• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

5.3 Tindakan Bidan Dalam Kegiatan Inisiasi Mesnyusu Dini

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (Over behavior).Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Perubahan perilaku atau tindakan baru itu terjadi melalui tahap-tahap atau proses perubahan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Artinya apabila pengetahuan sudah baik dan sikapnya positif secara otomatis tindakan seseorang tersebut akan baik. Namun beberapa penelitian juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu melalui tahap-tahap tersebut (Notoatmodjo,2003).

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tindakan bidan kelurahan siaga dalam pelaksanaan IMD mayoritas berada pada ketegori baik sebanyak 20 orang (60,6%), cukup 6 orang (18,2%) sedangkan tindakan pada kategori kurang sebanyak 7 orang (21,2%).

Berdasarkan wawancara dengan bidan kelurahan siaga memang mayoritas tindakannya dalam kegiatan IMD baik tetapi dalam pelaksanaan IMD pada menolong persalinan dilakukan tidak secara rutin pada umumnya bidan melakukannya kadang-kadang tidak terus menerus setiap menolong persalinan dilakukan IMD. Mereka yang melakukan kadang-kadang sebanyak 24 orang (72,7%) yang tidak melakukan IMD sebanyak 6 orang (18,2%), hanya 3 orang (9,1%) yang terus menerus melakukan IMD dalam menolong persalinan, hal ini banyak faktor yang menyebabkan bidan tidak melakukan IMD salah satunya yaitu masih banyak ibu serta keluarga pasien yang belum siap atau menolak untuk dilakukan IMD, untuk mengatasi kesiapan dalam kegiatan IMD tidak lepas dari tindakan bidan dalam usaha memberi

penyuluhan atau penerangan tentang penting serta manfaat dari IMD. Pada hasil penelitian masih ditemukan bahwa bidan kadang-kadang melakukan penerenangan tentang IMD kepada ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan yaitu sebanyak 11 orang (33,3%) yang tidak pernah melakukan penerangan sebanyak 3 orang (9,1%), upaya yang dapat dilakukan agar kegiatan inisiasi menyusu dini dapat terlaksana dengan baik adalah dengan tetap mensosialisasikan kegiatan IMD kepada masyarakat serta tidak lepas dari tanggung jawab pihak pemerintah khususnya kepada dinas kesehatan untuk dapat membuat suatu bentuk promosi kesehatan tentang IMD berupa media cetak maupun media elektronik agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap IMD, adapun alasan lain yang membuat bidan tidak malakukan IMD adalah kondisi ibu yang masih lemah, sehingga bidan lebih memprioritaskan perawatan ibu untuk memperbaiki kondisi ibu. Kurangnya dukungan pada ibu yang sedang bersalin, membuat ibu cenderung lebih memilih beristirahat setelah proses persalinan daripada harus kesulitan membantu mengawasi bayi untuk melakukan IMD.

Masih ditemukan kadang-kadang bidan yang memberi susu formula atau cairan lain selain ASI kepada bayi baru lahir sebanyak 19 orang (57,6%) hal ini menyebabkan kegagalan dalam program ASI Eksklusif, untuk itu upaya dapat dilakukan yaitu memberikan pelatihan-pelatihan kepada bidan yang belum pernah pelatihan secara terencana dan termonitor agar bidan mampu menerapkan kepada masyarakat terutama bagaimana agar masyarakat mau dan sadar betapa pentingnya pelaksanaan IMD pada saat setelah melahirkan, karena petugas kesehatan khususnya bidan kelurahan siaga dapat menjadi faktor pendorong/pendukung namun juga dapat menjadi penghambat keberhasilan kegiatan IMD karena bidan kelurahan siaga

tinggal diwilayah kerjanya sehingga program pemerintah yang diinginkan bidan kelurahan siagalah sebagai ujung tombak keberhasilan, jika bidan berprilaku baik maka program akan tercapai dengan baik demikan juga sebaliknya.

Pada beberapa masyarakat, ternyata banyak petugas yang justru menyarankan untuk memberikan cairan begitu bayi baru lahir. Dari hasil penelitian ternyata 93% bidan di sebuah kota di Ghana berpendapat bahwa cairan harus diberikan kepada semua bayi sejak hari pertama kelahirannya. Di Mesir, banyak perawat yang berperan dalam proses persalinan menganjurkan kepada ibu bersalin untuk memberikan air manis kepada bayinya segera setelah dilahirkan (Linkages, 2002 dalam Refina 2009).

Lubis (2000) juga berpendapat bahwa keberhasilan pemberian ASI sangat bergantung pada petugas kesehatan yaitu perawat, bidan dan dokter. Merekalah orang pertama yang membantu ibu bersalin untuk melakukan pemberian ASI kepada bayi sehingga petugas kesehatan harus mengetahui tata laksana laktasi yang baik dan benar serta petugas kesehatan harus selalu memberikan dukungan terhadap pemberian ASI.

Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Zulfayeni (2004) bahwa dukungan pelayanan kesehatan mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif. Ibu-ibu yang kurang mendapat dukungan pelayanan kesehatan akan berisiko 1,66 kali untuk tidak memberikan ASI kepada bayinya

Menurut UNICEF (2006) dalam Berutu (2010), banyak sekali masalah yang dapat menghambat pelaksanan IMD antara lain: a) kurangnya kepedulian terhadap pentingnya IMD; b) kurangnya konseling oleh tenaga kesehatan dan kurangnya

praktek IMD; c) adanya pendapat bahwa suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonorhea harus segera diberikan setelah lahir, padahal sebenarnya tindakan ini dapat ditunda setidaknya salama satu jam sampai bayi menyusu sendiri ; d) masih kuatnya kepercayaan keluarga bahwa ibu memerlukan istirahat yang cukup setelah melahirkan dan menyusui sulit dilakukan; e) kepercayaan masyarakat yang menyatakan bahwa kolostrum yang keluar ada hari pertama tidak baik untuk bayi; f)Kepercayaan masyarakat yang tidak mengizinkan ibu untuk menyusu dini sebelum payudara di bersihkan.

5.4. Pengetahuan Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Kegiatan Inisiasi Menyusu Dini

Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 32 responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik ternyata 24 orang (75,0%) responden memiliki sikap dengan kategori baik, dan selebihnya responden memiliki dengan kategori cukup sebanyak 8 orang (25%), demikian juga pengetahuan yang cukup ternyata mempunyai sikap yang baik 1 orang . Jadi didalam penelitian ini bahwa pengetahuan responden dihubungkan dengan sikapnya ternyata tidak terlepas dari respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.Respon ini dapat bersifat pasif (berfikir, berpendapat, bersikap)

Faktor eksternal yang paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya dimana seseorang tersebut berada, sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan lain-lain (Notoadmodjo, 2007).

Sesuai dengan teori dari Bloom dalam Notoatmodjo (2003) yang menyebutkan 6 tahapan pengetahuan yaitu yang pertama adalah Know (tahu) artinya mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, kemudian tahapan yang kedua adalah comprehension (memahami) yang artinya kemampuan menjelaskan secara benar objek yang sudah diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Sedangkan tahapan yang selanjutnya yaitu aplikasi, analisis, sintesa dan evaluasi tidak dilakukan.

Menurut Notoatmodjo (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang salah satunya yaitu pendidikan. Pengetahuan erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan adanya seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan luas pula pengetahuannya. Antara tingkat pengetahuan dengan sikap merupakan penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan langgeng. Sebaiknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka tidak akan berlangsung lama.

5.5. Pengetahuan Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Kegiatan

Dokumen terkait