TINJAUAN PUSTAKA
B. Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana a. Pengertian Tindak pidana
Tindak pidana sama pengertiannya dengan peristiwa pidana atau delik. Menurut rumusan para ahli hukum dari terjemahan straafbaarfeit yaitu suatu perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan undang-undang atau hukum, perbuatan mana di lakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang apat dipertanggungjawabkan.
Sehubungan dengan hal tersebut A. zainal Abidin Farid (1987:33), menyatakan bahwa; “Delik sebagai suatu perbuatan atau pengabdian yang melawan hukum yang dilakukan dengan
10 sengaja atau kelalaian oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.” Lebih lanjut menurut Moeljatno (2002:47) bahwa: Bahwa istilah tindak pidana hakikatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata straafbaarfeit dalam Bahasa Belanda. Kata straafbaarfeit kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Beberapa kata yang digunakan untuk menerjemahkan kata straafbaarfeit oleh sarjana-sarjana Indonesia lain: tindak pidana (Sudarto, 1986: 31), delic (Moeljatno, 2002: 54-57) dan perbuatan pidana. (Ismu Gunandi dan Jonaedi Efendi, 2015: 36).
Sementara dalam berbagai peraturan perundang-undangan sendiri digunakan berbagai istilah untuk menunjukkan pada pengertian kata Straafbaarfeit. Beberapa istilah yang digunakan dalam undang-undang tersebut anatara lain (Sudarto, 1986: 31,): 1. Peristiwa pidana, istilah ini antara lain digunakan dalam
undang-undang dasar sementara (UUDS) tahun 1950 khususnya dalam Pasal 14.
2. Perbuatan pidana, istilah ini digunakan dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan, dan acara pengadilan-pengadilan sipil.
11 3. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan dalam Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1951 tentang perubahan Ordonantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingen. 4. Hal yang diancam dengan hukum istilah ini digunakan dalam
berbagai undang-undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 tentang Penyelesaian Perselesihan Perburuan. (Ismu Gunandi dan Jonaedi Efendi, 2015: 36-37).
Menurut Tongat, penggunaan berbagai istilah tersebut pada hakikatnya tidak menjadi persoalan, sepanjang penggunaannya di sesuaikan dengan konteks dan dipahami maknanya, karena itu dalam tulisannya berbagai istilah tersebut digunakan secara bergantian, bahkan dalam konteks yang lain juga digunakan istilah kejahatan untuk menunjukkan maksud yang sma (Ismu Gunandi dan Jonaedi Efendi, 2015:37).
Mengenai definisi tindak pidana dapat dilihat pendapat pakar-pakar barat antara lain (E.Y. Kanter & S.R. Sianturi, 2012: 205): a. Perumusan VOS,
Vos merumuskan bahwa delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum oleh undang-undng. Dan kelakuan (gedraging) manusia yang dilarang.
12 b. Perumusan simons
Simons merumuskan bahwa : een “strafbaar feit” adalah suatu hendeling (tindaka/perbuatan) yang diancam pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatic) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Kemudian beliau membgikannya dalam dua golongan unsur yaitu: unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang dilarang/diharuskan, akibat keadaan/masalah tertentu, dan unsur subjektif ynag berupa kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar) dari petindak.
c. Perumusan Van Hamel
Vahan Hamel merumuskan bahwa “strafbaar feit” sama yang dirumuska dengan simons, hanya ditambhkannya dengan kalimat tindakan mana yanga bersifat dapat dipidana.
d. Perumusan Pompe
Pompe merumuskan “strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum), terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan untuk ketertiban hukum dan menjamin kesejahtraan umum.
Dalam buku E.Y Kanter dan S.R sianturi mengenai asas-asas hukum pidana di Indonesia dan penerapannya menjelaskan bahwa
13 istilah “strafbaar feit” telah di terjehmahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut.
a) Perbuatan yang dapat/boleh dihukum b) Peristiwa pidana
c) Perbuatan pidana dan d) Tindak pidana
Dalam buku tersebut juga menjelaskan bahwa keempat terjemahan itu telah diberikan perumusan kemudian perundang-undangan Indonesia telah menggunakan keempat-empatnya istilah tersebut dalam berbagai undang-undang.
Para sarjana indonsia juga telah menggunakan beberpa atau salah satu dari stilah tersebut diatas dan kemudain telah di bagi atas 5 kelompok. (Amir Ilyas, 2012: 20)
Ke-1 : peristiwa pidana digunaka oleh Andi Zainal Abidin Farid (1962: 32) Rusli Effendy(1981: 46) Utrech (sianturi 1986; 206) dan lainnya
Ke-2 : “Perbuatan pidana” digunnakan oleh Moeljatno (1983: 54) dan lain-lain;
Ke-3 : “Perbuatan yang boleh dihukum” digunakan oleh H.J Van schravendijk (Sianturi 1986: 206)dan lain-lainnya;
14 Ke-4 : “Tindak pidana” digunakan oleh Wirjono Projodikoro (1986: 55), Soesilo (1979: 26) dan S.R Sianturi (1986: 204) dan lain-lainnya;
Ke-5 : “Delik” digunakan oleh Andi Zainal Abidin Farid (1981: 146) dan Satochid KartaNegara (tanpa tahun: 74) dan lain- lain.
Dan dari istilah-istilah yang digunakan para sarjana masing-masing memiliki pengertian ersendiri atas istilah tersebut, diantaranya ialah:(Moeljatno, 2009: 59)
a) Menurut Moeljatno, pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah:
“Perubahan yang di larang oleh suatu aturan hukum larangan mana di sertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar tersebut”.
b) Menurut Andi Hamzah, pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni delik adalah:
“suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam oleh hukuman oleh undang-undang (pidana)”
c) Menurut S.R. Sianturi, perumusan tindak pidana sebagai berikut.
“tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada tempat, waktu, dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan
15 dan dan diancam pidana oleh undang-undang bersifat melawan hukum serta kesalahan yang dilakukan oleh seseorang (yang bertanggungjawab).
d) Menurut Bambang poernomo, perbuatan pidana adalah sebagai berikut.
“bahwa perbuatan pidan adalah suatu perbautan yang oleh sesuatu aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebu”. e) Menurut R. Tresna, peristiwa pidana adalah.
“suatu rangkaian atau perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan mana yang diadakan tindakan penghukuman”.
f) Menurut Wirjono Prodjodikoro, beliau merumuskan tindak pidana sebagai berikut.
“Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikatakan merupakan “subject” tindak pidana”.
Dengan demikian berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian secara sederhana dari tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang di sertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. (Ismu Gunandi dan Jonaedi Efendi,2015: 37).
16 2. Jenis-Jenis Tindak Pidana
a. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Dalam membahas hukum pidana, nantinya ditemukan beragam tindak pidana yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Tindak pidana dapat di bedakan atas dasar-dasar tertentu, yakni sebagai berikut: (Amir Ilyas, 2012: 28-34)
a) Menurut Sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan yang dimuat dalam buku II dan pelanggaran yang dimuat dalam buku III.
Alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah jenis pelanggaran lebih ringan dari kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran, tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan kejahatan lebih di dominasi dengan ancaman pidana penjara. Kriteria lain yang memebedakan anatara kejahatan dan pelanggaran yakni kejahatan merupakan delik-delik yang melanggar kepentingan hukum dan juga menimbulkan bahaya secara kongkret, sedangkan pelanggaran itu hanya membahayakan in abstracto saja. Secara kuantitatif pembuat Undang-undang membedakan delik kejahatan dan pelanggaran sebagai berikut (Amir Ilyas, 2012: 28)
17 1) Pasal 5 KUHP hanya berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang merupakan kejahatan di Indonesia. Jika seorang Indonesia yang melakukan delik di luar negeri yang digolongkan sebagai delik pelanggaran di Indonesia, maka di pandang tidak perlu dituntut.
2) Percobaan dan membantu melakukan delik pelanggaran tidak dipidana.
3) Pada pemidanaan atau pemidanaan terhadap anak di bawah umur tergantung pada apakah itu kejahatan atau pelanggaran.
b) Menurut Cara Merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil dan tindak pidana materil
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memerlukan dan/atau tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelasaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya, mislnya pada pencurian Pasal 362 untuk selesainya pencurian digantung pada selesainya perbuatan mengambil.
18 Sabaliknya dalam rumusan tindak pidana materil, inti larangan adalah menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena itu, siapa yang menimbulakn akibat yang dilarang itulah yang dipertanggujawabkan dan dipidana. Begitu juga untuk selesainya tindak pidana materil, tidak bergantung pada sejauh mana wujud perbuatan yang dilakukan, tetapi sepenuhnya tergantung pada syarat timbulnya akibat terlarang tersebut. Misalnya wujud membacok telah selesai dilakukan dalam hal pembunuhan, tetapi pembunuhan itu belum terjadi jika dari perbuatan itu belum atau tidak menimbulkan akibat hilangnya nyawa korban, yang terjadi hanyalah percobaan pembunuhan.
c) Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja (dolus) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpa).
Tindak pidana sengaja adalah tindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan. Sedangkan tindak pidana tidak sengaja adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung culpa.
d) Berdasarkan Macam Perbuatannya, dapat dibedakan atara tindak pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak
19 pidana komisi dan tindak pidana pasif/negative, disebut juga tindak pidana omisi.
Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif, perbuatan aktif adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat. Dengan perbuatan aktif orang melanggar larangan, perbuatan aktif ini terdapat baik dalam tindak pidana yang dirumuskan secara formil maupun secara materil. Bagian terbesar tindak pidana yang dirumuskan dalm KUHP adalah tindak pidana aktif. e) Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka
dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlansung lama/berlangsung terus.
Tindak pidana yang dirumuskan sedemikan rupa sehingga untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja, disebut juga dengan aflopende delicten. Sebaliknya ada tindak pidana yang dirumuskan sedemikuian rupa, sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah perbuatan dilakukan, tindak pidana itu masih berlangsung terus, yang disebut juga dengan voordurende dellicten. Tindak pidana ini
20 dapat disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan suatu keadaan yang terlarang.
f) Berdasrkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.
Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materil (buku II dan Buku III). Sementara tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat diluar kodifikasi KUHP. Dalam hal ini sebagaimna mata kuliah pada umumnya pembedaan ini dikenal dengan istilah delik-delik di dalam KUHP dan delik-delik-delik-delik diluar KUHP.
g) Dilihat dari sudut pandangnnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (tindak pidana yang dapat dilakukan semua orang) dan tindak pidana propria (tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang bekualitas tertentu).
Pada umumnya tindak pidana ini dibentuk dan dirumuskan untuk berlaku pada semua orang, dan memang bagian terbesar tindak pidana itu dirumuskan dengan maksud yang demikian. Akan tetapi, ada perbuatan-perbuatan yang tidak patut yang khusus hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu saja, misalnya
21 pegawai negeri (pada kejahatan jabatan) atau nakhoda (pada kejahatan pelayaran), dan sebagainaya.
h) Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka di bedakan antara tindak pidana baiasa dan tindak pidana aduan.
Tindak pidana baisa yang dimaksudkan ini adalah tindak pidana yang untuk dilakuakannya penuntutan terhadap pembuatnya, tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak, sementara itu tindak aduan adalah tindak pidana yang dapat dilakukan penuntutan pidana apabila terlebih dahulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan, yakni korban atau wakilnya dalam perkara perdata, atau keluarga tertentu dalam hal-hal tertentu atau orang yang diberi kuasa khusus untuk pengaduan oleh orang yang berhak.
i) Berdasarkan berat-ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok tindak pidana yang di perberat dan tinadk pidana yang di peringan.
Dilihat dari berat ringannya, ada tindak pidana tertentu yang dibentuk menjadi:
1) Dalam bentuk pokok disebut juga bentuk sederhana atau dapat juga disebut dengan bentuk standar;
22 2) Dalam bentuk yang diperberat; dan
3) Dalam bentuk ringan.
Tindak pidana dalam bentuk pokok dirumuskan secara lengkap, artinya semua unsurnya dicantumkan dalam rumusan, sementara itu pada bentuk yang diperberat dan/atau diperingan, tidak mengulang kembali unsur-unsur bentuk pokok itu, melainkan sekedar menyebut kualifikasi bentuk pokoknya atau Pasal bentuk pokoknya, kemudian disebutkan atau ditambahkan unsur yang bersifat memberatkan atau meringankan secara tegas dalam rumusan. Karena ada faktor pemberatnya atau faktor peringannya, ancaman pidana terhadap tindak pidana terhadap bentuk yang diperberat atau yang diperingan itu menjadi lebih berat atau lebih ringan dari pada bentuk pokoknya.
j) Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya, sangat tergantung pada kepentingan hukum yang dilindungi dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Sistematiaka pengelompoakan tindak pidana bab per bab dalam KUHP didasarkan pada kepentingan hukum yang dilindungi. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi ini maka
23 dapat disebutkan misalnya dalam buku II KUHP. Untuk melendungi kepentingan hukum terhadap keamanan Negara, di bentuk rumusan kejahatan terhadap keamanan Negara (bab I KUHP), untuk mlindungi kepentingan hukum bagi kelancaran tugas-tugas bagi penguasa umum, dibentuk kejahatan terhadap pengasa umum (Bab VIII KUHP), untuk melindungi kepentingan hukum terhadap hak kebendaan pribadi dibentuk tindak piadana seperti Pencurian (Bab XXII KUHP), Penggelapan (Bab XXIV KUHP), Pemerasan dan pengancaman (Bab XXIII KUHP) dan seterusnya.
k) Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal dan pidana berangkai.
Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang dirumusakan sedemikian rupa sehingga untuk dipandang selesainya tindak pidana dan dapat dipidananya pelaku cukup dilakukan satu kali perbuatan saja, bagian terbesar tindak pidana dalam KUHP adalah berupa tindak pidana tunggal. Sementara itu yang dimaksud dengan tindak pidana berangkai adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk dipandang sebagai selesai dan dapat dipidananya pelaku, disyaratkan dilakukan secara berulang.
24 3. Unsur-Unsur Tindak Pidana
a. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Mengutip dari buku Kombes.Pol.dr Ismu Gunadi,S.H., CN.,M.M. dan Dr.Jonaedi Efendi, S.H.I., M.H . ada dua unsur tindak pidana yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur obejektif antara lain perbuatan orang, akibat yang kelihatan dari perbuatan itu, mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan. Sedangkan unsur subjektif: orang yang mampu bertanggung jawab, adanya kesalahan. Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan, kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan. (Ismu Gunandi dan Jonaedi Efendi, 2015: 38).
Secara sederhana simon menuliskan beberapa unsur-unsur sebagai berikut:(Ismu Gunandi dan Jonaedi Efendi, 2015: 39)
a. Perbuatan manusia (positif atau negative, berbuat atau tidak berbuat atau membiarka).
b. Diancam dengan pidana (Statbaar Gesteld). c. Melawan hukum (Onrechtmatig).
d. Dilakukan dengan kesalahan (Met Schuld In Verband Stand)
e. Oleh orang yang mampu bertaggung jawab (Toerekeningsvatoaar Person).
25 Untik lebih jelasnya, simons menyebutkan adanya unsur objektif dan unsur subjektif dari tindak pidana (strafbaar feit). Unsur objektif antara lain perbuatan orang, akibat yang kelihatan dari perbuatan itu, mungkina ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat openbaar atau “di muka umum”. Sedangkan Unsur subjektif : orang yang mampu bertanggung jawab, adanya kesalahan (dollus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan, kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan (pusdiklat kejaksaan, RI, 2009: 18).
Sementara menururut Moeljatno, unsur-unsur perbuatan pidana: perbuatan (manusia), yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formal) dan bersifat melawan hukum (syarat materil).
Sedangkan unsur-unsur menurut Moeljatno terdiri dari : 1. Kelakuan dan akibat, dan
2. Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, yang dibagi menjadi
a) unsur subjektif atau pribadi, yaitu mengenai diri orang yang melakukan perbuatan, misalnya unsur pegawai negri yang diperlakukan dalam delik jabatansepertidalam perkara pidana korupsi. Pasal 481 KUHP jo. Pasal 1 ayat (1) sub c
26 undang No 3 Tahun 1971 atau Pasal 11 undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang pegawai negeri yang menerima hadiah. Kalau bukan pegawai negeri tidak mungkin di terpkan Pasal tersebut.
b) Unsur objektif atau non pribadi, yaitu menegnai keadaan di luar si pembuat, misalnya Pasal 170 KUHP tentang Kejahatan terhadap ketertiban umum ( supaya melakukan perbuatan pidana atau melakukan kejahatan terhadap ketertiban umum) apabila tidak dilakukan kejahatan di muka umum maka tidak di terapkan Pasal ini. (Moeljatno, 2002). Unsur keadaan ini dapat berupa keadaan yang menentukan, memeperingan, atau memperberat pidana yang di jatuhkan. a. Unsur keadaan yang menentukan misalnya dalam Pasal
164,165, 531 KUHP.
Kewajiban untuk melapor kepada yang berwenang, apabila mengetahui akan terjadinya suatu kejahatan. Ornag yang tidak melapor baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana. Jika kejahatan tadi kemudian betul-betul terjadi. Tentang hal kemudian terjadi kejahatan itu adalah merupakan unsur tambahan. Keharusan memberi pertolongan pada orang yang sedang menghadapi bahaya maut jika tidak memberi pertolongan, orang tadi baru
27 melakuakan perbuatan pidana, kalau orang yang dalam keadaan bahaya tadi kemudian lalu meninggal dunia. Syarat tambahan tersebut tidak di pandang sebagai unsur delik (perbuatan pidana) tetapi sebagai syarat penuntutan.
b. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
Misalnya penganiayaan biasa Pasal 351 ayat (1) KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Apabila penganiayaan tersebut menimbulkan luka berat; ancaman pidana diperpanjang menjadi 5 tahun (Pasal 351 ayat 2 KUHP), dan jika mengakibatkan mati ancaman pidana 7 tahun (Pasal351 ayat 3 KUHP). Luka berat dan mati adalah keadaan tambahan yang memberatkan pidana. c. Unsur melawan hukum
Dalam perumusan delik unsur ini tidak selalu dinyatakan sebagai unsur tertulis. Adakalanya unsur ini tidak dirumuskan secara tertulis rumusan Pasal, sebab sifat melawan hukum atau sifat pantang dilakukan perbuatan sudah jelas dari istila atau rumusan kata disebut.
Tindak pidana adalah sebuah perbuatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (Amir Ilyas, 2012: 28)
1. Perbuatan tersebut dilarang oleh undang-undang (mencocoki rumusan delik);
28 3. Tidak ada alasan pembenaran.
Dalam kitab hukum undang-undang pidana (KUHP) yang terbagi dalam 3 (tiga) buku yakni buku I mengenai ketentuan umum yang berisikan asas-asas hukum pidana, buku II mengenai tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, Dan buku III memuat pelanggaran. Dalam buku ke II dan ke III KUHP ternyata ada unsur yang selalu disebutkan dalam setiap rumusannya. Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu: (Adami Chazawi, 2002: 82)
a. Unsur tingkah laku; b. Unsur melawan hukum; c. Unsur kesalahan; d. Unsur akibat konstitutif;
e. Unsur keadaan yang menyertai;
f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana; g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana; h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana; i. Unsur kualitas objek hukum tindak pidana;
j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;
29 C. Tindak Pidana Kekerasan yang Dilakukan Secara
Bersama-sama Terhadap Orang Dimuka Umum
Menurut Hazawinkel-Suringa Hoge Raad Belanda mengemukakan dua syarat bagi adanya turut melakukan tindak pidana, yaitu: kesatu, kerja sama yang disadari antara para turut pelaku, yang merupakan suatu kehendak bersama diantara mereka. Kedua, mereka harus bersama-sama melakukan kehendak itu. (Wirjono prodjodikoro, 2013: 123)
1. Ketentuan Tindak Pidana Kekerasan yang Dilakukan Secara Bersama-sama Terhadap Orang Dimuka Umum
Tindak pidana kekerasan yang dilakukan secar bersama-sama termasuk dalam jenis kejahatah terhadap ketertiban umum,sebagaimana yang diatur dalam buku KUHP, yakni Pasal 170 : (1).
Adapun bunyi Pasal 170 ayat (1) KUHP adalah sebagai berikut :
Barangsiapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Jika melihat Pasal ini maka jelas Pasal ini mengatur tentang tindak pidana, yaitu kekerasan terhadap orang atau barang, yang mengakibatkan luka atau kerusakan.
30 2. Unsur-unsur Tindak Pidana Kekerasan yang Dilakukan Secara
Bersama-sama Terhadap Orang Dimuka Umum
Suatu tindak pidana digolongkan ke dalam tindak pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan, haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Melakukan kekerasan
Apa yang dimaksud dengan melakukan kekerasan menurut soesilo, (1996:98) yaitu
“Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara yang tidak sah, misalnya memukul dengan tenaga atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya.”
b. Bersama-sama
Bersama-sama berarti tindakan kekerasan tersebut harus dilakukan oleh sedikit-dikitnya dua orang atau lebih. Orang-orang yang hanya mengikuti dan tidak benar-benar turut melakukan kekerasan tidak dapat turut dikenakan Pasal ini. c. Terhadap orang.
Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang, meskipun tidak akan terjadi orang melakukan kekerasan terhadap diri atau barangnya sendiri sebagai tujuan, kalau sebagai alat atau upaya-upaya untuk mencapai suatu hal, mungkin bisa juga terjadi.
31 d. Dimuka umum
Kekerasan itu dilakukan dimuka umum, karena kejahatan ini memang dimasukkan ke dalam golongan kejahatan ketertiban umum. Di muka umum artinya di tempat publik dapat melihatnya.