• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Tingkat Kelestarian dan Kerusakan

Tingkat kelestarian dan kerusakan yang digambarkan berdasarkan kondisi tegakan selama periode 1975-2007 digunakan dalam memprediksi luas suatu kelas umur yang beralih menjadi kelas umur berikutnya ataupun yang rusak menjadi tanah kosong, tanaman jati bertumbuhan kurang, dan miskin riap.

Berdasarkan struktur kelas hutan dari tahun 1975 sampai 2007 dapat dihitung besarnya tingkat kelestarian dan kerusakan kelas hutan KPH Bojonegoro seperti tertera pada Tabel 2. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kerusakan terbesar terdapat pada kondisi III-IV dan IV-V. Hal ini disebabkan karena kondisi hutan pada saat itu merupakan kondisi hutan setelah masa reformasi atau kondisi terburuk dengan laju kerusakan terbesar dan tidak terkendali. Jika dilihat dari struktur kelas hutan pada kondisi III-IV dan IV-V lebih kecil potensi kelas umur muda dan kelas umur tua dibanding pada kondisi I-II dan II-III.

Menurut Perum Perhutani (2007), untuk keperluan proyeksi pada berbagai tingkat gangguan hutan dapat ditentukan nilai rata-rata tingkat kelestarian dan kerusakan yang mencerminkan kondisi normal (rata-rata dari persentase kelestarian atau kerusakan dari tahun 1968 hingga 1991), harapan (kondisi normal tetapi persentase kerusakan pada tiap kelas umur ditargetkan maksimum 20 % per jangka atau 2% per tahun), dan pesimis (rata-rata / terboboti perbedaan lama jangka dari

persentase kelestarian atau kerusakan dari tahun 1991 hingga 2006). Oleh sebab itu, kondisi I-II dan II-III dikelompokkan menjadi kondisi normal karena tingkat kelestarian pada kondisi tersebut lebih besar, sedangkan kondisi III-IV dan IV-V. merupakan kondisi pesimis disebabkan tingkat kelestarian yang lebih kecil.

Tabel 2 Persentase tingkat kelestarian dan kerusakan hutan di KPH Bojonegoro selama periode 1975-2007

No. Kelas Umur Tingkat kelestarian (%) Tingkat kerusakan (%) I-II II-III III-IV IV-V I-II II-III III-IV IV-V

1 Kelas umur I (1-10) - - - - - - -

2 Kelas umur II (11-20) 81,1 79,8 99,9 58,3 18,9 20,2 0,1 41,7

3 Kelas umur III (21-30) 75,4 77,9 63,7 76,2 24,6 22,1 36,3 23,8

4 Kelas umur IV (31-40) 76,7 85,0 46,4 32,8 23,3 15,0 53,6 67,2

5 Kelas umur V (41-50) 74,8 79,0 41,6 24,6 25,2 21,0 58,4 75,4

6 Kelas umur VI (51-60) 87,2 86,5 32,0 25,8 12,8 13,5 68,0 74,2

7 Kelas umur VII (61-70) 100,0 85,6 43,9 17,2 0,0 14,4 56,1 82,8

8 Kelas umur VIII (71-80) 43,7 50,6 32,0 24,2 56,3 49,4 68,0 75,8

Keterangan : I = jangka 1975-1984, II = jangka 1982-1991, III = jangka 1992-2001, IV = jangka 2002-2011

Data pada Gambar 2. menjelaskan bahwa kondisi harapan dengan tingkat kerusakan maksimum 2 % per tahun, tingkat kelestariannya lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi normal dan pesimis.

Gambar 2 Tingkat kelestarian kelas hutan atas kelas umur pada kondisi ideal, harapan, normal, dan pesimis untuk proyeksi tegakan di KPH Bojonegoro.

Tingkat kelestarian yang ditunjukkan kondisi normal pada kelas umur VII-VIII mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pada kelas umur VII ke atas banyak tanaman yang tidak berhasil tumbuh menjadi kelas umur berikutnya pada jangka selanjutnya serta adanya gangguan keamanan. Selain itu, kelas umur VII ke atas

I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VII-VIII

Ideal 100 100 100 100 100 100 100 Harapan 80,3 80,0 81,6 80,0 86,8 91,5 80,0 Normal 80,3 76,9 81,6 77,3 86,8 91,5 47,8 Pesimis 86,1 67,8 41,8 36,0 29,9 35,0 29,4 0 20 40 60 80 100 120 T in gk at k el es tar ian ( % ) (al ih t u m b u h , % )

merupakan kelas umur yang sudah layak ditebang, mengingat daur yang digunakan KPH Bojonegoro adalah 60 tahun. Tingkat kerusakan berdasarkan kelas hutan KPH Bojonegoro selama periode 1975-2007 yang mencerminkan kondisi ideal, harapan, normal, dan pesimis ditunjukkan pada Gambar 3. Tingkat kerusakan ini menggambarkan adanya gangguan hutan yang dapat menyebabkan hilangnya luasan suatu tegakan kelas umur untuk tumbuh menjadi tegakan pada kelas umur berikutnya. Dalam hal ini, kondisi ideal disertakan sebagai pembanding yang menunjukkan kondisi hutan tanpa disertai faktor kerusakan.

Gambar 3 Tingkat kerusakan kelas hutan atas kelas umur pada kondisi ideal, harapan, normal, dan pesimis untuk proyeksi tegakan di KPH Bojonegoro.

Data pada Gambar 3. menjelaskan bahwa tingkat kerusakan paling besar terjadi pada kondisi pesimis. Kondisi paling kritis yang ditunjukkan pada kondisi pesimis, menunjukkan tingkat kerusakan sebesar 70,6 %. Hal ini disebabkan semakin besar gangguan hutan pada kelas umur tua (kelas umur VII ke atas) karena selain kelas umur tersebut rawan terhadap pencurian, kelas umur VII ke atas sudah layak tebang sesuai daur yang digunakan KPH Bojonegoro.

Persentase tingkat kerusakan pada kelas umur I, kelas umur II, dan kelas umur III (Gambar 3.) menunjukkan besarnya potensi tanah kosong yang akan ditanami pada jangka berikutnya. Untuk kelas umur IV ke atas, total persentase tingkat kerusakan tersebut masih menunjukkan total potensi tanah kosong, tanaman jati bertumbuhan kurang, dan miskin riap.

I-II II-III III-IV IV-V V-VI VI-VII VII-VIII

Ideal 0 0 0 0 0 0 0 Harapan 19,7 20,0 18,4 20,0 13,2 8,5 20,0 Normal 19,7 23,1 18,4 22,7 13,2 8,5 52,2 Pesimis 13,9 32,2 58,2 64,0 70,1 65,0 70,6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 T in gk at k er u sak an ( % )

Data hasil audit sumberdaya hutan tahun 2007 pada Tabel 3. menunjukkan bahwa dari total luas tegakan berumur 40 tahun ke atas terdapat 89,4 % areal tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang dan 10,6 areal miskin riap. Besarnya potensi tanah kosong dan miskin riap diakibatkan karena kurangnya pemeliharaan dan pengamanan terhadap tegakan jati yang ada di KPH Bojonegoro.

Tabel 3 Luas dan persentase tanah kosong, tanaman jati bertumbuhan kurang dan miskin riap berdasarkan hasil audit sumberdaya hutan tahun 2007

Kelas hutan Luas (ha) Persentase (%)

Miskin Riap (MR) 1542,5 10,6

Tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan

kurang (TK dan TJBK) 13020,7 89,4

Jumlah 14563,2 100,0

Dugaan penurunan potensi hutan akibat kerusakan atau gangguan keamanan hutan ini tercermin dari meningkatnya kelas hutan tanah kosong (TK) dan tanaman jati bertumbuhan kurang (TJBK) yang cukup tinggi. Data realisasi dan rencana pada Tabel 4. menunjukkan persentase penambahan luas tanaman baru pada awal jangka 1992-2001 diasumsikan sebesar 38,4 % dan pada jangka 2002-2011 diasumsikan sebesar 57,7 % dari total luas areal non produktif (tanah kosong, tanaman jati bertumbuhan kurang, dan bekas tebangan), sehingga diperoleh rata-rata potensi tanaman baru (kelas umur I) yaitu sebesar 48,1 %. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 48,1 % dari total kerusakan pada jangka sebelumnya yang ditanami kembali menjadi kelas umur I, sedangkan sisanya masih berupa tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang pada awal jangka berikutnya. Hal ini cukup logis karena pada jangka sebelumnya selalu ada areal non produktif yang tidak sepenuhnya dapat ditanami kembali menjadi kelas umur I pada jangka berikutnya.

Data realisasi luas tebangan dan tanaman jati selama periode 1992-2007 di KPH Bojonegoro disajikan pada Tabel 5. Data realisasi luas tebangan pada jangka 1992-2001 lebih besar daripada luas tanaman sehingga proporsi tanam terhadap tebangan sebesar 77,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan tanam tidak menutupi semua lahan yang telah ditebang.

Tabel 4 Persentase penambahan luas tanaman baru (kelas umur I) berdasarkan data rencana dan realisasi mulai tahun 1982-2011

Jangka RPKH

Lama jangka (tahun)

Luas awal jangka (ha) Luas tebangan (ha) Potensi rehabilitasi Luas kelas umur I (ha) jangka berikut Proporsi (%) kelas umur I / rehabilitasi TK TJBK A2 B+D 1992-2001 10 1231,6 2975,8 3872,0 4225,0 12304,0 4729,7 38,4 2002-2011 6 974,6 5041,1 1110,0 4064,0 11189,7 6460,9 57,7

Hasil realisasi selama enam tahun pada jangka 2002-20011 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas areal tanaman jati bahkan melebihi luas tebangan. Sehingga proporsi luas tanaman terhadap luas tebangan yang diperoleh meningkat sebesar 292,7 %. Hal ini menandakan adanya upaya penanaman dalam upaya meningkatkan potensi dan produksi jati.

Tabel 5 Rekapitulasi realisasi luas tebangan dan tanaman jati selama periode 1992-2007 di KPH Bojonegoro

Luas tebangan Luas tanaman (ha) Proporsi Jangka

RPKH Tahun A2 (ha) B+D (ha) Proporsi B/A (%) Tumpangsari Banjar harian Total

tanam/tebang (%) 2002-2011 2011 2010 2009 2008 2007 111 496 446,8 4832 4832 796,0 2006 237 157 66,2 2866 2866 727,4 2005 87 976 1121,8 1596 1596 150,1 2004 212 1299 612,7 1615 1615 106,9 2003 178 671 377,0 1018 1018 119,9 2002 285 465 163,2 3218 3218 429,1 Jumlah 1110,0 4064,0 366,1 15145,0 292,7 1992-2001 2001 431 628 145,7 1376 1376 129,9 2000 408 418 102,5 1047 1047 126,8 1999 357 120 33,6 750 750 157,2 1998 470 53 11,3 469 469 89,7 1997 313 426 136,1 633 633 85,7 1996 474 458 96,6 422 422 45,3 1995 382 399 104,5 544 544 69,7 1994 432 603 139,6 534 534 51,6 1993 306 1120 366,0 482 482 33,8 1992 299 518 Jumlah 3872 4225 109,1 6257 77,3

Dokumen terkait