BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Strategi Kesantunan pada Tuturan Penjual Daging Ayam
4.1.1 Penggunaan Strategi Langsung (Bald on Record)
4.1.1.1 Tindak Tutur Representatif
Tindak tutur representatif pada tuturan penjual daging ayam di pasar tradisional Sidoharjo Lamongan terdapat pada data menyatakan harga, ketersediaan barang, dan pemberian pelayanan berikut ini.
Penjual : Pitike telung puluh papat ki.
‘Ayamnya tiga puluh empat ini.’
Pembeli : Hmm, telu papat i.
‘(Mahal) tiga puluh empat.
Penjual : Iya e, iki gembuk telung puluh loro.
‘Iya, ini yang empuk tiga puluh dua.’
(1-03-L1)
Konteks:
a. Deskripsi sosiokultural dan situasi:
Penjual menginformasikan harga ayam kepada pembeli yang merupakan pelanggannya. Harga ayam mengalami kekanikan dari Rp32.000,00 menjadi Rp34.000,00. Tuturan pitike telung puluh papat ki merupakan tindak representatif mengklaim.
b. Otoritas: penjual lebih tinggi dari pembeli (penjual > pembeli)
Bentuk verbal ‘pitike telung puluh papat ki’ merupakan bentuk penanda bahwa otoritas penjual lebih tinggi dibandingkan pembeli dalam penentuan harga.
Data (1-03-L1): telung puluh papat ki ‘tiga puluh empat ini’ digolongkan sebagai tindak tutur representatif, yang ditandai dengan bentuk ujaran yang dimarkahi pengklaiman: telung puluh papat ‘tiga puluh empat ribu’. Strategi langsung yang terdapat pada tuturan penjual ditandai dengan fitur makna yang jelas. Fitur makna yang jelas ditandai pada tuturan telung puluh papat. Tuturan ini
menyiratkan harga daging per kilo yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli sebesar tiga puluh empat ribu rupiah. Penuturan secara jelas merupakan upaya penjual untuk memuaskan keinginan pembeli yang ingin mengetahui harga daging ayam.
Data di atas memiliki fitur -D, +P, dan –R, yang diuraikan sebagai berikut
a. -D menjelaskan bahwa tidak ada jarak antara penjual dan pembeli b. +P menjelaskan bahwa otoritas penjual lebih tinggi
c. -R menjelaskan bahwa peringkat keterancaman muka pada topik penginformasian harga memiliki tingkat pengancaman yang rendah. Hal tersebut dikarenakan informasi harga merupakan sebuah kebutuhan pembeli.
Data (1-03-L1) pada dasarnya mengandung tindak tutur yang dapat mengancam muka positif pembeli. Informasi kenaikan harga merupakan sebuah kabar yang tidak menyenangkan. Hal itu mengakibatkan keinginan penjual untuk disenangi oleh pembeli menjadi terganggu. Namun, kondisi –D, +P, dan –R menghapuskan potensi keterancaman tersebut. Penjual pun memiliki kebebasan untuk menginformasikan harga secara langsung tanpa perlu memperhatikan keselamatan muka positif pembeli. Dengan demikian, strategi kesantunan langsung pada data ini merupakan bentuk kooperatif penjual terhadap pembeli sebagai langkah awal untuk menarik minat pembeli agar melaksanakan transaksi jual beli.
Penggunaan strategi langsung pada tindak tutur representatif juga terdapat pada data di bawah ini. Berikut pemaparannya.
Penjual : He, sing biasa tak gawakna papat, dhadhae mek ana sithuk.
‘He, yang biasa aku bawakan empat, dadanya hanya ada satu.
Pembeli : Aku wes tuku iku mau.
‘Aku sudah membeli daging ayam bagian dada sebelum ke sini’
(1-34-L2)
Konteks:
a. Deskripsi sosiokultural dan situasi:
Tuturan terjadi pada pagi antara penjual dengan pelanggan. Setiap pagi, penjual terbiasa menyediakan daging ayam bagaian dada untuk pembeli sebanyak empat kilogram. Namun, penjual hanya mampu menyediakan satu kilogram saja.
b. Otoritas: Penjual lebih tinggi dari pada pembeli (penjual > pembeli)
Bentuk verbal tak gawakna ‘aku bawakan’ merupakan bentuk kalimat aktif. Dengan pola kalimat aktif tersebut, memposisikan dirinya sebagai pelaku utama dalam tuturannya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penjual memiliki daya yang lebih besar untuk memutuskan melakukan suatu hal kepada pembeli.
Data (1-34-L2): Sing biasa tak gawakna papat, dhadhae mek ana sithuk.
‘Yang biasa aku bawakan empat, dadanya hanya ada satu’ digolongkan sebagai tindak tutur representatif, yang ditandai dengan bentuk pernyataan dhadhae mek ana sithuk. ‘hanya ada satu’. Tindak tutur representatif ini memiliki fitur –D, +P, dan +R yang dapat diuraikan sebagai berikut
a. -D menjelaskan bahwa tidak ada jarak antara penjual dan pembeli b. +P menjelaskan bahwa otoritas penjual lebih tinggi
c. +R menjelaskan bahwa peringkat keterancaman muka pada topik ketersediaan barang memiliki tingkat pengancaman yang tinggi. Tidak tersedianya barang yang menjadi permintaan pembeli, mampu
mengancam wajah positif penjual. Hal itu menyebabkan keinginan penjual untuk mendapatkan kepercayaan pembeli menjadi terganggu. Tingginya peringkat pengancaman muka (+R) pada data di atas, seharusnya memberikan tingkat pengancaman yang tinggi terhadap muka positif penjual. Namun, penjual tidak melakukan mitigasi dalam tuturannya untuk mengurangi tingkat pengancaman tersebut. Tingginya otoritas penjual (+P), memberikan wewenang kepadanya untuk menuturkan tuturan tersebut tanpa takut kehilangan mukanya. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan penggunaan strategi langsung pada tuturan sing biasa tak gawakna papat, dhadhae mek ana sithuk.
Penggunaan strategi langsung tersebut ditandai dengan fitur memiliki makna yang jelas. Tuturan ini menyiratkan penjual tidak dapat memenuhi pesanan pembeli. Selain itu, dekatnya jarak sosial antara penjual dan pembeli (-D) memberikan rasa toleransi yang besar sehingga potensi pengancaman dapat diminimalkan. Hal tersebut dibuktikan dengan respon pembeli ‘aku wes tuku iku mau’. Dengan demikian, penggunaan strategi langsung merupakan upaya penjual untuk kooperatif kepada pembeli atas ketidakmampuan penjual dalam memenuhi permintaan pembeli.
Penggunaan strategi langsung pada tindak tutur representatif juga terdapat pada data di bawah ini.
Penjual : Kegeden.
‘Terlalu besar’
Pembeli : Lah ya, cilikna ae
‘Iya terlalu besar, kecilkan saja.’
Konteks:
a. Deskripsi sosiokultural dan situasi:
Tuturan terjadi antara penjual dengan pembeli biasa.
Pembeli bimbang untuk menentukan jumlah potongan ayam untuk menghasilkan ukuran yang pas.
b. Otoritas: pembeli > penjual (pembeli > penjual)
Otoritas penjual yang lebih tinggi ditandai oleh bentuk verbal ‘cilikna ae’
yang menandakan bahwa pembeli memiliki daya yang lebih besar untuk memerintah penjual melakukan suatu hal
Data (1-11-L3): kegeden ‘terlalu besar’ digolongkan sebagai tindak tutur representatif, yang ditandai dengan bentuk ujaran yang dimarkai pernyataan:
kegeden ‘terlalu besar’. Tindak tutur representatif tersebut merupakan strategi langsung, yang ditandai dengan fitur, bentuk singkat yang ditandai pada tuturan
kegeden ‘terlalu besar’. Tuturan tersebut hanya terdiri atas satu kata dan tidak ada penambahan kata, frasa, atau klausa untuk memperpanjang tuturannya.
Data (1-11-L3) memiliki komposisi tingkat pengancaman muka sebagai berikut
a. +D menjelaskan terdapat jarak antara penjual dan pembeli
b. –P menjelaskan bahwa daya yang dimiliki oleh penjual lebih kecil daripada pembeli
c. –R menjelaskan bahwa tuturan memberikan pelayanan kepada pembeli memiliki peringkat keterancaman yang kecil
Terjadapatnya jarak antara penjual dan pembeli (+D) dan disertai rendahnya otoritas penjual (-P), memperbesar potensi keterancaman muka positif pembeli dalam strategi langsung yang digunakannya. Namun, rendahnya peringkat pengancaman pada tuturan tersebut, membuat potensi keterancaman dapat dilemahkan yang ditandai dengan diterimanya pernyataan penjual oleh pembeli
pada tuturan lah ya dan tetap berlangsungnya percakapan hingga terjadi kesepakatan transaksi. Kebutuhan pembeli untuk mendapatkan potongan daging ayam yang pas dapat tersepenuhi. Dengan demikian, penggunaan satrategi langsung pada tuturan ini merupakan upaya penjual untuk bersikap kooperatif terhadap pemenuhan permintaan pembeli.