• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

D. Tindak Pidana Penyedia Sarana Praktik Prostitusi

Tindak pidana yang dimaksudkan di atas dirumuskan dalam Pasal

296 KUHPidana yang selengkapnya adalah sebagai berikut:28

“Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.”

Apabila rumusan di atas dirinci, terdapat unsur-unsur sebagai berikut:29

Unsur-unsur Objektif:

a) Perbuatannya: Menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul;

28

Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Op.Cit., hal 113

29

Dengan istilah menyebabkan atau memudahkan dimaksudkan adalah memberi kemudahan-kemudahan yang bisa saja berupa fasilitas atau sarana-sarana yang dapat terjadinya suatu kegiatan atau peristiwa tersebut, dan bisa juga menjadi

penghubung atau perantara terjadinya suatu peristiwa.30 W. J. S.

Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menulis

tentang kata “Pencabulan” bahwa:31

“Cabul; keji dan kotor (seperti melanggar kesopanan, dsb); percabulan yang buruk melanggar kesusilaan; berbuat tak senonoh (melanggar kesusilaan); gambar (bacaan) melanggar kesusilaan; perempuan cabul: perempuan lacur, Percabulan: perkara cabul (pelanggaran kesopanan).”

Sedangkan perbuatan cabul menurut R. Soesilo menyatakan bahwa istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. Misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada

dan sebagainya.32 Sianturi juga memberikan pengertian perbuatan

cabul sebagai perbuatan mencari kenikmatan dengan

menggunakaan atau melalui alat kelamin oleh dua orang atau lebih.33

30

Grace Patricia Watak, Op.Cit.

31

W. J. S. Poerwadarminta, 1987, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Hal. 176

32

Diana Kusumasari, 2011, Jerat Hukum dan Pembuktian Pelecehan Seksual,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3746/jerat-hukum-dan-pembuktian-pelecehan-seksual, diakses pada tanggal 28 Januari 2014.

33

Sianturi, 1983, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraian-uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, Hal 235

Sedangkan menurut Moh. Anwar bahwa pengertian cabul adalah semua perbuatan yang melanggar kesopanan atau kesusilaan, tetapi juga setiap perbuatan terhadap badan atau dengan badan sendiri maupun badan orang lain yang melanggar

kesopanan.34 S. R. Sianturi juga menjelaskan dalam pengertian

memudahkan ini termasuk juga menyediakan tempat untuk randevouz (jumpa). Misalnya : hotel, motel dan lain sebagainya yang pemilik/pengusaha hotel tersebut mengetahui percabulan

yang terjadi di hotel tersebut. 35

b) Objek: orang lain dengan orang lain

Dengan istilah orang lain dimaksudkan adalah suatu pribadi kodrati yang terlihat dalam suatu interaksi sosial yang ada dalam suatu

kelompok masyarakat.36

c) Yang dijadikannya:

 Sebagai pencaharian: yaitu kata “pekerjaannya” juga pada

teks lain dipakai “pencahariannya” dimaksudkan bahwa yang

bersangkutan menerima bayaran.37

 Sebagai kebiasaan: yaitu dalam pengertian kebiasaan

termasuk bahwa orang tersebut melakukannya lebih dari

satu kali atau berulang-ulang.38

34

Moh. Anwar, 1983, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Alumni, Bandung, Hal.231

35

S. R. Sianturi, Tanpa Tahun, Tindak Pidana DI KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHM PTHM, Jakarta, Hal. 235 – 236

36

Grace Patricia Watak, Op Cit.

37

Leden Marpaung, 2004, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta, hal 72

38

Unsur Subjektif:

d) Dengan sengaja

Menurut R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kata sengaja dalam ilmu hukum pidana mempunyai arti kata yang sedikit lebih luas daripada arti kata tersebut dalam pemakaian kata sehari-hari. Apabila orang dengan perbuatannya telah menerbitkan suatu akibat tertentu dan akibat ini memanglah dikehendakinya, memanglah menjadi tujuannya maka sesuai dengan arti kata sengaja dalam penggunaan bahasa sehari–hari haruslah dianggap dengan sengaja menerbitkan akibat itu. Kesengajaan seperti ini oleh ilmu hukum dinamakan sengaja sebagai tujuan ialah sebagai Oogmer.

Apabila orang denga perbuatannya telah menimbulkan suatu akibat tertentu dan akibat ini sekalipun tidak dikehendakinya, namun sewaktu melakukan perbuatan itu sadar dan mengertilah ia bahwa perbuatannya itu pasti akan menimbulkan akibat yang tidak dikehendakinya tadi, maka sesuailah pula dengan arti kata sengaja dalam penggunaan sehari-hari, harus ia dianggap dengan sengaja menimbulkan akibat itu.

Kesengajaan yang demikian oleh hukum dinamakan sengaja

atas kesadaran tentang kepastian atau opzet bij

zekerheidsbewunzijn. Apabila orang dengan perbuatannya telah menimbulkan suatu akibat tertentu yang tidak dikehendaki pun tidak menjadi tujuannya sedangkan kesadaran atau pengertian

bahwa perbuatan itu pasti akan menimbulkan akibat tadi tidak pula ada padanya sewaktu melakukan perbuatan itu namun sewaktu itu ia sadar atau mengerti bahwa mungkinlah perbuatan itu akan menimbulkannya maka dalam hal demikian iapun dapat dianggap dengan sengaja menimbulkan akibat itu apabila suatu syarat dipenuhinya yaitu bahwa ia telah begitu bertekad untuk mencapai tujuannya, sehingga andaikata olehnya bahwa akibat itu akan ditimbulkan oleh perbuatannya ia dengan berfikir apa boleh buat toh akan melakukan perbuatannya, ini kiranya tidaklah sesuai dengan arti kata sehari-hari pada kata sengaja sesuai dengan tersebut. Kesengajaaan yang demikian dalam ilmu hukum dinamakan sengaja bersyarat atau Voor wardelijk atau Dolus

Eventualis. 39

Istilah dengan sengaja yang dimaksudkan adalah apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang mempunyai tujuan tertentu untuk menimbulkan suatu akibat tertentu, dan bisa juga seseorang melakukan suatu perbuatan dengan sadar dan

perbuatan itu memang merupakan tujuan dari seorang tersebut.40

Penyedia Sarana berasal dari dua kata yaitu Penyedia dan Sarana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penyedia adalah adalah orang

atau badan dan sebagainya yang menyediakan.41 Sedangkan Sarana

39

R. Subekti dan R. Tjitrosoedibjo, Tanpa Tahun, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, Hal. 102

40

Grace Patricia Watak, Op. Cit.

41

Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kamusbahasaindonesia.org/penyedia, diakses tanggal 12 November 2013

adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai

maksud dan tujuan atau alat atau media.42 Jadi, dapat disimpulkan bahwa

definisi penyedia sarana adalah orang atau badan yang menyediakan segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencapai sebuah maksud atau tujuan berupa alat atau media.

Sedangkan Pelacuran berasal dari bahasa Latin stituere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan. Sedang prostitute adalah pelacur atau sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau wanita tunasusila.43

W.A.Bonger dalam tulisannya Maatschappelijke Oorzaken der Prostitutie menulis bahwa Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata

pencaharian.44 Sedangkan menurut de Bruine van Amstel menyatakan

bahwa Prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak

laki-laki dengan pembayaran 45

Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro, Persundalan, tindak pidana

mengenai ini termuat dalam Pasal 296 KUHP yang mengancam dengan hukuman penjara maksimum satu tahun empat bulan atau dengan seribu rupiah barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain

42

Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kamusbahasaindonesia.org/sarana, diakses pada tanggal 12 November 2013

43

Kartini Kartono, Op. Cit., Hal 207

44

Ibid

45

dengan orang ketiga (koppelarij, prostitusi). Seseorang kappelaar atau penggandeng ini juga dinamakan ”germo” sedangkan rumah persundalan yang khusus disediakan untuk prostitusi ini juga dinamakan “bordil”,

berasal dari kata bordeel dalam bahasa Belanda.46

Prostitusi juga dapat dianggap sebagai tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma-norma kesusilaan, kesopanan, adat serta agama yaitu berupa pelampiasan nafsu yang tidak terbatas yang dapat berakibat mendatangkan penyakit baik bagi pelacur ataupun orang lain. Hubungan seks ini dianggap sebagai penjualan jasa pemuasan nafsu birahi para konsumen dengan imbalan atau bayaran dengan uang atau sesuai kesepakatan yang diterima oleh PSK..

Selanjutnya menurut Kartini Kartono mengemukakan definisi

pelacuran sebagai berikut.47

a) Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang (promiskuitas), disertai eksploitasi dan komersialisasi seks yang impersonal tanpa afeksi sifatnya. b) Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan)

dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan

kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran.

46

Wirjono Prodjodikoro, 1986, Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, PT. Presco, Bandung, Hal. 122 – 123.

47

c) Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul secara seksual demi mendapatkan upah.

Dari definisi-definisi di atas mengemukakan adanya unsur-unsur ekonomi atau keuntungan materiil dan penyerahan diri wanita yang dilakukan terhadap banyak lelaki dan dengan terus menerus ataupun berulang-ulang.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan, Penulis dapat menyimpulkan bahwa prostitusi adalah segala bentuk atau jenis penyerahan tubuh oleh seseorang kepada orang lain dengan melakukan hubungan seksual dan tidak sesuai dengan norma-norma kesusilaan, kesopanan, adat dan agama demi menjanjikan keuntungan diantara para pelakunya serta dilakukan di luar ikatan pernikahan.

Menurut Kartini Kartono, yang dimasukkan dalam kategori

pelacuran antara lain ialah:48

a) Pergundikan

Yaitu pemeliharaan bini tidak resmi, bini gelap, atau perempuan piaraan. Mereka hidup sebagai suami istri, namun tanpa ikatan perkawinan. Gundik-gundik orang asing ini pada zaman pemerintahan Belanda dahulu disebut nyai.

b) Tante girang atau loose married woman:

yaitu wanita yang sudah kawin, namun tetap melakukan hubungan erotik dan seks dengan laki-laki lain baik secara iseng untuk mengisi waktu kosong, bersenang-senang just for fun dan

48

mendapatkan pengalaman-pengalaman seks, maupun intensional untuk mendapatkan pengakuan.

c) Gadis-gadis panggilan

ialah gadis-gadis dan wanita-wanita biasa yang menyediakan diri untuk dipanggil dan dipekerjakan sebagai prostitute, melalui saluran-saluran tertentu dan terdiri atas ibu-ibu rumah tangga, pelayan-pelayan toko, pegawai-pegawai, buruh-buruh perusahaan, gadis-gadis lanjutan, para mahasiswi, dan lain-lain.

d) Gadis-gadis bar atau B-girls

yaitu gadis-gadis yang bekerja sebagai pelayan-pelayan bar sekaligus bersedia memberikan pelayanan seks kepada para pengunjung.

e) Gadis-gadis Juvenile Delinguent

yaitu gadis-gadis muda dan jahat, yang didorong oleh

ketidakmatangan emosinya dan retardasi/keterbelakangan

inteleknya, menjadi sangat pasif dan sugistabel sekali. f) Gadis-gadis binal atau free girls

mereka itu adalah gadis-gadis sekolah atau putus sekolah, putus studi di akademi atau fakultas dengan pendiriann yang “brengsek” dan menyebarluaskan kebebasan seks secara ekstrem, untuk klmendapatkan kepuasan seksual. Mereka menganjurkan seks bebas dan cinta bebas.

g) Gadis-gadis taxi

yaitu wanita-wanita dan gadis-gadis panggilan yang ditawarkan dibawa ke tempat “plesiran” dengan taksi-taksi atau becak.

h) Penggali emas atau gold-diggers

gadis-gadis dan wanita-wanita cantik yang pandai merayu dan bermain cinta, untuk mengeduk kekayaan orang berduit.

i) Hostes atau pramuria

Ialah yang menyemarakkan kehidupan malam dalam nightclub-nightclub. Pada intinya, profesi hostes merupakan bentuk pelacuran halus.

j) Promiskuitas/promiscuity

ialah hubungan seks secara bebas dan awut-awutan dengan pria manapun juga, dilakukan dengan banyak laki-laki.

Selain itu, juga terdapat Jenis prostitusi dapat dibagi menurut aktivitasnya yaitu:49

a) Prostitusi yang terdaftar

Pelakunya diawasi oleh bagian Vice Control dari kepolisian, yang dibantu dan bekerja sama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan. Pada umumnya mereka dilokalisasi dalam satu daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan, sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum.

b) Prostitusi yang tidak terdaftar

Termasuk dalam kelompok ini ialah mereka yang melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan

49

maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisasi, tempatnya pun tidak tertentu. Bisa di sembarang tempat, baik mencari mangsa, maupun melalui calo-calo dan panggilan. Mereka

tidak mencatatkan diri kepada yang berwajib. Sehingga

kesehatannya sangat diragukan, karena belum tentu mereka itu mau memeriksakan kesehatannya kepada dokter.

Kemudian, menurut jumlahnya, prostitute dapat dibagi dalam:50

a) Prostitute yang beroperasi secara individual merupakan single operator atau;

b) Prostitute yang bekerja dengan bantuan organisasi dan sindikat yang teratur rapi. Jadi, mereka itu tidak bekerja sendirian, akan tetapi diatur melalui satu sistem kerja suatu organisasi.

Sedang menurut tempat penggolongan atau lokasinya, prostitusi

dapat dibagi menjadi :51

a) Segregasi atau lokalisasi, yang terisolasi atau terpisah dari kompleks penduduk lainnya. Kompleks ini dikenal sebagai daerah lampu merah, atau daerah petak-petak daerah tertutup;

b) Rumah-rumah, panggilan (call houses, tempat rendezvous, parlour);

c) Di balik front organisasi atau di balik bisnis-bisnis terhormat (apotik, salon kecantikan, rumah makan, tempat mandi uap pijat, anak wayang, sirkus dan lain-lain).

50

Ibid, hal 253

51

Dokumen terkait