• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAKAN REKLAMASI LAUT CHINA SELATAN OLEH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

A. Reklamasi Laut China Selatan Oleh Republik Rakyat Tiongkok

Lahirnya UNCLOS 1982 membawa perubahan yang sangat besar dalam tatanan laut internasional. UNCLOS 1928 memberikan batasan bagi setiap negara dalam menguasai laut. Sehingga ada wilayah laut yang dapat dikuasai oleh tiap-tiap negara dan ada laut yang tidak bisa dikuasai oleh negara.

Batasan yang diatur oleh UNCLOS 1982 ini secara langsung maupun tidak langsung mengubah luas wilayah suatu negara khususnya di wilayah laut. Suatu negara yang sebelum lahirnya UNCLOS 1982 menguasai wilayah laut yang sangat luas, maka setelah adanya UNCLOS 1982 harus menyesuaikan luas wilayah lautnya. Sebaliknya suatu negara yang dulunya tidak menguasai atau wilayah lautnya tidak terlalu luas, maka setelah lahirnya UNCLOS 1982 akan memperoleh penambahan luas wilayah laut. Hal ini menyebabkan ada negara yang merasa diuntungkan dan ada negara yang dirugikan akibat lahirnya UNCLOS 1982 tersebut.

Oleh karena itu setelah lahirnya UNCLOS 1982 banyak negara yang secara sepihak mengklaim wilayah-wilayah laut lebih dari batas yang ditetapkan oleh UNCLOS 1982. Hal ini dikarenakan negara-negara tersebut tidak ingin dirugikan akibat adanya UNCLOS 1982. Klaim-klaim yang diajukan negara-negara tersebut sering menyebabkan klaim yang tumpang tindih. Klaim tumpang tindih tersebut terjadi karena antara suatu negara dengan negara lain mengklaim suatu wilayah laut yang sama secara bersamaan. Klaim tumpang tindih ini yang

sering menimbulkan konflik dan sengketa. Salah satu contoh konflik atau sengketa yang terjadi karena klaim tumpang tindih adalah sengketa atau konflik yang terjadi di Laut China Selatan.

Sengketa Laut China Selatan melibatkan banyak negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Negara-negara yang terlibat secara langsung antara lain Republik Rakyat Tiongkok, Taiwan, dan negara-negara anggota ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Sedangkan negara-negara yang tidak terlibat secara langsung seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan beberapa negara-negara Eropa. Negara-negara yang terlibat secara langsung dikarenakan letak geografis negara-negara tersebut yang berdekatan dengan Laut China Selatan. Sedangkan negara-negara yang tidak terlibat secara langsung dikarenakan kepentingan-kepentingan negara-negara tersebut di Laut China Selatan. Contohnya Amerika Serikat, kepentingan Amerika Serikat di Laut China Selatan adalah berkaitan dengan kebebasan pelayaran dan penerbangan di wilayah laut dan udara Laut China Selatan. Amerika Serikat menganggap wilayah Laut China Selatan adalah wilayah laut internasional. Selain itu, kepentingan negara-negara tersebut juga berhubungan dengan sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati yang ada di wilayah Laut China Selatan.

Klaim penguasaan Laut China Selatan oleh negara-negara sudah sering dilakukan. Republik Rakyat Tiongkok (RRT) merupakan salah satu negara yang paling aktif melakukan klaim atas Laut China Selatan. RRT mengklaim Laut China Selatan sejak tahun 1947 pada saat masih bernama Republik China60. Klaim Laut China Selatan yang dilakukan oleh RRT ditandai dengan

60

diterbitkannya peta berupa garis putus-putus di atas wilayah Laut China Selatan yang menandakan wilayah kekuasaan RRT atas Laut China Selatan. Sejak klaim tahun 1947 itu RRT pun mulai memperluas dominasinya atas Laut China Selatan.

RRT sebagai salah satu negara yang aktif dalam mengklaim Laut China Selatan, mengklaim hampir keseluruhan wilayah Laut China Selatan. Wilayah Laut China Selatan yang diklaim oleh RRT dapat dilihat pada gambar di bawah ini;

Gambar II : Wilayah Laut China Selatan yang diklaim oleh RRT

(Sumber : http://uniqpost.com/60823/cina-tetapkan-kepulauan-laut-cina-selatan-di-peta-barunya/)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa RRT mengklaim hampir keseluruhan dari wilayah Laut China Selatan. Dan klaim yang dilakukan oleh RRT sebenarnya telah melanggar ketentuan UNCLOS 1982 karena telah melampaui batas-batas kepemilikan wilayah laut yang ditetapkan oleh UNCLOS 1982 terutama batas zona ekonomi ekslusif seluas 200 mil laut. Selain itu klaim yang dilakukan oleh RRT juga mengambil wilayah zona ekonomi eksklusif dari negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. Hal inilah yang sering menyebabkan terjadi sengketa atau konflik di Laut China Selatan.

Klaim yang dilakukan oleh RRT di atas wilayah Laut China Selatan terjadi sampai sekarang. Klaim terbaru RRT terhadap Laut China Selatan berkaitan dengan reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan.

Sejak akhir 2014 sampai sekarang, RRT secara aktif melakukan reklamasi di beberapa kepulauan di Laut China Selatan. Isu reklamasi yang dilakukan oleh RRT inipun menjadi isu yang sedang hangat dibicarakan di wilayah Laut China Selatan. Hal ini dikarenakan banyak negara-negara yang terlibat dalam isu reklamasi ini, sehingga isu reklamasi yang dilakukan RRT di Laut China Selatan ini menarik perhatian publik internasional.

Reklamasi digunakan untuk menggambarkan dua kegiatan yang berbeda, yaitu:61

1. Yang pertama, reklamasi sebagai sebuah proses pembuatan daratan baru dari laut, sungai, ataupun danau. Dalam arti lain, reklamasi adalah pengubahan lahan basah menjadi sebuah daratan kering, yang biasanya ditujukan untuk kegiatan pembangunan. Dalam arti yang pertama ini, biasanya merujuk kepada rusaknya lingkungan akibat pembangunan tersebut.

2. Dan yang kedua, arti reklamasi sebagai proses pengembalian alam yang sudah rusak ke bentuk semula. Contohnya yaitu jika pantai sudah sangat terkikis, reklamasi pantai dapat digunakan untuk mengembalikan pantai, suatu metode yang dirancang untuk melestarikan lingkungan alam yang ada.

61

http://akip098.blogspot.co.id/2014/08/sekilas-tentang-reklamasi.html, diakses pada tanggal 24 November 2015

Dalam hubungannya dengan reklamasi Laut China Selatan oleh RRT, maka pengertian reklamasi yang dimaksud adalah pengertian reklamasi dalam poin yang pertama.

Reklamasi daratan, biasanya disebut reklamasi, adalah proses pembuatan daratan baru dari dasar laut atau dasar sungai. Tanah yang direklamasi disebut tanah reklamasi atau landfill62. Reklamasi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan atau usaha dalam pemanfaatan suatu kawasan atau lahan yang tidak berguna dan berair untuk dijadikan lahan yang berguna dengan cara dikeringkan. Tempat-tempat yang biasa dijadikan sebagai Tempat-tempat untuk melakukan reklamasi seperti kawasan pantai, lepas pantai atau offshore, danau, rawa-rawa ataupun sungai yang begitu lebar63.

Sesuai dengan pengertian reklamasi di atas, maka tujuan reklamasi itu adalah untuk menciptakan daratan baru di atas kawasan yang berair sehingga menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna tersebut menjadi kawasan baru yang lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru hasil reklamasi ini nantinya dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti : perumahan, perindustrian, pertanian, objek wisata, dan lain sebagainya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa reklamasi adalah suatu proses pembuatan daratan baru di atas suatu kawasan yang berair yang bertujuan untuk menciptakan daratan baru di atas kawasan yang berair sehingga menjadi lebih baik dan bermanfaat.

62

https://id.wikipedia.org/wiki/Reklamasi_daratan, diakses pada tanggal 24 November 2015

63

http://materi-perkapalan.blogspot.com/2014/11/pengertian-dan-tujuan-reklamasi-untuk.html, diakses pada tanggal 24 November 2015

Berdasarkan pengertian dan tujuan reklamasi di atas, maka Reklamasi Laut China Selatan oleh RRT dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah Republik Rakyat Tiongkok dalam membuat suatu wilayah daratan baru di atas wilayah Laut China Selatan. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa RRT membuat semacam pulau buatan di atas Laut China Selatan.

Reklamasi yang dilakukan RRT memang bertujuan untuk membuat sebuah pulau buatan. Reklamasi ini dilakukan di beberapa pulau di Kepulauan Spratly. Kepulauan Spratly merupakan salah satu kepulauan terbesar yang ada di wilayah Laut China Selatan, dan juga merupakan salah satu kepulauan yang sering menjadi tempat terjadinya sengketa. Pulau-pulau di Kepulauan Spratly yang menjadi tempat reklamasi tersebut antara lain : Subi Reef, Fiery Cross Reef, dan Mischief Reef. Pulau-pulau tersebut pada dasarnya adalah pulau-pulau karang yang tidak bisa ditempati oleh manusia. Namun RRT kemudian mengubah pulau-pulau tersebut menjadi pulau-pulau buatan yang dapat dihuni.

Pulau-pulau buatan yang direklamasi oleh RRT tersebut kemudian dibangun di atasnya landasan udara dan fasilitas lainnya. Pemerintah RRT mengaku memiliki hak dan kemampuan untuk memulihkan pulau dan karang yang secara ilegal diduduki oleh negara-negara tetangga64. Landasan udara (pacu) di atas pulau buatan tersebut diketahui setelah sebuah gambar citra satelit mengungkap bahwa RRT telah membangun sebuah landasan udara di sebuah pulau buatan di perairan Laut China Selatan. Satelit yang mengungkap proyek landasan pacu RRT itu adalah satelit dari DigitalGlobe lembaga Centre for

64

http://news.okezone.com/read/2015/11/18/18/1251250/bangun-tiga-landasan-cina-klaim-tahan-diri, diakses pada tanggal 30 November 2015

Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di Washington, Amerika

Serikat (AS). Gambar citra satelit itu menunjukkan, landasan pacu yang dibangun RRT di Laut China Selatan diprediksi memiliki panjang 3.110 meter65.

Selain landasan udara, RRT juga membangun mercusuar di atas pulau buatan tersebut. Pemerintah RRT menegaskan bahwa pembangunan di wilayah tersebut dimaksudkan untuk membantu kegiatan seperti pencarian dan penyelamatan maritim, bantuan bencana, perlindungan lingkungan dan keamanan navigasi, serta tujuan militer66.

Berikut adalah beberapa gambar satelit yang memperlihatkan reklamasi RRT di pulau-pulau di Laut China Selatan :

Gambar III : Reklamasi di Pulau Subi Reef (Sumber : http://amti.csis.org/new-imagery-release/) 65 http://international.sindonews.com/read/990727/40/terungkap-china-bangun-landasan-pacu-di-laut-china-selatan-1429270866, Loc.Cit. 66 http://international.sindonews.com/read/1052018/40/china-resmikan-2-mercusuar-di-laut-china-selatan-1444470595, diakses pada tanggal 30 November 2015

Gambar IV : Reklamasi di Pulau Fiery Cross Reef (Sumber : http://amti.csis.org/new-imagery-release/)

Gambar V : Reklamasi di Pulau Mischief Reef (Sumber : http://amti.csis.org/new-imagery-release/)

Reklamasi yang dilakukan RRT ini memicu pertentangan dari banyak negara. Negara-negara yang menentang tidak hanya negara-negara yang

berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, tetapi juga negara-negara lain seperti Amerika Serikat. Amerika Serikat sangat menentang reklamasi yang dilakukan RRT di Laut China Selatan tersebut, karena dianggap akan mempengaruhi kebebasan pelayaran dan penerbangan di wilayah Laut China Selatan. Karena hal ini, Amerika Serikat mengirim pesawat mata-mata untuk memantau perkembangan di Laut China Selatan.

Keadaan di Laut China Selatan pun memanas di akhir 2015 ini. Setiap negara yang berbatasan dengan Laut China Selatan meningkatkan penjagaannya di perbatasan negaranya masing-masing dan bersiap-siap apabila nantinya terjadi konflik. Sampai sekarang ini, negara-negara masih berusaha untuk mencari jalan keluar atas masalah di Laut China Selatan, terutama masalah yang timbul karena tindakan reklamasi Laut China Selatan yang dilakukan oleh RRT.

B. Dasar Republik Rakyat Tiongkok Dalam Mereklamasi Laut China Selatan

Reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan menambah rumit masalah klaim dan perbatasan negara di wilayah Laut China Selatan. Reklamasi ini seakan menambah jumlah konflik-konflik yang pernah terjadi di wilayah Laut China Selatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa isu reklamasi ini merupakan isu yang baru dengan objek dan permasalahan yang sama. Objek dan permasalahan yang sama karena setiap konflik atau sengketa yang terjadi di Laut China Selatan pasti selalu berkaitan dengan klaim yang tumpang tindih di wilayah Laut China Selatan. Hal ini menegaskan bahwa sengketa atau konflik yang terjadi di wilayah Laut China Selatan masih belum terselesaikan.

Selain objek dan permasalahan, persamaan lain dari sengketa atau konflik yang terjadi di wilayah Laut China Selatan adalah dasar klaim. Dasar klaim yang diajukan oleh tiap-tiap negara dalam mengklaim wilayah Laut China Selatan tetap sama dengan dasar-dasar klaim yang diajukan negara-negara tersebut sebelumnya. Termasuk juga dasar klaim RRT dalam mereklamasi Laut China Selatan.

RRT dalam mengklaim wilayah Laut China Selatan selalu mendasarkan klaimnya pada alasan sejarah. Alasan sejarah selalu menjadi dasar klaim RRT di Laut China Selatan, karena hanya itulah yang bisa dijadikan alasan bagi RRT dalam mengklaim Laut China Selatan. Reklamasi yang dilakukan RRT di wilayah Laut China Selatan saat ini pun di dasarkan pada alasan sejarah. Menurut RRT, wilayah Laut China Selatan sudah dikuasai oleh Dinasti Han sejak dulu dan juga ditemukannya benda-benda sejarah di kepulauan-kepulauan di wilayah Laut China Selatan yang merupakan buatan Tiongkok.

Berdasarkan alasan sejarah inilah RRT mengklaim Laut China Selatan dan kemudian mereklamasinya. Pemerintah RRT menegaskan bahwa pemerintah RRT berhak untuk melakukan reklamasi di beberapa pulau di wilayah Laut China Selatan. Pemerintah RRT menyatakan bahwa reklamasi itu dilakukan di pulau-pulau milik RRT dan tidak menjadikan negara lain sebagai sasaran67. Selain itu juga pemerintah RRT menyatakan bahwa pembangunan yang dilakukan di atas pulau buatan tersebut adil, wajar, dan sah, juga tidak mempengaruhi dan membidik negara lain dan tidak mempengaruhi kebebasan navigasi dan penerbangan di wilayah Laut China Selatan68.

67

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/09/150916_dunia_cina_lautcinaselatan, diakses pada tanggal 05 Desember 2015

68

http://news.okezone.com/read/2015/06/16/18/1166143/china-pembangunan-reklamasi-tanah-hampir-rampung, diakses pada tanggal 05 Desember 2015

Selain itu RRT juga menegaskan klaim nya di Laut China Selatan berdasarkan peta nine dash line. Peta ini pada awalnya menunjukkan sebelas garis putus-putus (eleven dash line) yang membentuk huruf U yang diterbitkan pada tahun 1947 oleh pemerintah Republik China untuk membenarkan klaim di Laut China Selatan. Kemudian setelah Partai Komunis Tiongkok mengambil alih daratan Tiongkok dan membentuk Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1949, jalur ini diadopsi dan direvisi menjadi sembilan garis putus-putus (nine dash line) pada tahun 1953. Kemudian pada tahun 2013 RRT menerbitkan sebuah peta baru dengan menambahkan garis kesepuluh di sebelah timur Taiwan sehingga peta yang baru menunjukkan sepuluh garis putus-putus (ten dash line)69.

Berikut ini adalah gambar peta eleven dash line dan nine dash line :

Gambar VI : Peta eleven dash line 1947

(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Nine-dash_line)

69

Gambar VII : Peta nine dash line

(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Nine-dash_line)

Jadi dapat disimpulkan bahwa reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan didasarkan pada alasan sejarah yang menurut RRT wilayah Laut China Selatan telah dikuasai oleh Dinasti Han sejak dulu, dan juga didasarkan pada peta eleven dash line tahun 1947 yang kemudian diubah menjadi

nine dash line tahun 1953 dan diubah lagi menjadi ten dash line pada tahun 2013.

C. Tindakan Republik Rakyat Tiongkok Dalam Mereklamasi Laut China Selatan Menurut Hukum Laut Internasional

Reklamasi yang dilakukan oleh Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di wilayah Laut China Selatan menimbulkan pertentangan dari negara-negara lain baik negara-negara di sekitar wilayah Laut China Selatan maupun negara-negara yang tidak berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. Berbagai alasan yang mendasari negara-negara tersebut dalam menentang reklamasi di Laut China Selatan. Ada negara yang menentang karena alasan politik yang berseberangan

dengan RRT, ada negara yang menentang dengan alasan bahwa negara tersebut lebih berhak menguasai Laut China Selatan dibanding RRT, ada juga negara yang menentang reklamasi tersebut dengan alasan bahwa RRT memang tidak berhak menguasai atau mereklamasi Laut China Selatan menurut hukum laut internasional. Oleh karena itu untuk mengetahui benar atau tidak reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan haruslah dikaji menurut hukum laut internasional yang berlaku.

Adapun hukum laut internasional yang dimaksud adalah Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 atau yang lebih dikenal dengan UNCLOS 1982. Selain UNCLOS 1982, masalah reklamasi ini juga perlu dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Declaration On The Conduct Of

Parties In The South China Sea (DOC) tahun 2002. Hal ini dikarenakan DOC

2002 merupakan suatu pedoman berperilaku bagi negara-negara ASEAN dan RRT di wilayah Laut China Selatan. Berdasarkan kedua sumber hukum tersebutlah akan dikaji benar atau tidak reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan tersebut.

UNCLOS 1982 merupakan himpunan aturan-aturan di bidang kelautan yang disetujui bersama oleh negara-negara dalam Konferensi PBB tentang Hukum Laut pada tahun 1982. UNCLOS 1982 menjadi pedoman dan patokan negara-negara di dunia dalam menguasai wilayah laut. Saat ini UNCLOS telah diratifikasi oleh 167 anggota, yang terdiri dari 166 negara anggota PBB dan negara-negara Uni Eropa. RRT juga termasuk di antara negara-negara yang telah meratifikasi UNCLOS 198270. Sebagai negara yang meratifikasi UNCLOS 1982

70

https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_parties_to_the_United_Nations_Convention_on_t he_Law_of_the_Sea, diakses pada tanggal 10 Desember 2015

sudah seharusnya RRT mematuhi dan mentaati aturan yang terdapat di didalam UNCLOS 1982.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Laut China Selatan merupakan laut setengah tertutup, yaitu laut yang dikelilingi oleh zee dua atau lebih negara. Di dalam UNCLOS 1982 dijelaskan bahwa bagi negara-negara yang berbatasan dengan laut setengah tertutup hendaknya bekerjasama satu sama lain dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Hal-hal yang harus dilakukan oleh negara-negara tersebut antara lain adalah71 :

a. mengkoordinasikan pengelolaan, konservasi, eksplorasi, dan eksploitasi sumber kekayaan hayati laut

b. mengkoordinasikan pelaksanaan hak dan kewajiban yang berhubungan dengan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan laut

c. mengkoordinasikan kebijaksanaan riset ilmiah dimana perlu mengadakan program bersama riset ilmiah di kawasannya

d. mengundang negara lain yang berminat atau organisasi internasional untuk bekerjasama dalam pelaksanaan lebih lanjut.

Dalam hubungannya dengan Laut China Selatan, sebenarnya kerjasama antara negara-negara yang berbatasan dengan Laut China Selatan telah sering dilakukan. Salah satu contoh kerjasamanya adalah dengan ditandatanganinya DOC pada tahun 2002. Namun bentuk kerjasama yang tertuang dalam DOC 2002 tersebut tidak berjalan lancar.

Reklamasi yang dilakukan RRT di Laut China Selatan melanggar ketentuan UNCLOS 1982 yang mengatur tentang ketentuan ketentuan laut

71

setengah tertutup. Reklamasi yang dilakukan oleh RRT merupakan reklamasi sepihak bukan sebagai bentuk kerjasama, ditambah dengan pernyataan RRT yang mengklaim berhak atas reklamasi di wilayah Laut China Selatan menunjukkan bahwa sikap RRT bertentangan dengan UNCLOS 1982.

UNCLOS 1982 menjelaskan bahwa suatu negara hanya dapat mengklaim wilayah laut sejauh 200 mil. Lebih dari 200 mil negara sudah tidak berhak lagi. Reklamasi yang dilakukan oleh RRT menjadi ilegal karena wilayah reklamasi yang dilakukan RRT sudah melebihi batas 200 mil dan tidak termasuk dalam wilayah zee RRT. Reklamasi yang dilakukan oleh RRT dimungkinkan apabila reklamasi tersebut dilakukan di wilayah zee RRT. Sebagaimana dijelaskan dalam UNCLOS 1982 bahwa negara pantai mempunya hak eksklusif untuk membangun dan mengatur pembangunan pulau buatan72.

Di dalam UNCLOS 1982 Pasal 21 dijelaskan bahwa zona maritim dapat memperpanjang wilayahnya tidak hanya dari tanah utama wilayah negara pantai, tetapi juga dari setiap pulau yang berada di wilayah kedaulatannya. Sebuah pulau didefinisikan sebagai "daratan yang terbentuk secara alami dari tanah, dikelilingi oleh air, yang berada di atas air pada saat pasang." Namun, "batu karang yang tidak dapat mendukung tempat tinggal manusia atau kehidupan ekonomi tersendiri" adalah berhak hanya untuk 12 mil laut teritorial, bukan zee atau landas kontinen. Ketinggian yang terendam saat pasang tinggi dan pulau buatan tidak menetapkan hak-hak di perairan yang berdekatan73. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pulau-pulau karang yang terdapat di wilayah Laut China Selatan tidak dapat menjadi dasar bagi RRT untuk mengklaim wilayah Laut China

72

UNCLOS 1982 Pasal 60

73

Ben Dolven et.all., Chinese Land Reclamation in the South China Sea: Implications

Selatan. Dan pulau buatan yang dibangun RRT di daratan hasil reklamasi Laut China Selatan juga tidak dapat menjadi dasar bagi RRT untuk mengklaim wilayah Laut China Selatan. Alasannya karena pulau buatan yang dibangun RRT tidak berada di wilayah zee RRT, melainkan tumpang tindih dengan zee negara lain. Selain itu juga karena menurut UNCLOS 1982, pulau buatan tidak mempunyai status pulau, dan kehadirannya tidak akan mempengaruhi penetapan batas laut teritorial, zee, atau landas kontinen dari negara yang membangun pulau buatan tersebut74.

Pembangunan sebuah pulau buatan mungkin menimbulkan pertanyaan hukum jika itu terjadi dalam ZEE negara lain. Sebaliknya, reklamasi yang dilakukan di laut lepas diperbolehkan di bawah UNCLOS 1982. Akibatnya, diperbolehkannya kegiatan reklamasi RRT tergantung pada batas zona antara negara-negara sekitarnya. RRT mengklaim kedaulatan atas Taiwan tanpa mengendalikannya, dan Taiwan menempati Itu Aba, yang merupakan pulau

Dokumen terkait