• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Keberhasilan Hakim Dalam Mediasi Sengketa Perceraian

PERCERAIAN A. Upaya Hakim Dalam Mendamaikan Para Pihak

C. Tingkat Keberhasilan Hakim Dalam Mediasi Sengketa Perceraian

Publikasi terakhir yang dilansir oleh Badilag.net tentang tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama, yang nota-bene penerap hukum Islam, sangat jauh dari yang diharapkan. Padahal, baik kalangan akademisi maupun praktisi hukum Islam telah mengakui bahwa substansi mediasi tersebut adalah berasal dan milik hukum Islam. Kurang dari 10 % perkara-perkara perdata yang diterima di Pengadilan Agama dapat diselesaikan melalui mediasi. Kenyataan itu telah memicu munculnya pertanyaan, apakah informasi tersebut benar dan apa tolok ukur penilaian terhadap keberhasilan mediasi tersebut? Berdasarkan hal itu, maka perlu dirumuskan tolok ukur keberhasilan mediasi sebagai langkah untuk mengetahui prosentase tingkat keberhasilan mediasi

75

secara kuantitatif dan untuk mengukur efektivitas pelaksanaan mediasi dalam rangka penyelesaian sengketa non litigasi secara kualitatif, agar diketahui berbagai permasalahan yang muncul dalam praktek mediasi di pengadilan, sehingga akhirnya dapat dirumuskan langkah-langkah efektif pemecahannya.

Dalam menghitung prosentase keberhasilan mediasi, perlu digariskan secara tegas hasil tersebut apakah prosentase dari jumlah seluruh perkara yang masuk atau hanya dari jumlah perkara yang melalui tahapan mediasi. Selanjutnya bagaimana pula penghitungan prosentase keberhasilan mediasi dalam perkara-perkara kumulasi. Semestinya penghitungan prosentase keberhasilan mediasi dalam perkara kumulasi perlu diklasifikasikan antara perkara pokok dan accessoire. Demikian pula halnya dengan perkara yang terdapat tuntutan balik (rekonvensi), karena dalam perkara kumulasi dan rekonvensi objek sengketa tersebut telah berbeda, meskipun nomor perkara dan proses pemeriksaannya disatukan dengan tujuan efektifitas, sinkronisasi dan efisiensi.

Alasan utama yang mendasari terjadinya hal ini adalah karena hampir 90 % sengketa yang diselesaikan di Pengadilan Agama merupakan perkara perceraian. Perkara perceraian adalah masalah hati, masalah hati sangat berkaitan dengan harga diri, martabat dan kehormatan keluarga besar masing-masing dan sebagainya, sehingga sulit didamaikan melalui proses mediasi. Kultur masyarakat Indonesia pada umumnya belum akan datang ke pengadilan untuk mengurus perceraian, kecuali setelah perselisihan di antara mereka tersebut mencapai titik puncak. Dalam kondisi itu, mediator di pengadilan terbukti sangat

sulit menyelesaikan permasalahan yang sudah sedemikian rumit. Namun demikian, keterbatasan dalam memediasi perkara perkara perceraian mestinya tidak mempengaruhi semangat untuk memediasi perkara-perkara lain di luar perceraian.

Jumlah perkara gugatan yang diterima tahun 2013 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah sebanyak 1173 perkara. Seluruhnya melalui proses mediasi, sebab, proses ini harus dilalui setiap orang yang berperkara di Pengadilan Agama. Sedangkn yang berhasil pada proses mediasi hanya 53 sedangkan sisanya 1120 tidak berhasil diselesaikan dengan proses mediasi. Hal ini menunjukkan bahwa mediasi di Pengadilan Agama pada tahun 2013 tidak berhasil.

N O

BULAN MEDIASI JUMLAH

Berhasil % Berhasil Gagal % Gagal

1. Januari 6 4,61% 124 95,3 % 130 2. Februari 11 10.8 % 90 89,1 % 101 3. Maret 5 4,8 % 99 95,1 % 104 4. April 10 9,17 % 99 90,8 % 109 5. Mei 5 4,2 % 114 95,7 % 119 6. Juni 9 9,4 % 86 95,52 % 95 7. Juli 5 6,09 % 77 93,9 % 82 8. Agustus 0 0 % 40 100 % 40

77 9. September 0 0 % 104 100 % 104 10. Oktober 1 1,05 % 94 98,9 % 95 11. Nopember 0 0 % 92 100 % 92 12. Desember 1 0,98 % 101 99,01 % 102 JUMLAH 53 4,51 % 1120 95,48 % 1173

Data di atas memperlihatkan bahwa mediasi yang dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta selatan tidak efektif, bahkan pada bulan Agustus, September dan November tidak ada mediasi yang berhasil dilakukan. Secara keseluruhan hanya 4,51 % yang berhasil dilakukan mediasi. Sedangkan 95,48 % dari perkara yang dimediasi tidak berhasil dilakukan.

Faktor penyebab tidak berhasilnya mediasi yang dilakukan oleh Pengadilan Agama diidenfikasi sebagai berikut:

1. Aspek Mediator

Keberhasilan mediasi dilihat dari aspek mediator dapat didentifikasi dari adanya kegigihan mediator untuk merealisasikan keberhasilan mediasi dan kemampuan/skill dan penguasaan mediator terhadap teknik mediasi. 2. Aspek Perkara

Keberhasilan mediasi dari aspek perkara dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik perkara yang melatarbelakanginya. Keberhasilan mediasi tidak dapat digenelarisir. Setiap perkara yang dilatarbelakangi oleh

cemburu misalnya, potensi keberhasilannya tinggi, sebaliknya tidak selalu perkara yang dilatarbelakangi oleh cemburu berhasil. Sama halnya dengan perkara KDRT yang dimediasi acapkali gagal, tetapi tidak selalu perkara perceraian yang dilatarbelakangi KDRT gagal sebab adakalanya berhasil. Keberhasilan dan kegagalan suatu perkara lebih tepat dipandang sebagai pengalaman mediasi pada setiap pengadilan.

Karakteristik perkara perceraian yang dimediasi berhasil diantaranya perkara yang diajukan ke pengadilan tetapi para pihak belum matang membicarakannya, atau motivasi ke pengadilan dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kepada salah satu pihak, perkara yang dilatarbelakangi oleh cemburu, nafkah, salah satu pihak menjadi pemabuk, tidak terbuka masalah keuangan dan tersinggung oleh salah satu pihak yang berulang-ulang.

3. Aspek para pihak

Faktor keberhasilan mediasi dari aspek para pihak, yaitu usia perkawinan, tingkat kerumitan perkara yang dihadapi oleh para pihak, para pihak memiliki i’tikad baik untuk mengakhiri sengketa melalui mediasi dan para pihak memiliki kesadaran untuk berdamai dan menyadari kekeliruannya.

79

Di Pengadilan Agama Ciamis, Bandung dan Depok ruang mediasi tersedia dengan memadai. Hal ini dapat ikut membantu proses keberhasilan mediasi.

Setelah melakukan pembahasan dan penelitian terkait dengan efektifitas hakim dalam melakukan media dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pertama, proses mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan melewati beberapa tahap. Pertama, tahap pramediasi, pembentukan forum, pendalaman masalah, penyelesaian akhi dan penentuan hasil kesepakatan, kesepakatan di luar pengadilan, keterlibatan ahli dalam proses mediasi, dan berakhirnya proses mediasi, sehingga dapat dilakukan eksekusi serta upaya hukum.

Kedua, bahwa upaya yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Agama belum mampu untuk menciptakan mediasi yang efektif, hal ini terlihat dari segi keberhasilannya yang hanya 4,51% dari 1173 kasus yang ditangani di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

B. Saran-saran

Selanjutnya untuk kepentingan pelaporan dan evaluasi tentang efektivitas mediasi di Pengadilan Agama, perlu dirumuskan sistem pelaporan tersendiri untuk perkara-perkara kumulasi dan rekonvensi. Meskipun mediasi dalam perkara pokok gagal, tetapi terhadap objek perkara yang menjadi accessoire-nya berhasil, maka perlu dilaporkan tentang keberhasilan tersebut dalam laporan tersendiri.

81

Selain itu perlu juga penguatan dalam bidang keahlian dan penekanan kepada masyarakat akan pentingnya proses mediasi dalam mengambil putusan. Hal ini diwujudkan dengan cara meningkatkan keahlian mediator hakim pengadilan agama. Selain itu diperlukan juga hukum acara yang lebih efektif khusunya terkait dengan pemanggilan para pihak.

Abubakar, Zainal Abidin. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan. Jakarta: Yayasan Al Hikmah, tt.

Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia). Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999

Amrullah et.al. (ed), Prospek Hukum Islam Dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasioal di Indonesia, Jakarta: PP. IKAHA, 1994.

Anshori, Abdul Ghofur. Peradilan Agama di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, Cetakan 1. Yogyakarta: UII Press, 2007.

Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Djalil, Abdul Basiq. Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta: Kencana 2006 ASA, “Sejarah Peradilan Agama”, serial Media Dakwah, Jakarta, Agustus, 1989. Depatemen Agama RI, Sketsa Peradilan Agama. Jakarta: Departemen Agama RI,

2000.

DIBINBAPERA, Mimbar Hukum No.39 Tahun VIII. Jakarta: Alhikmah, 1997. Echols, John dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cet. ke xxv. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase). Jakarta: PT. Gramedai Pustaka Utama, 2001. Evi, Sofiah. “Putusan Perdamaian dan Penerapannya di PA”, Jaih Mubarok (ed.),

Peradilan Agama di Indonesia. Bandung: Pustaka Bani Quraisy,2004.

Fuady, Munir. Arbitrase Nasional: Alternative Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005.

H. A.Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004.

Hamimi, Taufiq. “Ikhtisar Sejarah Peradilan Agama di Indonesia”, dalam Mimbar Hukum, No. 59 Thn. XIV, 2003.

Harahap, M Yahya. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun 1989. Jakarta: Pustaka Kartini, 1997.

Harahap, M. Yahya, “Tinjauan Sistem Peradilan”, dalam Mediasi dan Perdamaian Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2004.

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata (Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan). Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Harahap, Yahya. Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun 1989. Jakarta: Pustaka Kartini, 1993.

http://pa-jakartaselatan.go.id/vx/en/features/2012-01-17-02-53-24/struktur-organisasi http://www.badilag.net/component/content/arti

Junaidi, Akhmad Arif. Mediasi Dalam Perundang-undangan di Indonesia. Semarang: WMC, 2007.

Mahkamah Agung RI, Mediasi dan Perdamaian, mimeo, tt: tp, 2004. Majalah Hukum Varia Peradilan No. 248 juli 2006.

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdatta, edisi VI. Yogyakarta: Liberty, 2002. Mimbar Hukum No. 59 Tahun XIV 2003

Mimbar Hukum, Nomor 63 Thn. XV, Edisi Maret-April 2004, h.28. Perma Nomor. 1 Tahun 2008

WMC, 2007.

Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah, Juz III. Beirut:Dara al Fikr, 1977.

Simorangkir, dkk, Kamus Hukum, Cet ke 8. Jakarta : Sinar Grafika, 2004.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ke-3.. Jakarta: UI Press, 1986.

Subekti & Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita, 1985.

Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & arbiterase proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000.

Tim Penulis, Buku Komentatir Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, Mahkamah Agung. Jakarta: JICA, 2008.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2000.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Pasal 54.

Usman, Rachmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.