• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Dalam dokumen WILAYAH DAN TATA RUANG wilayah (Halaman 51-61)

Dalam upaya menindaklanjuti capaian sampai dengan bulan Juni 2010 untuk pengembangan kawasan strategis ekonomi, perlu dilakukan hal-hal berikut. Untuk KAPET: (a) percepatan pengesahan Raperpres tentang KAPET, (b) segera melakukan Raker Tahunan Badan Pengembangan KAPET pusat yang melibatkan seluruh gubernur dan jajarannya serta BP KAPET (13 KAPET) serta swasta untuk menentukan model revitalisasi pengelolaan KAPET, fungsi kelembagaan, sistem penganggaran, mekanisme hubungan kerja badan pengembangan di pusat dengan Badan Pengelola di daerah, (c) penyelesaian Raperpres RTR KAPET. Untuk KPBPB: (a) Raker Tahunan Dewan Nasional KPBPB untuk menyelesaikan sejumlah agenda yang belum tuntas seperti penyelesaian RPP tentang

11 - 52

pelimpahan kewenangan perizinan investasi KPBPB dan, (b) pembahasan sistem alokasi anggaran bagi KPBPB agar diupayakan melalui anggaran KL terkait sehingga tidak lagi melalui anggaran 999 pada Kementerian Keuangan. Untuk KEK: (a) percepatan penyelesaian RPP tentang Penyelenggaraan KEK, RPP penetapan Lokasi KEK, Raperpres tentang Dewan Nasional KEK yang di dalamnya juga mengatur hubungan KEK dengan KPBPB dan KAPET, Permenkeu tentang insentif fiskal perpajakan dan kepabeanan oleh Kementerian Keuangan bagi KEK, Permendag dan Permenperin tentang KEK, (b) sosialisasi kebijakan yang dapat memberikan kejelasan tentang alasan perbedaan perlakukan insentif antara KEK dan kawasan industri biasa untuk mengantisipasi agar tidak ada kesan diskriminasi insentif di KEK dengan insentif di kawasan industri dan juga agar tidak ada kesan diskriminasi penentuan lokasi KEK di provinsi, kabupaten, kota mengingat KEK dibatasi hanya untuk 5 lokasi selama 2010—2014; (c) penyusunan format strategi umum (grand strategy) yang menjelaskan bentuk keterkaitan KEK dengan KPBPB atau dengan KAPET atau kawasan strategis dan cepat tumbuh (KSCT) lainnya, (d) penyusunan pedoman pengusulan kegiatan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten untuk mendukung KAPET, KPBPB, atau KEK di tingkat daerahnya agar dapat disinergiskan dengan rencana kementerian terkait di pusat sebelum dilaksanakannya Musrenbangnas.

Tindak lanjut yang diperlukan ke depan dalam upaya pembangunan kawasan perbatasan antara lain (a) dalam tahap awal perlu diselesaikan secepatnya proses pengisian personel pada struktur yang telah ditetapkan dan dilakukan konsolidasi internal dalam rangka penyamaan persepsi peran BNPP sebagai lembaga yang bertugas untuk menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan perbatasan; dan melaksanakan evaluasi dan pengawasan. Dalam tahap awal perlu diselesaikan secapatnya proses pengisian personel pada struktur yang telah ditetapkan; (b) menyusun rencana induk dan rencana aksi pengelolaan kawasan perbatasan sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan upaya pengelolaan kawasan perbatasan secara nasional di bawah koordinasi BNPP serta

11 - 53 mengintegrasikannya dengan mekanisme perencanaan pembangunan nasional sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; (c) mengawal terlaksananya rencana aksi pembangunan kawasan perbatasan di daerah tertinggal melalui P2WP oleh KPDT sehingga dapat dijadikan acuan bagi KL terkait dalam melakukan perencanaan kegiatan setiap tahun; dan (d) mengoptimalkan forum kerja sama perbatasan antar negara termasuk forum Sosek Malindo untuk mengatasi permasalahan di kawasan perbatasan yang berkaitan dengan kepentingan dua negara.

Terkait dengan pemetaan batas wilayah, perlu dilakukan kajian dan penarikan garis batas laut berdasarkan pada aspek teknis, hokum, dan prinsip yang terkait dengan ketentuan teknis dalam delimitasi batas-batas maritim yang terdapat di dalam pedoman United Nations Division for Ocean Affairs and the Law of the Sea, (UN-DOALOS) tentang batas-batas maritim dan manual teknis (Technical Manual) International Hydrographic Organization (IHO) tentang Technical Assistance on the Law of the Sea (TALOS) terkait implementasi United Nations Convention on the Law of the Sea 10 Desember 1982 (UNCLOS-82), untuk menyiapkan peta-peta prognostik batas maritim. Lebih lanjut, perlu dilakukan kompilasi hasil kajian batas maritim, hasil perundingan dan kesepakatan untuk dituangkan kembali dalam pemuatkhiran peta NKRI. Dengan demikian, akan dicapai kesamaan persepsi dan interpretasi tentang batas-batas NKRI oleh semua institusi dan masyarakat.

Tindak lanjut yang diperlukan dalam upaya pembangunan daerah tertinggal, antara lain (a) meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan keterampilan pendidikan dan pengembangan kapasitas kepemimpinan dan kewirausahaan (entrepreneurship), serta pengembangan konten local dalam rangka meningkatkan pendapatan riil masyarakat; (b) meningkatkan kapasitas produksi melalui penciptaan kesempatan kerja pada sektor unggulan darah tertinggal berdasarkan potensi wilayah; (c) melakukan penguatan modal sosial yang bersumber pada kelembagaan ekonomi sosial yang digunakan untuk mengelola energi social agar terfokus pada kesiapan program pengentasan pengangguran, kemiskinan, kesenjangan; (d) mendorong keterkaitan

11 - 54

kawasan produksi pada daerah tertinggal yang terintegrasi melalui peningkatan infrastruktur sarana dan prasarana dasar daerah tertinggal;; (e) menciptakan iklim usaha yang sehat, berdaya saing, dan sekaligus meningkatkan sistem insentif dalam kebijakan investasi, baik yang bersumber dari investasi pemerintah ataupun investasi swasta melalui skema kerjasama pemerintah dan swasta (public-private partnership) serta skema tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility (CSR)); serta (f) meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat serta partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan terkait dimulai pada saat perancangan program, pengambilan keputusan, implementasi di lapangan, serta monitoring dan evaluasi.

Untuk pelaksanaan penanggulangan bencana, tindak lanjut yang diperlukan adalah (a) pengintegrasian kebijakan penanggulangan bencana nasional kedalam kebijakan penanggulangan bencana di daerah, penjabaran rencana penanggulangan bencana nasional dengan menyusun rencana penanggulangan bencana daerah, serta penyusunan rencana aksi daerah pengurangan resiko bencana sebagai masukan penyusunan rencana kerja pemerintah daerah serta penganggarannya, serta sebagai acuan pelaksanaan upaya pengurangan resiko bencana oleh berbagai pemangku kepentingan di daerah; (b) peningkatan kemampuan aparatur pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan penanganan korban bencana dan penanganan kedaruratan melalui pemberdayaan dan pelatihan secara berkala dalam rangka penguatan kapasitas kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana; serta (c) percepatan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah pascabencana, terutama wilayah pascabencana di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Sumatera Barat, serta wilayah pascabencana lainnya. Selain itu, perlu terus menerus dilakukan perawatan dan operasionalisasi GPS dan pasang surut laut secara berkelanjutan dalam rangka pembangunan dan operasionalisasi sistem peringatan dini tsunami

Berbagai program telah dilakukan, masih terdapat beberapa sasaran pembangunan perkotaan yang belum tercapai. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya lebih lanjut agar pembangunan dan

11 - 55 pengelolaan perkotaan dapat berjalan dengan lebih baik. Tindak lanjut yang perlu dilakukan dalam pembangunan perkotaan selanjutnya adalah (a) menyiapkan kebijakan dan regulasi pembangunan perkotaan yang dapat menjadi payung bagi penyelenggaraan pembangunan perkotaan oleh pemerintah pusat, sektor, maupun pemerintah daerah; (b) meningkatkan kelembagaan dan kerja sama antarkota, termasuk koordinasi pembangunan perkotaan di tingkat pusat, sektor, maupun daerah serta lembaga pengelola kawasan perkotaan/metropolitan; (c) meningkatan kapasitas pemerintah kota dalam melaksanakan perencanaan dan pengelolaan pembangunan perkotaan, termasuk penerapan prinsip tata kepemerintahan yang baik dan koordinasi pembangunan perkotaan di tingkat pusat, sektor, maupun daerah; (d) meningkatkan upaya pengarusutamaan antisipasi terhadap dampak perubahan iklim dengan mitigasi bencana dalam pembangunan perkotaan; (e) meningkatkan penyediaan pelayanan publik perkotaan dan pembiayaan penyediaan pelayanan publik di perkotaan; (f) meningkatkan kesejahteraan penduduk dan pertumbuhan ekonomi perkotaan; serta (g) melaksanakan peningkatan implementasi rencana tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di perkotaan, termasuk dalam penerbitan pemanfaatan ruang (IMB).

Untuk pembangunan perdesaan, tindak lanjut yang diperlukan adalah (a) meningkatkan kapasitas pemerintah desa dalam (1) melaksanakan perencanaan dan pengelolaan penganggaran dalam pembangunan perdesaan (2) memperkuat koordinasi, dan sinergi dengan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan lembaga non-pemerintah, (3) menyempurnakan mekanisme pengawasan, pemantauan dan evaluasi dalam rangka penerapan prinsip tata kepemerintahan yang baik, dan (4) menyusun peraturan perundangan baik di pusat maupun daerah yang dapat mendukung pembangunan perdesaan; (b) menyelenggarakan pemerintahan desa dan pemerintahan kelurahan yang demokratis dengan melakukan pengembangan kapasitas pemerintahan desa/kelurahan, pengelolaan keuangan desa, serta sistem administrasi dan kelembagaan desa melalui bimbingan teknis bagi aparat desa; (c) meningkatkan peran lembaga kemasyarakatan serta mengembangkan partisipasi dan keswadayaan masyarakat dalam pembangunan

11 - 56

kawasan perdesaan yang berorientasi pada manajemen pembangunan partisipatif, penyediaan basis data penyusunan rencana pembangunan di desa/kelurahan, serta pengembangan kebijakan daerah; (d) meningkatkan kehidupan sosial budaya masyarakat sesuai tradisi dan adat istiadat dalam mewujudkan keharmonisan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui pemberdayaan adat dan peningkatan peran Posyandu; (e) mengembangkan usaha ekonomi masyarakat dan keluarga, meningkatkan ketahanan pangan, memantapkan manajemen lembaga keuangan mikro perdesaan dan usaha-usaha desa, pengembangan pasar desa, serta pemberdayaan kesejahteraan keluarga; (f) meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat desa (termasuk melakukan antisipasi terhadap dampak perubahan iklim dengan mitigasi bencana dalam pembangunan perdesaan), serta penyediaan pelayanan publik perdesaan, termasuk fasilitas kebutuhan dasar, seperti air bersih dan pembiayaan penyediaan pelayanan publik di perdesaan; (g) melakukan upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, keamanan pangan segar, dan penanganan rawan pangan, serta (h) meningkatkan pemasyarakatan dan pendayagunaan teknologi tepat guna dalam pengelolaan potensi sumber daya alam yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan keterkaitan kota-desa dan mengurangi kesenjangan antarwilayah, pengembangan kawasan-kawasan yang terkait dengan pengembangan ekonomi lokal dan daerah, seperti kawasan agropolitan, kawasan minapolitan, dan KTM, perlu dioptimalkan. Upaya-upaya yang diperlukan adalah peningkatan koordinasi antarsektor, antardaerah, serta antara pusat dan daerah. Hal ini dapat dilakukan melalui pembentukan Tim Koordinasi Strategis Pengembangan Ekonomi Daerah (TKPED) dan fasilitasi kepada pemerintah daerah melalui pembentukan Fasilitasi Pendukung Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (FPPELD).

Selain itu, tindak lanjut yang perlu dilakukan dalam pengembangan ekonomi lokal dan daerah adalah (a) meningkatkan tata kelola ekonomi daerah yang dapat dilakukan dengan menyusun kebijakan atau regulasi yang mendukung pengembangan ekonomi lokal dan daerah; menyusun rencana tata ruang dan rencana umum

11 - 57 (masterplan) kegiatan kawasan yang berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah yang baru; meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan usaha ekonomi daerah, terutama di bidang permodalan dan perizinan usaha; membangun sistem pemetaan potensi ekonomi daerah secara rasional untuk mengefektifkan pelaksanaan investasi di daerah; mengembangkan penelitian dan sistem data dan informasi potensi daerah dan kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah; mengembangkan sarana dan prasarana kelembagaan ekonomi lokal dan daerah; dan melaksanakan pemantauan dan evaluasi tata kelola ekonomi daerah, termasuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi efisiensi dan efektivitas regulasi yang mendukung pengembangan ekonomi daerah; (b) meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pengelola ekonomi daerah dilakukan dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia aparatur, terutama di bidang kewirausahaan; meningkatkan kompetensi sumber daya manusia pemangku kepentingan lokal/daerah dalam mengembangkan usaha ekonomi daerah; serta meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan lokal/daerah dalam upaya pengembangan ekonomi daerah; (c) meningkatkan fasilitasi/pendampingan dalam pengembangan ekonomi lokal dan daerah yang dilakukan dengan mengembangkan lembaga fasilitasi pengembangan ekonomi lokal dan daerah yang terintegrasi lintas pemangku kepentingan (pemerintah, dunia usaha, dan akademisi) serta berkelanjutan, baik di pusat maupun di daerah serta meningkatkan kapasitas fasilitasi pengembangan ekonomi lokal dan daerah berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keterampilan; (d) meningkatkan kerjasama dalam pengembangan ekonomi lokal dan daerah dilakukan dengan meningkatkan kerjasama antardaerah, terutama di bidang ekonomi baik antara daerah yang memiliki pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah dengan daerah belakangnya, maupun antara daerah tersebut dengan daerah lainnya melalui penguatan peran dan fungsi Badan Kerjasama seperti semacam badan pengelola (executing agency) Kerjasama Antar Daerah termasuk kewenangan untuk mengelola dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan meningkatkan kemitraan Pemerintah-Swasta dalam pengembangan ekonomi lokal dan daerah; (e) meningkatkan akses terhadap sarana dan prasarana

11 - 58

fisik pendukung kegiatan ekonomi lokal dan daerah dilakukan dengan mengembangkan prasarana dan sarana kawasan yang berpotensi menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah; serta membangun dan meningkatkan jaringan infrastruktur perhubungan, telekomunikasi, energi, serta air minum yang bertujuan untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah.

Dalam penyelenggaraan penataan ruang, tindak lanjut yang diperlukan sampai dengan akhir tahun 2010 untuk peraturan perundang-undangan yang diamanatkan dan terkait dengan UU No. 26 Tahun 2007 dan disesuaikan dengan target Inpres No. 1 Tahun 2010 adalah (a) ditetapkannya PP revisi PP 69 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang dan PP 10 Tahun 2010 tentang Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang; (b) disepakatinya RPP amanat UU No. 26 Tahun 2007 lainnya, yaitu (1) RPP tentang Penataan Ruang Kawasan Pertahanan; (2) RPP tentang Penatagunaan Tanah, Penatagunaan Air, Penatagunaan Udara dan Penatagunaan Sumberdaya Alam lainnya; (c) ditetapkannya empat Perpres RTR Pulau, Pulau Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, dan Sulawesi, serta lima Perpres RTR KSN untuk Kawasan Metropolitan Mebidangro, Mamminasata, Sarbagita, Kawasan BBK, dan Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan; (e) ditetapkannya lima Rancangan Perpres RTR KSN untuk (1) Kawasan Metropolitan Mebidangro; (2) Kawasan Metropolitan Mamminasata; (3) Kawasan Metropolitan Sarbagita; (4) Kawasan BBK dan (5) Kasaba. RTR Kawasan Metropolitan Mebidangro dan RTR Kawasan BBK sedang dalam tahap persetujuan Eselon I BKPRN.

Terkait dengan data dan informasi untuk peningkatan rencana tata ruang wilayah, diperlukan dukungan untuk penyediaan data spasial secara nasional dengan skala 1:50.000, 1:25.000, dan 1:5.000 yang dibutuhkan untuk penyusunan RTRWP, RTRWK dan rencana detail serta sebagai instrumen untuk perizinan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Untuk wilayah Papua, sebagian besar belum terpetakan karena letak geografis Papua yang tertutup awan secara terus menerus sepanjang tahun sehingga perlu terobosan di dalam pengadaan data dasar dari optis (foto udara) ke nonoptis (IFSAR).

11 - 59 Untuk menurunkan potensi konflik dan memperkuat kelembagaan, perlu dilakukan percepatan penyusunan RTRWP, RTRWK, dan rencana detail. Sejalan dengan itu, diperlukan pula peningkatan kapasitas sumberdaya manusia bidang penataan ruang melalui bimbingan dan bantuan teknis penataan ruang dan pelatihan untuk memenuhi kuota PPNS yang diperlukan. Untuk menurunkan konflik pemanfaatan ruang, diperlukan audit pemanfaatan ruang provinsi (stock taking).

Pada tahun 2011, sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah, akan dilakukan pemetaan pertanahan seluas 2.800.000 hektare, yang terdiri atas (a) peta dasar; (b) peta tematik; (c) peta nilai tanah; (d) Kerangka Dasar Kadastral Nasional (KDKN) atau Jaringan Referensi Satelit Pertanahan (JRSP). Di samping itu, juga akan dilaksanakan kegiatan legalisasi aset tanah sebanyak 855.732 bidang melalui Prona, sertifikasi tanah untuk nelayan, transmigran, UMKM, petani, nelayan, masyarakat berpenghasilan rendah, serta redistribusi tanah dan KT. Target 2011 untuk kegiatan Pengaturan dan Penataan Pertanahan adalah: (a) redistribusi tanah sebanyak 181.825 bidang; (b) KT sebanyak 10.000 bidang; (c) P4T sebanyak 335.665 bidang; (d) neraca penggunaan tanah pada 100 kabupaten/kota. Inventarisasi wilayah pesisir perbatasan dan pulau– pulau kecil terluar (WP3WT) sebanyak 187 satuan pekerjaan (SP) yang terdiri dari: (a) inventarisasi wilayah pesisir sebanyak 157 SP; (b) inventarisasi perbatasan sebanyak 20 SP; dan (c) inventarisasi pulau–pulau kecil sebanyak 10 SP. Untuk mendukung pengendalian atau penertiban tanah terlantar, pada tahun 2011 direncanakan: (a) inventarisasi tanah terindikasi terlantar sebanyak 115 SP dan (b) inventarisasi tanah bekas hak/kawasan/kritis sebanyak 92 SP. Sebagai tindak lanjut dari PP No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, pada tahun 2011 ditargetkan untuk melakukan penertiban tanah terlantar sebanyak 3,5 juta hektare di seluruh Indonesia. Pada tahun 2011 akan dilaksanakan pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan sebanyak 2.971 kasus.

Dalam upaya pembangunan data dan informasi spasial, tindak lanjut yang diperlukan antara lain memprioritaskan kegiatan survei

11 - 60

dan pemetaan nasional, baik di darat maupun di laut pada wilayah nasional berikut (a) wilayah nasional dengan nilai strategis keamanan dan pertahanan tinggi; (b) wilayah nasional yang terkena bencana nasional yang mengakibatkan perubahan rona muka bumi yang sangat besar; (c) wilayah nasional yang belum tercakup kegiatan survei dan pemetaan; (d) wilayah dengan potensi kegiatan ekonomi tinggi; (e) wilayah dengan kegiatan ekonomi tinggi dengan data dan informasi tersedia dengan kualitas rendah terutama sebagai akibat jangka waktu valid data dan informasi telah terlampaui (20 tahun untuk data dasar dan 5 tahun untuk data tematik). Selain itu, perlu dilakukan validasi geometrik dan tanpa sambungan (geometric and seamless) pada data digital yang ada, serta melakukan produksi peta garis dalam format digital dengan mengolah data mentah yang ada.

Dalam penguatan kapasitas pemerintahan daerah, terkait dengan program penataan peraturan perundang-undangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah, diperlukan beberapa tindak lanjut di antaranya (a) mempercepat finalisasi revisi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; (b) menginventarisasi peraturan sektoral yang belum sejalan dengan regulasi tentang desentralisasi di daerah; (c) memperkuat kerangka regulasi bagi penataan daerah ke depan, khususnya pengaturan terkait otonomi khusus dan keistimewaan DIY. Dalam program peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah, tindaklanjut yang diperlukan, di antaranya (a) mengevaluasi implementasi PP No. 41 Tahun 2007 di daerah yang masih berlaku sampai saat ini; (b) menyusun PP pengganti untuk PP No. 41 Tahun 2007 untuk membentuk organisasi perangkat daerah yang efektif dan efisien dalam melaksanakan pelayanan publik berdasarkan SPM; (c) mempercepat realisasi penetapan SPM oleh KL terkait dan fasilitasi serta pantau tahapan implementasi awalnya di daerah; (d) meningkatkan kapasitas kepala daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan pemerintah daerah melalui orientasi kepemimpinan, legislasi, penganggaran, pengawasan, serta diklat Regulatory Impact Assesment (RIA).

Terkait untuk upaya peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah daerah, diperlukan beberapa tindak lanjut di antaranya (a) mengintegrasikan seluruh diklat PNS daerah untuk menunjang

11 - 61 penyelenggaraan pemerintahan, politik, dan penerapan SPM melalui penyusunan, sosialisasi, dan pelaksanaan strategi besar (grand strategy) penyelenggaraan diklat; (b) meningkatkan kapasitas anggota legislatif daerah dan aparat pemda melalui penyelenggaraan diklat dan orientasi terkait dengan penyelenggaran pemerintahan, politik, dan SPM. Dalam rangka fasilitasi peningkatan kerjasama antar pemerintah daerah, beberapa tindak lanjut yang diperlukan antara lain, adalah: (a) memfasilitasi kerja sama daerah yang diusulkan agar jumlah daerah yang berminat melaksanakan kerja sama meningkat; (b) meningkatkan kualitas proses pemutakhiran dan pemantauan jumlah daerah yang sudah melakukan kerjasama daerah dan diseminasi model (best practice) kerja sama daerah; (c) percepatan finalisasi regulasi mengenai pelaynan administrasi terpadu kecamatan.

Terkait dengan upaya pemerintah untuk program penataan daerah, berupa penataan DOB, otonomi khusus, dan penghentian/pembatasan pemekaran wilayah, tindak lanjut ke depan yang diharapkan, adalah (a) finalisasi RUU tentang keistimewaan DIY; (b) penyelesaian semua peraturan pelaksana yang mengatur otsus; serta (c) mereview hasil evaluasi semua DOB yang usianya kurang dari tiga tahun dan evaluasi usulan DOB yang pernah masuk apakah sesuai dengan substansi PP No. 78 Tahun 2007. Untuk upaya dalam program peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah, tindak lanjut yang diperlukan antara lain: (a) peningkatan efektifitas pemanfaatan dan optimalisasi penyerapan DAK sesuai petunjuk pelaksanaan; (b) penyelesaian Permendagri dan SE Mendagri di bidang fasilitasi dana perimbangan; (c) menyelenggarakan pembinaan administrasi anggaran daerah guna peningkatan kualitas belanja daerah dalam APBD dan penetapan APBD secara tepat waktu; (d) membina dan memantau perkembangan daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dari pajak/retribusi daerah, investasi, serta pengelolaan aset daerah; (e) melakukan pembinaan dan fasilitasi pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah dalam rangka meningkatkan jumlah laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang berstatus wajar tanpa pengecualian serta penyampaian Raperda pertanggungjawaban APBD tepat waktu.

Dalam dokumen WILAYAH DAN TATA RUANG wilayah (Halaman 51-61)

Dokumen terkait