• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

C. Tindak Pidana Penipuan

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana.

Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.26

Moeljatno menyebutkan bahwa tindak pidana adalah:

Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh satu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja diingat bahwa larang ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. 27

Perbuatan penipuan itu selalu ada bahkan cenderung meningkat dan berkembang di dalam masyarakat seiring kemajuan zaman. Padahal perbuatan penipuan tersebut dipandang dari sudut manapun sangat tercela, karena dapat menimbulkan rasa saling tidak percaya dan akibatnya merusak tata kehidupan masyarakat.

Pengertian tindak pidana penipuan dengan melihat dari segi hukum sampai sekarang belum ada, kecuali apa yang dirumuskan dalam KUHP. Rumusan penipuan dalam KUHP bukanlah suatu definisi melainkan hanyalah untuk

26

Ibid., halaman 182.

27

menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana.

R. Soesilo menyebutkan bahwa penipuan itu pekerjaannya adalah:

1. Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang.

2. Maksud pembujukan itu adalah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak.

3. Membujuknya itu dengan memakai: a. Nama palsu atau keadaan palsu. b. Akal cerdik (tipu muslihat). c. Karangan perkataan bohong.28

Penipuan sesuai pendapat tersebut di atas tampak jelas bahwa yang dimaksud dengan penipuan adalah tipu muslihat atau serangkaian perkataan bohong sehingga seseorang merasa terpedaya karena omongan yang seakan-akan benar. Biasanya seseorang yang melakukan penipuan adalah menerangkan sesuatu yang seolah-olah betul atau terjadi, tetapi sesungguhnya perkataannya itu adalah tidak sesuai dengan kenyataannya, karena tujuannya hanya untuk meyakinkan orang yang menjadi sasaran agar diakui keinginannya, sedangkan menggunakan nama palsu supaya yang bersangkutan tidak diketahui identitasnya, begitu pula dengan menggunakan kedudukan palsu agar orang yakin akan perkataannya.

Penipuan sendiri di kalangan masyarakat merupakan perbuatan yang sangat tercela namun jarang dari pelaku tindak kejahatan tersebut tidak dilaporkan kepihak kepolisian. Penipuan yang bersifat kecil-kecilan dimana korban tidak melaporkannya membuat pelaku penipuan terus mengembangkan aksinya yang

28

R. Soesilo. 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya

pada akhirnya pelaku penipuan tersebut menjadi pelaku penipuan yang berskala besar.

Penipuan berasal dari kata “tipu” yang dalam kamus Bahasa Indonesia (berarti kecoh, daya cara, perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari keuntungan. Tindakan penipuan merupakan suatu tindakan yang merugikan orang lain sehingga termasuk ke dalam tindakan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Pengertian penipuan di atas memberikan gambaran bahwa tindakan penipuan memiliki beberapa bentuk, baik berupa perkataan bohong atau berupa perbuatan yang dengan maksud untuk mencari keuntungan sendiri dari orang lain. Keuntungan yang dimaksud baik berupa keuntungan materil maupun keuntungan yang sifatnya abstrak, misalnya menjatuhkan seseorang dari jabatannya.

Kejahatan penipuan (bedrog) dimuat dalam Bab XXV Buku II KUHP, dari Pasal 378 sampai dengan Pasal 394. Title asli bab ini adalah bedrog yang oleh banyak ahli diterjemahkan sebagai penipuan, atau ada juga yang menerjemakan sebagai perbuatan curang. Perkataan penipuan itu sendiri mempunyai dua pengertian, yakni:

1. Penipuan dalam arti luas, yaitu semua kejahatan yang dirumuskan dalam BAB XXV KUHP.

2. Penipuan dalam arti sempit, ialah bentuk penipuan yang dirumuskan dalam Pasal 378 KUHP (bentuk pokoknya) dan pasal 379 KUHP (bentuk khususnya).

Seluruh ketentuan tindak pidana dalam BAB XXV ini disebut dengan penipuan, oleh karena dalam semua tindak pidana tersebut terdapat

perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu atau membohongi orang lain. Pasal 378 KUHP diatur sebagai berikut: “Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat maupun dengan karangan-karangan perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”

Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana atau kejahatan terhadap harta benda. Dalam arti yang luas tindak pidana ini sering disebut bedrog. Di dalam KUHP, bedrog diatur dalam bab XXV Pasal 378 sampai dengan Pasal 395. Dalam rentang pasal-pasal tersebut, bedrog kemudian berubah menjadi bentuk-bentuk penipuan yang lebih khusus.

Rumusan penipuan terdiri dari unsur-unsur: 1. Unsur-unsur objektif:

a. Perbuatan: menggerakan. b. Yang digerakan: orang. c. Perbuatan itu ditujukan pada:

1) Orang lain menyerahkan benda. 2) Orang lain memberi hutang. 3) Orang lain menghapuskan piutang.

d. Cara melakukan perbuatan menggerakan dengan: 1) Memakai nama palsu.

2) Memakai tipu muslihat. 3) Memakai martabat palsu.

4) Memakai rangkaian kebohongan. 2. Unsur-unsur objektif:

a. Maksud untuk menguntungkan diri sendiri. b. Maksud untuk menguntungkan orang lain. c. Dengan melawan hukum.29

29

Adami Chazawi. 2004. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang: Bayu Media, halaman 116.

Menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang berarti disini ada kesengajaan sebagai maksud (oogmerk). Perbuatan itu dilakukan secara melawan hukum, artinya antara lain pelaku tidak mempunyai hak untuk menikmati keuntungan itu (Hoge Raad tahun 1911). Memakai nama palsu, misalnya mengaku suatu nama yang dikenal baik oleh orang yang ditipu atau memakai nama seseorang yang terkenal. Martabat palsu, misalnya mengaku sebagai seseorang yang memiliki martabat seperti kyai, camat, kepala desa dan lain-lain. Dengan tipu muslihat, misalnya mengaku akan membelikan barang yang sangat murah kepada orang yang ditipu. Rangkaian kebohongan artinya banyak, pokoknya kebohongan itu sebagai upaya penipuan.

Menggerakan lain artinya dengan cara-cara tersebut dia menghendaki orang yang ditipu tergerak untuk menyerahkan suatu barang kepadanya. Untuk memberi utang ataupun menghapus piutang itu adalah bagian dari inti tindak pidana yang bermakna pada tindak pidana penipuan, objeknya bisa berupa hak (membuat utang atau menghapus piutang).

Pasal 378 KUHP penipuan adalah barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, baik menggunakan nama palsu atau keadaan palsu, maupun dengan tipu daya, ataupun dengan rangkaian perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya menyerahkan barang atau supaya membuat utang atau menghapus piutang.

Berdasarkan rumusan tersebut di atas, maka tindak pdana penipuan memiliki unsur pokok, yakni:

1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Secara sederhana penjelasan dari unsur ini yaitu tujuan terdekat dari pelaku artinya pelaku hendak mendapatkan keuntungan. Keuntungan itu adalah tujuan utama pelaku dengan jalan melawan hukum, jika pelaku masih membutuhkan tindakan lain, maka maksud belum dapat terpenuhi. Dengan demikian maksud ditujukan untuk menguntungkan dan melawan hukum, sehingga pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya itu harus bersifat melawan hukum.

2. Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan (nama palsu, martabat palsu/ keadaan palsu, tipu muslihat dan rangkaian kebohongan). Maksudnya adalah sifat penipuan sebagai tindak pidana ditentukan oleh cara-cara dengan mana pelaku menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang. Alat-alat penggerak yang dipergunakan untuk menggerakkan orang lain adalah sebagai berikut:

a. Nama palsu, dalam hal ini adalah nama yang berlainan dengan nama yang sebenarnya meskipun perbedaan itu nempaknya kecil. Lain halnya jika si penipu menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya dengan sendiri, maka dapat dipersalahkan melakukan tipu muslihat atau susunan belit dusta.

b. Tipu muslihat. Dimaksud dengan tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga perbuatan-perbuatan itu menimbulkan kepercayaan atau keyakinan atas kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Jika tipu muslihat ini bukanlah ucapan melainkan perbuatan atau tindakan.

c. Martabat/keadaan palsu, pemakaian martabat atau keadaan palsu adalah bilamana seseorang memberikan pernyataan bahwa ia berada dalam suatau keadaan tertentu, yang mana keadaan itu memberikan hak-hak kepada orang yang ada dalam keadaan itu. Rangkaian kebohongan, beberapa kata bohong saja dianggap tidak cukup sebagai alat penggerak. Rangkaian kebohongan Itu harus diucapkan secara tersusun, sehingga merupakan suatu cerita yang dapat diterima secara logis dan benar. Dengan demikian kata yang satu memperkuat/membenarkan kata orang lain.

d. Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang, atau memberi utang, atau menghapus utang. Perbuatan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang diisyaratkan adanya hubungan kausal antara alat penggerak dan penyerahan barang.

Berdasarkan rumusan di atas, maka unsur-unsur tindak pidana penipuan adalah:

1. Ada seseorang yang dibujuk atau digerakkan untuk menyerahkan suatu barang atau membuat hutang atau menghapus piutang. Barang itu diserahkan oleh yang punya dengan jalan tipu muslihat. Barang yang diserahkan itu tidak selamanya harus kepunyaan sendiri, tetapi juga kepunyaan orang lain.

2. Penipu itu bermaksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain tanpa hak. Dari maksud itu ternyata bahwa tujuannya adalah untuk merugikan orang yang menyerahkan barang itu.

3. Korban penipuan itu harus digerakkan untuk menyerahkan barang itu dengan jalan:

a. Penyerahan barang itu harus akibat dari tindakan tipu daya.

b. Sipenipu harus memperdaya sikorban dengan satu akal yang diatur dalam Pasal 378 KUHP.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka seseorang baru dapat dikatakan telah melakukan tindak penipuan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 378 KUHP, apabila unsur-unsur yang disebut didalam Pasal 378 KUHP terpenuhi, maka pelaku tindak pidana penipuan tersebut dapat dijatuhi pidana sesuai perbuatannya.

Dokumen terkait