HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Diameter Batang
4. Tinggi Tanaman 5 MST
Pengaruh Ketinggian Sumber Air
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 12 dapat dilihat bahwa perlakuan
ketinggian air memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman
pada 5 MST.
Hasil uji Duncan pengaruh ketinggian sumber air terhadap tinggi tanaman
pada 5 MST untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 13. Sedangkan
Gambar 13. Pengaruh ketinggian sumber air terhadap tinggi tanaman pada 5 MST Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman terbesar pada T2 dengan nilai 219.40 cm dan tinggi tanaman terendah pada T1 dengan nilai 153.3 cm..
Pengaruh Jarak Tanam
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 12 dapat dilihat bahwa perlakuan
jarak tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman
pada 5 MST.
Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman pada 5 MST
untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 13. Sedangkan garis regresi
Gambar 14. Pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman pada 5 MST Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman yang terbesar terdapat
pada D1 dengan nilai 201.4 cm, sedangkan yang terendah pada D2 dengan nilai 171.3 cm.
Pengaruh Panjang Selang Infus
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 12 dapat dilihat bahwa perlakuan
panjang selang infus memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi
tanaman pada 5 MST.
Hasil uji Duncan pengaruh panjang selang infus terhadap tinggi tanaman
pada 5 MST untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 13. Sedangkan
Gambar 15. Pengaruh panjang selang infus terhadap tinggi tanaman pada 5 MST Dari Gambar 15 dapat dilihat tinggi tanaman pada 5 MST yang terbesar
terdapat pada P2 dengan nilai 192.1 cm dan yang terkecil pada P1 dengan nilai 180.6 cm.
Pengaruh Interaksi Ketinggian Sumber Air, Jarak Tanam dan Panjang Selang Infus
Pada analisa sidik ragam Lampiran 12 dapat dilihat bahwa interaksi
perlakuan ketinggian sumber air, jarak tanam dan panjang selang infus
berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 5 MST. Demikian juga
dengan interaksi antara ketinggian sumber air dengan jarak tanam dan interaksi
antara ketinggian sumber air dengan panjang selang infus. Sedangkan pengaruh
interaksi yang tidak nyata hanya terdapat pada interaksi antara jarak tanam dengan
panjang selang infus.
Pengaruh interaksi ketinggian sumber air, jarak tanam dan panjang selang
Gambar 16. Pengaruh interaksi ketinggian sumber air, jarak tanam dan panjang Selang infus terhadap diameter batang pada 5 MST
Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman semakin besar seiring
dengan pertambahan ketinggian sumber air pada semua perlakuan.
Produktivitas Buah
Pengaruh Ketinggian Sumber Air
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 14 dapat dilihat bahwa perlakuan
ketinggian air memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap produktivitas
buah rata-rata.
Hasil uji Duncan pengaruh ketinggian sumber air terhadap produktivitas
buah untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 15. Sedangkan garis
Gambar 17. Pengaruh ketinggian sumber air terhadap produktivitas buah Dari Gambar 17 di atas dapat dilihat bahwa produktivitas buah yang
terbesar diperoleh dari perlakuan ketinggian sumber air 2 meter dengan nilai
215.05 gram. Sedangkan yang terendah dari ketinggian sumber air 1 meter yaitu
dengan nilai 155.616 gram. Terlihat bahwa faktor ketinggian sumber air
memberikan hasil yang berbeda juga pada hasil buah mentimun.
Pengaruh Jarak Tanam
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 14 dapat dilihat bahwa perlakuan
jarak tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap produktivitas buah
rata-rata.
Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam terhadap produktivitas buah untuk
tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 15. Sedangkan garis regresi yang
Gambar 18. Pengaruh jarak tanam terhadap produktivitas buah
Dari Gambar 18 diperoleh bahwa produktivitas buah yang terbesar diperoleh
dari jarak tanam 40 cm sebesar 207.7 gram. Sedangkan yang terendah diperoleh
dari jarak tanam 20 cm dengan nilai 162.96 gram. Faktor jarak tanam memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap produktivitas buah yang dihasilkan oleh tanaman
mentimun.
Pengaruh Panjang Selang Infus
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 14 dapat dilihat bahwa perlakuan
panjang selang infus memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
produktivitas buah rata-rata.
Hasil uji Duncan pengaruh panjang selang infus terhadap produktivitas buah
untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 15. Sedangkan garis regresi
Gambar 19. Pengaruh ketinggian sumber air terhadap produktivitas buah Dari Gambar 19 dapat dilihat bahwa produktivitas buah terbesar diperoleh
dari faktor panjang selang infus 75 cm yaitu sebesar 191.91 gram. Sedangkan
yang terendah diperoleh dari panjang selang infus 150 cm. Faktor panjang selang
infus memberikan pengaruh juga terhadap produktivitas buah.
Pengaruh Interaksi Ketinggian Sumber Air, Jarak Tanam dan Panjang Selang Infus
Pada analisa sidik ragam Lampiran 15 dapat dilihat bahwa interaksi
perlakuan ketinggian sumber air, jarak tanam dan panjang selang infus
berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas buah rata-rata. Demikian juga
interaksi antara tinggi sumber air dengan jarak tanam memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap produktivitas buah rata-rata. Sedangkan interaksi tinggi
sumber air dan panjang selang infus memberikan pengaruh tidak nyata, lain
halnya dengan interaksi jarak tanam dengan panjang selang infus yang
memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap produktivitas buah rata-rata.
Pengaruh interaksi ketinggian sumber air, jarak tanam dan panjang selang
Gambar 20. Pengaruh interaksi ketinggian sumber air, jarak tanam dan panjang selang infus terhadap produktivitas buah
Dari Gambar 20 di atas dapat dilihat bahwa produktivitas buah meningkat
seiring dengan meningkatnya ketinggian sumber air.
Debit Air Keluar Rata-rata
Debit adalah banyaknya volume air yang tertampung atau mengalir per
satuan waktu. Debit untuk irigasi tetes tergantung dari jenis tanah dan tanaman
(Keller dan Bliesner, 1990). Debit air keluar rata-rata dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (1).
Pada penelitian ini debit yang ditampung dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu
pada hari pertama, hari kedua dan hari ketiga. Besarnya debit tertampung dapat
Tabel 4. Volume air tertampung selama 1 jam pada hari pertama
Perlakuan Volume pada lateral selama 1 jam (ml) Qa (ml/jam) L1 L2 L3 T1D1P1 38.2 39.2 38.6 522 T1D2P1 26.3 27.4 26.8 805 T1D1P2 34.3 35.2 34.8 580 T1D2P2 29.3 29.9 29.5 887 T2D1P1 59.6 62.4 61.6 918 T2D2P1 43.6 44.1 43.9 1316 T2D1P2 67.4 70.6 68.6 1033 T2D2P2 47.5 49.3 48.2 1450
Dari data volume air tertampung selama 1 jam pada tabel di atas dapat
dilihat bahwa volume air tertampung yang paling besar diperoleh dari perlakuan
T2D1P2 pada L2 yaitu 70.6 ml, dengan debit air keluar rata-rata sebesar 1033 ml/jam. Sedangkan volume air tertampung yang paling kecil diperoleh dari
perlakuan T1D2P1 pada L1 yaitu 26.3 ml, dengan debit air keluar rata-rata 805 ml/jam.
Data debit air keluar rata-rata yang terbesar diperoleh dari perlakuan T2D2P2 sebesar 1450 ml/jam, sedangkan yang paling kecil pada perlakuan T1D1P1 dengan nilai 522 ml/jam.
Pada perlakuan faktor ketinggian sumber air 2 meter nilai Qa yang paling
besar diperoleh dari perlakuan T2D2P2 sebesar 1450 ml/jam, sedangkan yang paling kecil pada perlakuan T2D1P1 918 ml/jam. Hasil yang diperoleh sesuai juga dengan faktor ketinggian 1 meter, dimana diperoleh nilai Qa yang paling besar
pada perlakuan T1D2P2 dengan nilai 887 ml/jam dan yang terkecil pada perlakuan T1D1P1 dengan nilai 522 ml/jam.
Tabel 5. Volume air tertampung selama 1 jam pada hari kedua
Perlakuan Volume pada lateral selama 1 jam (ml) Qa (ml/jam) L1 L2 L3 T1D1P1 36.0 37.2 36.6 477 T1D2P1 24.3 25.4 24.8 745 T1D1P2 31.4 32.2 31.8 549 T1D2P2 36.0 37.2 36.6 797 T2D1P1 57.4 60.4 59.6 887 T2D2P1 41.6 42.1 41.9 1256 T2D1P2 64.4 67.6 65.6 988 T2D2P2 44.4 46.3 45.2 1359
Dari data volume air tertampung pada hari kedua selama 1 jam pada tabel
di atas dapat dilihat bahwa volume air tertampung yang paling besar diperoleh
dari perlakuan T2D1P2 pada L2 yaitu 67.6 ml, dengan debit air keluar rata-rata sebesar 988 ml/jam. Sedangkan volume air tertampung yang paling kecil
diperoleh dari perlakuan T1D2P1 pada L1 yaitu 24.3 ml, dengan debit air keluar rata-rata 745 ml/jam.
Data debit air keluar rata-rata yang terbesar diperoleh dari perlakuan
T2D2P2 sebesar 1359 ml/jam, sedangkan yang paling kecil pada perlakuan T1D1P1 dengan nilai 447 ml/jam.
Pada perlakuan faktor ketinggian sumber air 2 meter nilai Qa yang paling
besar diperoleh dari perlakuan T2D2P2 sebesar 1359 ml/jam, sedangkan yang paling kecil pada perlakuan T2D1P1 887 ml/jam. Hasil yang diperoleh sesuai juga dengan faktor ketinggian 1 meter, dimana diperoleh nilai Qa yang paling besar
pada perlakuan T1D2P2 dengan nilai 797 ml/jam dan yang terkecil pada perlakuan T1D1P1 dengan nilai 447 ml/jam.
Tabel 6. Volume air tertampung selama 1 jam pada hari ketiga
Perlakuan Volume pada lateral selama 1 jam (ml) Qa (ml/jam) L1 L2 L3 T1D1P1 34.0 35.2 34.6 447 T1D2P1 21.4 22.4 21.8 656 T1D1P2 32.0 33.2 32.6 489 T1D2P2 24.3 24.9 24.5 737 T2D1P1 55.8 58.4 57.6 859 T2D2P1 38.7 39.1 38.9 1167 T2D1P2 61.4 64.6 62.6 943 T2D2P2 42.4 44.3 43.2 1299
Dari data volume air tertampung pada hari ketiga selama 1 jam pada tabel
di atas dapat dilihat bahwa volume air tertampung yang paling besar diperoleh
dari perlakuan T2D1P2 pada L2 yaitu 64.6 ml, dengan debit air keluar rata-rata sebesar 943 ml/jam. Sedangkan volume air tertampung yang paling kecil
diperoleh dari perlakuan T1D2P1 pada L1 yaitu 21.4 ml, dengan debit air keluar rata-rata 656 ml/jam.
Data debit air keluar rata-rata yang terbesar diperoleh dari perlakuan
T2D2P2 sebesar 1299 ml/jam, sedangkan yang paling kecil pada perlakuan T1D1P1 dengan nilai 477 ml/jam.
Pada perlakuan faktor ketinggian sumber air 2 meter nilai Qa yang paling
besar diperoleh dari perlakuan T2D2P2 sebesar 1299 ml/jam, sedangkan yang paling kecil pada perlakuan T2D1P1 859 ml/jam. Hasil yang diperoleh sesuai juga dengan faktor ketinggian 1 meter, dimana diperoleh nilai Qa yang paling besar
pada perlakuan T1D2P2 dengan nilai 737 ml/jam dan yang terkecil pada perlakuan T1D1P1 dengan nilai 477 ml/jam.
Dari data volume air tertampung pada hari kedua selama 1 jam diperoleh
dengan volume air tertampung pada hari pertama. Hal ini karena air yang terdapat
pada drum akan semakin berkurang, dengan berkurangnya volume drum maka
debit yang dihasilkan akan cenderung berkurang juga.
Hasil pengamatan pada hari ketiga sebanding dengan pengamatan pada
hari kedua. Dari semua hasil pengamatan dapat dilihat bahwa debit air keluar
rata-rata yang terbesar diperoleh dari perlakuan dengan tinggi sumber air 2 meter. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Erizal (2003) yang menyatakan bahwa semakin
besar tinggi air penampungan akan semakin tinggi pula tekanan, oleh karena
tekanan berpengaruh pada debit emiter.
Dari data pada tabel di atas dapat dilihat debit keluaran emiter yang
terbesar terjadi pada awal penyiraman air irigasi. Semakin lama air yang
dialirkan/diteteskan, semakin kecil debit yang dihasilkan, hal ini dikarenakan
semakin sedikit ketersediaan sumber air yang berada di dalam tabung (sumber air)
maka tekanan yang dihasilkan juga akan semakin kecil. Debit yang dihasilkan tiap
jamnya relatif sama, namun pada saluran irigasi tetes, debit paling besar terjadi
pada emiter yang berada di tengah tiap-tiap lateral, sedangkan debit terkecil
terjadi pada emiter akhir dari tiap-tiap lateral.
Keseragaman Air Irigasi
Dalam budidaya tanaman secara hidroponik keseragaman air sangat penting
untuk diperhatikan. Nilai keseragaman irigasi diperoleh dengan menghitung nilai
koefisien keseragaman irigasi (CU/Coefficient Uniformity) dengan menggunakan
persamaan (2).
Besarnya nilai keseragaman debit emiter disajikan pada Tabel 1 di bawah
Tabel 7. Nilai Keseragaman Debit Emiter Hari T1D1P1 T1D2P1 T1D1P2 T1D2P2 T2D1P1 T2D2P1 T2D1P2 T2D2P2 I 95.79% 93.94% 95.06% 94.12% 92.99% 96.40% 97.75% 95.42% II 95.78% 93.26% 95.14% 93.77% 92.88% 96.26% 98.34% 95.03% III 95.54% 92.29% 95.14% 93.18% 92.36% 96.19% 98.26% 94.96% Rata-rata 95.70% 93.16% 95.11% 93.69% 92.74% 96.28% 98.12% 95.14%
Dari data yang disajikan di atas dapat dilihat keseragaman debit emiter yang
paling tinggi terdapat pada perlakuan T2D1P2 sebesar 98.12%, sedangkan yang terendah pada perlakuan T2D1P1 yaitu sebesar 92.74%. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa keseragaman debit emiter dari semua perlakuan berada
di atas 90%, yang berarti nilai keseragaman debit keluaran emiter sudah
memenuhi standar keseragaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sapei (2003) ),
besarnya nilai keseragaman irigasi tetes haruslah lebih besar dari 90%. Hal ini
menunjukkan bahwa jaringan irigasi tetes mampu mendistribusikan air yang
cukup merata pada tiap-tiap emiter dalam setiap perlakuan. Namun apabila nilai
keseragaman irigasi tetes tidak mencapai 90%, maka jaringan irigasi tetes dinilai
tidak layak, karena pendistribusian air tidak merata yang pada akhirnya akan