• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2.6. Tingkat Inflasi…

Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Adapun pengertian dari itu sendiri adalah suatu keadaan yang mengindentifikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2000: 5).

Menurut Boediono (1996: 161)inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menarik secara umum dan terus-menerus.

Pengertian inflasi menurut Gunawan 91991: 3) mencakup tiga aspek yaitu: 1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkatkan, yang berarti

bidang dengan sebelumnya, tapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat.

2. Peningkatan tersebut berlangsung terus-menerus, yang berarti bukan terjadi pada suatu wilayah saja, yakni akibatnya adalah kenaikkan harga bahan bakar minyak pada awal tahun.

3. Mencakup pengertian tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada suatu komoditi atau beberapa komoditi saja. Jadi inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga

secara tajam yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai uang turun secara tujuan pula sebanding dengan kenaikan harga tersebut.

2.2.6.2 Macam – macam inflasi

Inflasi dibedakan menjadi berbagai jenis berdasarkan keadaan yang terjadi saat inflasi tersebut berlangsung, yaitu:

1. Berdasarkan bobot inflasi:

a. Inflasi ringan disebut juga creeping inflation. Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada posisi satu digit atau dibawah 10% pertahun.

b. Inflasi sedang

Inflasi sedang adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada di antara 10 – 30 % per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengecam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

c. Inflasi berat

Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30 – 100% per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai oleh negara.

d. Inflasi sangat berat

Inflasi sangat berat yang juga disebut hyper inflation adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100% per tahun. (Khalwaty, 2000:34-35). 2. Berdasarkan sebabnya:

a. Demand Pull Inflation

Demand pull inflation terjadi karena adanya kenaikan permintaan agresif selain dapat menaikkan harga-harga juga dapat meningkatkan produksi. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka

kenaikan permintaan tidak lagi mendorong output (produksi) tetapi hanya mendorong kenaikan harga saja.

b. Cosh Push Inflation

Pada kondisi cosh push inflation tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan. Ini terjadi karena adanya perbandingan dengan tingkat permintaan. Ini terjadi karena adanya kenaikan harga faktor produksi, sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu. Penawaran total terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan tersebut berlangsung lama, maka terjadilah inflasi.

3. Berdasarkan Asalnya:

a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic Inflation)

Defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan semakin mahal.

b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (Imported Inflation)

Inflasi yang timbul karena adanya kenaikan harga-harga diluar negeri atau di negara-negara langganan berdagang kita. (Boediono, 1996: 164).

2.2.6.3. Dampak Inflasi

Dampak dari inflasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Equity Efect

Equity Effect adalah inflasi terhadap pendapatn. Dampak inflasi terhadap pendapatan bersifat tidak merata, ada yang mengalami kerugian terutama

mereka yang berpenghasilan tetap dan ada pula kelompok yang mengalami keuntungan dengan adanya inflasi.

2. Efficiency Effect

Inflasi selain berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat dan rumah tangga perusahaan karena lemahnya daya beli masyarakat, juga berpengaruh terhadap biaya produksi. Harga-harga faktor produksi akan terus meningkat, sehingga dapat mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi, perubahan tersebut dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagi macam barang yang selanjutnya mendorong perubahan pola alokasi faktor-faktor produksi barang-barang tersebut menjadi lebih efisien. (Khalwaty, 2000: 53 – 54).

2.2.6.4. Cara Mencegah Inflasi

Cara mencegah inflasi dapat dilakukan melalui beberapa kebijaksanaan, antara lain:

1. Kebijaksanaan Moneter

Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar. Uang giral sebagai salah satu komponen jumlah uang diatur oleh Bank Sentral melalui cadangan minimum yang dinaikkan agar jumlah uang yang menjadi lebih kecil, sehingga dapat menekan laju inflasi.

2. Kebijaksanaan Fiskal

Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi

harga. Kebijakan fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.

3. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan output

Kenaikan jumlah output dapat dicapai dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk, sehingga impor barang cenderung meningkat, dengan demikian kenaikan output ini dapat memperkecil laju inflasi.

4. Kebijaksanaan penentuan harga dan indexing

Kebijaksanaan ini dilakukan dengan ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji atau upah (dengan demikian, gaji atau upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik, maka gaji atau upah juga naik. (Nipirin, 2003: 34 – 35).

2.2.6.5. Hubungan Inflasi dengan Tenaga Kerja

Analisis ortodoks tentang inflasi ini nampaknya cukup memberikan gambaran menyeluruh tentang sebab-sebab terjadinya inflasi dan pengaruhnya pada tingkat harga dan tingkat output, yang merupakan variabel ekonomi makro utama disamping tingkat pengangguran (unemployment) tetapi secara tidak langsung memperlihatkan hubungan antara inflasi dengan tingkat unemployment dalam perekonomian. A.W. Philips mencoba menerangkan adanya trade off antara inflasi dengan tingkat unemployment di dalam perekonomian lewat kurva yang sering disebut sebagai kurva Philips. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui kurva di bawah ini.

Gambar 2.7: Kurva Phlips Laju inflasi (%)

Kurva Philips menggambarkan tingkat unemployment pada sumbu horizontal dan laju inflasi pada sumbu vertikal, serta mempunyai bentuk downward sloping. Nampak adanya trade off antara laju inflasi dengan tingkat unemployment. Penekanan tingkat pengangguran dengan meningkatkan aggregate demand akan dapat menyebabkan naiknya laju inflasi dan sebaliknya.

U2 U1 0 P1 P2 KP Tingkat unemployment (%)

Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini berbagai faktor yang diteliti di duga berpengaruh terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Timur yaitu Jumlah Industri, Pertumbuhan PDRB, Produktivitas tenaga Kerja, dan Tingkat Inflasi.

Penyerapan tenaga kerja ini memiliki peranan besar dalam perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari kelangsungan industri kecil atau yang tidak terganggu akibat krisis ekonomi, namun pengusaha atau industri kecil mengalami persoalan kritis dari permodalannya yang sangat terbatas. Jika penyerapan tenaga kerja hendak ditingkatkan secara lebih baik maka pemberian sistem diperlukan sehingga kegiatan dari industri kecil dapat bersaing dengan industri besar.

Apabila jumlah industri (X1) mengalami kenaikan maka lapangan kerja akan mengalami peningkatan juga, karena yang semula pemilik usaha sulit mengembangkan usahanya karena rendahnya modal usaha dan dengan adanya peningkatan jumlah industri maka akan meningkatkan hasil penyerapan tenaga kerja.

PDRB (X2) merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Karena apabila PDRB merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit industri. Jadi, apabila PDRB meningkat maka daya beli akan meningkat dan penyerapan tenaga kerja mengalami penignkatan.

Produktivitas tenaga kerja (X3) merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang

digunakan persatuan waktu. Apabila produktivitas kerja meningkat maka akan menambah nilai produksi dan tingkat efisiensi dalam penggunaan input sehingga hasil produksi juga akan meningkat, ini menyebabkan bertambahnya keuntungan perusahaan (tanpa mengurangi nilai hasil produksi dari sisi kualitas dan kuantitas maka hasil produksi semakin baik dan menguntungkan), dengan bertambahnya keuntungan tersebut memungkinkan pengusaha akan menambah tenaga kerja.

Inflasi sebagai variabel (X4) merupakan kenaikan harga barang-barang secara umum dalam satu periode dan cenderung berlangsung secara terus menerus. Jika inflasi mengalami penurunan, maka permintaan barang dipasar akan meningkat, sehingga secara tidak langsung perusahaan atau industri akan meningkatkan produksinya.

2.4. Paradigma

2.4. Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih belum teruji kebenarannya berdasarkan fakta-fakta yang ada. Hipotesis akan ditolak jika memang salah satu akan diterima jika fakta-faktanya benar.

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka,hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Simultan : bahwa ada pengaruh antara variabel Jumlah Industri, Pertumbuhan PDRB, Produktivitas Tenga Kerja, dan Tingkat Inflasi terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman di Surabaya, secara simultan.

Produktivitas Tenaga Kerja (X3) Inflasi (X4) Keuntungan Perusahaan Makanan dan Minuman Produksi Tenaga Kerja Yang Terserap (Y) Jumlah Industri Makanan dan minuman (X1) Permintaan Tenaga Kerja Daya Beli Masyarakat Tingkat Pertumbuhan PDRB (X2)

2. Secara Parsial : ada pengaruh antara variabel Jumlah Industri, Pertumbuhan PDRB, Produktivitas Tenga Kerja, dan Tingkat Inflasi terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman di Surabaya, secara parsial.

Dokumen terkait