihat pada Gambar 6-10.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Setelah mendapatkan persamaan konversi, maka dilakukan proses konversi, dan didapatkan output berupa peta struktur kedalaman seperti pada Gambar 6-11.

Gambar 6-20. Kurva konversi domain waktu ke domain kedalaman.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Peta struktur waktu dengan peta struktur kedalaman tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Dari kedua peta tersebut dapat disimpulkan bahwa di bagian barat dari Lapangan “V” merupakan struktur tinggian sedangkan di bagian timur mendekat ke arah Cekungan Sunda struktur semakin mendalam. Dengankata lain, peta struktur kedalaman yang dihasilkan sudah sesuai dengan keadaan geologi sesungguhnya.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Dokumen terkait