• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan media literasi seseorang berdasarkan European commission (2009) dikelompokan menjadi tiga tingkatan, secara umum tiga tingkatan media literasi tersebut yakni:

Tabel 1.1 Tingkat Kemampuan Literasi Media

Level Deskripsi Kemampuan

Basic Individu memiliki seperangkat kemampuan yang memungkinkan penggunaan dasar televisi. Individu dalam tingkatan ini masih memiliki keterbatasan dalam penggunaan media televisi. Pengguna mengetahui fungsi dasar dan digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu tanpa arah yang jelas. Kapasitas pengguna untuk berfikir kritis dalam menganalisi informasi yang diterima dari program acara televisi masih terbatas. Kemampuan komunikasi melalui media televisi juga terbatas.

Medium Individu sudah fasih dalam penggunaan media televisi,

mengetahui fungsi dan mampu melaksanakan fungsi-fungsi tertentu, menjelajah operasi yang lebih komplek dalam penggunaan televisi. Penggunaan media televisi dapat sesuai kebutuhan. Pengguna dapat mengetahui bagaimana untuk memilih dan menilai informasi dari sebuah program acara televisi yang dia butuhkan, serta mampu menggunakan strategi pencarian informasi tertentu.

Advanced Individu dalam tigkat ini sangat aktif dalam penggunaan media televisi, menjadi sadar dan tertarik dalam berbagai regulasi yang mempengaruhi penggunaannya. Pengguna memiliki pengetahuan yang mendalam tentang teknik dan bahasa serta dapat

menganalisis kemudian mengubah kondisi yang

mempengaruhinya. Dibidang sosial, pengguna mampu

mengaktifkan kerjasama kelompok yang memungkinkan dia untuk memecahkan masalah.

26 Miller (2005) mengungkapkan bahwa, media televisi merupakan gratifikasi (kepuasan) bagi khalayaknya, sesuai dengan kategori yang dibutuhkan masing-masing. Ada empat kategori kepuasan khalayak, yaitu informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial, dan hiburan. Berikut indikator dari tiap-tiap kategori:

Tabel 1.2 Indikator Kepuasan Khalayak

No Kategori Kepuasan Indikator

1 Informasi Menemukan kejadian dan kondisi yang

relevan

Mencari nasihat atau opini dan pilihan keputusan

Memuaskan

Belajar melalui pendidikan mandiri Dengan pengetahuan mendapatkan rasa

aman

2 Identitas Pribadi Menemukan penguatan nilai pribadi

Menemukan model perilaku Mengidentifikasi dengan nilai lain Memahami diri lebih dekat

3 Integrasi dan interaksi social

Empati sosial

Mengenali orang lain dan merasa memiliki Menemukan basis untuk bercakap-cakap

dan berinteraksi sosial

Menemukan pertemanan real life Membantu mengemban peran sosail Membantu seseorang mampu berhubungan

dengan keluarga, teman dan masyarakat

4 Hiburan Melarikan diri dari masalah

Bersantai

Memperoleh nilai budaya dan keindahan Mengidi waktu

Melepas emosional Daya tarik seksual

27 Uraian di atas sejalan dengan pandangan secara kaidah yang berlaku bahwa media terutama televisi harus berfungsi sebagaimedia informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, fungsi ekonomi dan kebudayaan (pasal 4 UU 32/2002) dengan tujuan mencerdaskan bangsa, membentuk watak dan jatidiri bangsa serta diarahkan untuk meningkatkan kualitas SDM.

Kondisi siaran televisi saat ini berkontribusi terhadap perubahan nilai-nilai budaya. Budaya yang diperkenalkan dan terus menerus disosialisasikan melalui media televisi cenderung budaya massa/pop/urban padahal kita tahu kondisi masyarakat indonesdia sangat majemuk. Artinya televisi harus mencerminkan realitas yang sesungguhnya hidup dimasyarakat, namun berorientasi menuju kepada kualitas hidup yang lebih baikdi kalangan pelajar dan anak-anak (Konsep-konsep Media Literasi, 2008).

Tabel 1.3 Model Konsep Literasi Media No Kategori Literasi Menurut Nasional Leadership Conference on Media Education Keterangan Indikator

1 Mengakses Pemahaman dan

pengetahuan menggunakan dan mengakses media dan mampu

memahami isi pesan

Media yang digunakan Frekuensi penggunaan Tujuan penggunaa Mengerti isi pesan

2 Menganalisa Mampu memahami

tujuan pesan media dan dapat

mengidentifikasi

Kemampuan mengingat pesan yang diterima melalui media Mampu menjelaskan

28 pengirim pesan

melalui media dan apa isi pesan tersebut.

maksut dari pesan

Mampu mengidentifikasi pengirim pesan

Mampu menilai pesan media yang dapat menarik perhatian

3 Mengevaluasi Mampu menilai

pesan yang diterima kemudian

dibandingkan dengan perspektif sendiri. Hal ini mencakup penilaian subjektif seorang individu atau reaksi sikap terhadap pesan serta implikasi nlain dari pesan

Sikap, perasaan atau reaksi yang dirasakan setelah menerima pesan dari media

Mengungkapkan informasi apa saja yang menyarankan atau memberikan informasi yang berguna bagi pengguna

4 Mengkomunikasikan Mampu

mengkomunikasikan pesan yang diterima dari media dalam bentuk apa saja kepada orang lain

Pesan yang diterima dikomunikasikan dalam bentuk apa

Sumber:National Leadership Conference on Media Education (Hobbs,1999)

1.6.6 Audiens

Pada awalnya, sebelum media massa ada, audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan tontonan. Setelah ada kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan sebagai penerima pesan-pesan media massa.

McQuail (1987) menyebutkan beberapa konsep alternatif tentang audiens sebagai berikut:

Audiens sebagai kumpulan penonton, pembaca, pendengar, pemirsa. Konsep audiens diartikan sebagai penerima pesan-pesan dalam komunikasi massa, yang keberadaannya tersebar, heterogen, dan

29 berjumlah banyak. Pendekatan sosial budaya sangat menonjol untuk mengkaji konsep ini.

Audiens sebagai massa. Konsep audiens diartikan sebagai suatu kumpulan orang yang berukuran besar, heterogen, penyebaran, dan anomitasnya serta lemahnya organisasi sosial dan komposisinya yang berubah dengan cepat dan tidak konsisten. Massa tidak emiliki keberadaan(eksistensi) yang berlanjut kecuali dalam pikiran mereka yang ingin memperoleh perhatian dari dan memanipulasi orang-orang sebanyak mungkin. McQuail menyatakan bahwa konsep ini sudah tidak layak lagi dipakai.

Audiens sebagai kelompok sosial atau publik. Konsep audiens diartikan sebagai suatu kumpulan orang yang terbentuk atas dasar suatu isu, minat, atau bidang keahlian. Audiens ini aktif untuk memperoleh informasi dan mendiskusikannya dengan sesama anggota audiens. Pendekatan sosial politik sangat menonjol untuk mengkaji konsep ini.

Audiens sebagai pasar. Konsep audiens diartikan sebagai konsumen media dan sebagai audiens (penonton, pembaca, pendengar, atau pemirsa) iklan tertentu. Pendekatan sosial ekonomi sangat menonjol untuk mengkaji konsep ini.

Konsep-konsep di atas tentu saja tidak saling eksklusif, secara empiris para pengelola/pemilik maupun pengguna media massa memaknai audiens sebagai perpaduan konsep ke satu, empat, dan tiga.

Melvin De Fleur dan Sandra Ball-Rokeach (dalam Nurudin, 2004; Rakhmat, 1994) mengkaji interaksi audiens dan bagaimana tindakan audiens terhadap isi media. Mereka menyajikan tiga perspektif yang menjelaskan kajian tersebut. Ketiga perspektif itu adalah sebagai berikut:

30 1. Individual Differences Perspective. Perspektif perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut. Berdasarkan ide dasar dari stimulus-response, perspektif ini beranggapan bahwa tidak ada audiens yang relatif sama, makanya pengaruh media massa pada masing-masing individu berbeda dan tergantung pada kondisi psikologi individu itu yang berasal dari pengalaman masa lalunya. Dengan kata lain, masing-masing individu anggota audiens bertindak menanggapi pesan yang disiarkan media secara berbeda, hal ini menyebabkan mereka juga menggunakan atau merespon pesan secara berbeda pula.

Dalam diri individu audiens terdapat apa yang disebut konsep diri, konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi -mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri, bagaimana kita mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat. Dengan kata lain, konsep diri mempengaruhi terpaan selektif, persepsi selektif, ingatan selektif.

2. Social Categories Perspective. Perspektif ini melihat di dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial yang didasarkan pada karakteristik umum seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan, keyakinan beragama, tempat tinggal, dan sebagainya. Masing-masing kelompok sosial itu memberi kecenderungan anggota-anggotanya mempunyai kesamaan norma sosial, nilai, dan sikap. Dari kesamaan itu mereka akan mereaksi secara sama pada pesan khusus yang diterimanya. Berdasarkan perspektif ini, pemilihan dan penafsiran isi oleh audiens dipengaruhi oleh pendapat dan kepentingan yang ada dan oleh norma-norma kelompok sosial. Dalam konsep audiens sebagai pasar dan sebagai pembaca, perspektif ini melahirkan segmentasi.

31 Contoh: Anak-anak membaca Bobo, Yunior, Ananda. Ibu-ibu membaca Kartini, Sarinah, Femina. Kaum Islam membaca Sabili, Hidayah.

3.Social Relation Perspective. Persektif ini menyatakan bahwa hubungan secara informal mempengaruhi audiens dalam merespon pesan media massa. Dampak komunikasi massa yang diberikan diubah secara signifikan oleh individu-individu yang mempunyai kekuatan hubungan sosial dengan anggota audiens. Tentunya perspektif ini eksis pada proses komunikasi massa dua tahap, dan atau multi tahap.

Sejarah penelitian/pembahasan mengenai audiens telah dimulai seiring dengan penelitian tentang efek komunikasi massa. Pada awalnya, audiens dianggap pasif (baca teori peluru (Bullet Theory) atau Model Jarum Hipodermis). Namun pembahasan audiens secara intensif yang dimulai tahun 1940, Herta Herzog, Paul Lazarsfeld dan Frank Stanton (dalam Barran & Davis, 2003) memelopori mempelajari aktifitas audiens (yang kemudian melahirkan konsep audiens aktif) dan kepuasan audiens. Misal, pada tahun 1942 Lazarfeld dan Stanton memproduksi buku seri dengan perhatian pada bagaimana audiens menggunakan media untuk mengorganisir pengalaman dan kehidupan sehari-hari. Tahun 1944 Herzog menulis artikel Motivation and Gratifications of Daily Serial Listener, yang merupakan publikasi awal tentang penelitian kepuasan audiens terhadap media.

Aktifitas audiens merujuk pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

a. Sejauh mana selektivitas audiens terhadap pesan-pesan komunikasi;

b. Kadar dan jenis motivasi audiens yang menimbulkan penggunaan media;

32 c.Penolakan terhadap pengaruh yang tidak diinginkan;

d.Jenis & jumlah tanggapan(response) yang diajukan audiens media (McQuail, 1987).

Pada waktu itu, aktivitas audiens merupakan fokus kajian uses and gratifications. Secara umum, pandangan para peneliti dalam tradisi uses and gratifications media menganggap bahwa audiens aktif dalam hal kesukarelaan dan orientasi selektif dalam proses komunikasi massa.

Levy dan Windahl menyusun tipologi aktifitas audiens yang dibentuk melalui dua dimensi. Dua dimensi itu adalah sebagai berikut:

1. Dimensi orientasi audiens yang terdiri dari tiga tingkatan: Selektivitas terhadap isi media

Keterlibatan (involvement), mengandung dua arti: a. Tingkatan dimana audiens menghubungkan dirinya dengan isi media; b. Suatu tingkatan dimana individu berinteraksi secara psikologis dengan media atau termasuk di dalamnya dengan pesan-pesan media.

kegunaan (utility), diartikan bahwa individu menggunakan atau mengantisipasi penggunaan komunikasi massa untuk tujuan sosial atau psikologisnya.

2. Dimensi temporal (urutan komunikasi), yaitu dimensi yang menjelaskan aktivitas audiens dilihat sebelum, selama, dan sesudah terpaan (exposure).

33 Tabel 1.4 Tipologi Aktivitas Audiens

(Levy dan Windahl, 1984) Urutan komunikasi Ientasi

audiens

Sebelum terpaan selama terpaan sudah terpaan Elektivitas terpaan selektif,

mencari-cari

intersepsi selektif ingatan selektif keterlibatan antisipasi dari

terpaan perhatian, pembentukan makna, interaksi parasosial, identifikasi dentifikasi jangka panjang,pengkhayal Kegunaan poin pertukaran Menggunakan untuk

memperoleh kepuasan

menggunakan kepemimpinan pendapat suatu topik

Lebih lanjut, Levy dan Windahl menghubungkan antara variabel keterlibatan selama terpaan dengan variabel preexposure selectivity, yang menghasilkan 4 subtipe aktivitas audiens. Tipologi subtipe aktivitas audiens tersebut tersaji pada tabel berikut ini.

Tabel 1.5 Tipologi subtipe aktivitas audiens

Preexposure selectivity Keterlibatan selama terpaan Tinggi Rendah Tinggi Mencari kepuasan yang dimotivasi Keterlibatan indiskriminasi

Rendah Topik ritual Melewatkan

waktu

Dalam penelitiannya, Levy dan Windahl menyatakan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara pengukuran aktivitas audiens dengan indikator-indikator pencarian kepuasan dan pemerolehan kepuasan. Pada kasus hubungan antara aktivitas dengan pencarian kepuasan, ditemukan bahwa individu menggunakan media untuk memperoleh kepuasan sosial maupun psikososialnya, dan audiens akan aktif memenuhi harapannya itu dalam proses komunikasi yang

34 dilakukannya. Sebaliknya, hubungan antara aktivitas dengan pemerolehan kepuasan, memperlihatkan bahwa pengalaman individu yang lebih aktif akan berada pada level kepuasan yang lebih tinggi, dan aktivitas harus dilihat sebagai variabel independen.

Aktivitas audiens juga bergantung pada sejumlah faktor lain, yang bisa dikelompokkan menjadi faktor individu, sosial, dan media. Faktor individual misalnya bisa kita lihat dari jenis kelamin, umur, intelegensia, kepribadian, dan tempat atau latar belakang siklus kehidupannya. Faktor sosial misalnya hubungan antara kelas sosial dengan konsumsi media. Blumer mengidentifikasikan faktor sosial seperti: satus perkawinan, partisipasi kerja, mobilitas sosial, dan ukuran potensial interaksi. Faktor-faktor sosial tersebut kemudian akan menentukan bagaimana kebutuhan orientasi media, kondisi orientasi audiens terhadap media, dan situasi sosial konsumsi media, yang semuanya itu mempengaruhi aktivitas audiens. Faktor media, bisa dilihat dari perbedaan-perbedaan kompleksitas pesan, gaya pesan, dan variasi-variasi dalam isi pesan substantif.

Seiring dengan majunya zaman dan semakin berkembangnya teknologi, memudahkan pelajar untuk memperoleh informasi dari berbagai media salah satunya adalah televisi. Televisi merupakan sarana untuk memperoleh informasi/ berita, hiburan, dan lain sebagainya secara audio dan visual sehingga lebih memudahkan audien untuk mengerti dan memahami apa yang disampaikan.

Pada pola pelajar yang modern seperti sekarang ini harus lebih kritis dalam menanggapi dan menonton televisi khususnya program hiburan. Karena televisi menjadi media penyiaran paling populer saat ini. Hal ini dibuktikan dari data yang diperoleh dari PPI/Media Scene

35 2010-2011 mengenai perputaran uang dalam industri media yaitu RadioOutdoor 2.3-2.6%, Newspaper 30.1%, magazine 4.5%, Television 60.5%. dapat dilihat dari data diatas bahwa masyarakat Indonesia lebih banyak menggunakan televisi sebagai media informasi. Hal ini dikarenakan stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program dengan jumlah sangat banyak dan beragam. Apapun bisa dijadikan program untuk ditayangkan selama itu menarik dan disukai audiens dan juga tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. (jurnal komunikator, 2013:80).

Dalam dunia industri media, persaingan semakin ketat. Setiap stasiun televisi berlomba-lomba menampilkan program-program acara yang sekiranya dapat diminati audiens, dengan tidak mementingkan isi dan sabaliknya hanya mencari rating. Tayangan paling disukai audiens saat ini adalah variety show hal ini dikarenakan sifatnya yang menghibur.

Oleh karena itu, sebagai audiens harus lebih selektif dalam memilih program acara televisi, lebih terutama bagi kaum pelajar yang masih sangat rentan dan labil pada sajian televisi yang tidak bermutu. Segmentasi siaran tidak dapat sepenuhnya menjadi solusi. Pasalnya, masih banyak pelajar yang beraktifitas pada segmen-segmen yang tidak seharusnya. Hal itu disebabkan oleh perkembangan pendidikan dan tuntutan kebutuhan yang berbeda dari zaman ke zaman. Seperti penambahan jam pelajaran. Rata-rata siswa Sekolah Menengah

36 memulai jam pelajaran pada pukul 07.30 dan akhir pelajaran hingga mencapai pukul 15.00, belum lagi ditambah bimbingan belajar atau kegiatan ekstrakurikuler yang memakan waktu juga. Hal itu yang membuat waktu yang dimiliki untuk bermain atau sekedar meregangkan otak menjadi sangat berkurang, sehingga waktu tidur menjadi mundur. Akibatnya, siswa sering menonton televisi pada jam-jam yang menjadi segmen malam. Sedangkan pada segmen tersebut banyak acara yang menyajikan sajian-sajian yang terkandung tindakan-tindakan penyimpangan yang disajikan secara ramah dan halus. Padahal rata-rata stasiun televisi melakukan siaran selama 20 jam non-stop bahkan ada juga yang sampai 24 jam non-stop dalam satu hari. (jurnal komunikator,2013:82). Sehingga berbagai tindak kejahatan maupun penyimpangan prilaku lainnya seringkali muncul yang diperoleh dari tanyangan televisi. Oleh karena itulah perlu diadakannya bimbingan ataupun pendidikan kritis media bagi masyarakat khususnya remaja yang menjadi pusat sasaran yang sering dimanfaatkan media.

Literasi media sebagai salah satu bentuk pemahaman media yang dapat ditujukan bagi semua kalangan, khususnya remaja. Dalam literasi media tersebut dirintis prilaku untuk kritis terhadap media khusunya pada pembahasan media televisi. Dari media literasi tersebut diharapkan mampu membangun perilaku siswa yang lebih kritis terhadap segala yang disajikan oleh media televisi. Terutama pada efek negatif dari berbagai fenomena yang fakta terjadi.

37 1.6.7 Tayangan Variety show di Indonesia

Di Indonesia berbagai macam program acara televisi telah ditayangkan oleh stasiun televisi swasta bagi pemirsa, seperti sinetron, kuis, program berita, program olahraga, komedi, infotainment, reality show, serta talkshow. Salah satu acara televisi yang sedang tren adalah variety show. Di beberapa stasiun televisi menayangkan program variety show seperti Opera Van Java (Trans7), Campur-campur dan Pesbukers (ANTV), Ada-ada Aja,Duo Pedang dan Exsist (Global TV), Late Night Show, dan YKS yang sempat berganti nama dengan Happy-happy, kemudian berganti nama lagi menjadi The Blusukan (TransTV).

Tayangan variety show YKS ini sangat mengundang minat masyarakat. Bahkan acara YKS ini pernah menduduki peringkat teratas dari tayangan program yang lain. Namun acara ini juga menuai banyak sekali pro dan kontra. Berdasarkan data Informasi Daily Rating dan Dunia Pertelevisian Indonesia yang mengutip Forum Lautan Indonesia (9/1/2014), YKS menduduki rating pertama dari berbagai program hiburan dan sinetron seluruh televisi di Indonesia (Olivia, 2014)

Sejak kemunculannya di Trans TV, acara ini banyak mendapat pujaan dan celaan. Pujaan datang dari orang yang pro dengan acara ini, Terlepas kontroversinya ada di mana, YKS dinilai tidak memberikan

38 hiburan mendidik. YKS menjadi bukti bahwa budaya massa Indonesia terus berorientasi pada konsep-konsep Barat. Komersial, menghibur, popular, modern, mempunyai audiens luas, dan dapat diperoleh secara demokratis (Kayam, 1997). Sedangkan celaan datang dari orang yang kontra dengan acara ini. Orang yang mencela YKS mengeluhkan acara ini selalu menampilkan adegan-adegan dan omongan yang menghina. Juga banyak yang mengeluhkan acara ini hanya berisi hura-hura. Ormas Front Pembela Islam (FPI) juga mengkritik acara ini. Mereka mengkritik goyang oplosan yang menampilkan goyangan yang terlalu vulgar dan erotis. Akhirnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengirimkan dua kali surat teguran. Pada akhirnya, tanggal 30 Desember 2013, Goyang Oplosan mengalami perubahan gerakan akibat mendapat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena goyangan tersebut terlalu erotis dan vulgar bagi anak-anak. Setelah itu, acara ini berangsur-angsur mengalami perubahan6.

Saat ini YKS sudah berganti nama dengan The Blusukan, dengan menampilkan konsep yang berbeda dari YKS sebelumnya. Produser, tim kreatif dan pengisi acaranya masih sama dengan YKS. The Blusukan merupakan program variety show komedi reality yang disuguhkan secara live dengan teknologi TVU. Para pengisi acara akan berkeliling ke tempat-tempat yang mereka tidak ketahui sebelumnya

6

Kaharuddin, “Fakta-fakta YKS (Yuk Keep Smile) Trans TV”,

http://kaharuddinsyam.blogspot.com/2014/06/fakta-fakta-yks-yuk-keep-smile-transtv.html, disunting tanggal 12 November 2014 pukul 08:29

39 dan penuh dengan kejutan, disana para pengisi acara akan berinteraksi dan menghibur masyarakat setempat.

Pesbukers merupakan program sketsa yang hadir di layar ANTV setiap hari Senin–Jumat pukul 17.00 sampai 19.00 WIB. Program komedi ini menggunakan konsep Variety show yaitu suatu program televisi yang mengemas berbagai unsur dalam produksi suatu program yang difokuskan kearah lawak atau humor.Salah satu program unggulan ANTV ini selalu menghadirkan lawakan segar dan semakin ditunggu oleh masyarakat. Penggunaan nama program Pesbukers merupakan plesetan dari Facebook yaitu program jejaring sosial yang menjadi trend di kalangan masyarakat. Hal tersebutlah yang menjadikan program ini mudah diingat.Acara komedi Pesbukers semakin sukses ditandai dengan prestasi yang telah dicapainya, yaitu berhasil memenangkan piala Panasonic Gobel Award berturut-turut pada tahun 2013 dan 2014 dalam kategori Program Komedi terfavorit. Pesbukers mengalahkan program unggulan lain dalam kategorinya seperti Opera Van Java, Comedy Project, Saung Sule, Indonesia Lawak Klub, dan Korslet.

Pesbukers sebagai salah satu program acara komedi juga tidak jarang menampilkan ucapan-ucapan yang sarat dengan unsur kekerasan dan terkesan kurang beretika. Contohnya seperti Jessica Iskandar disebut „bau ketek‟, „oon‟ dan „otaknya kurang‟. Pesbukers sering menampilkan adegan kekerasan dalam bentuk candaan, seperti

40 mendorong atau menjatuhkan teman dalam beberapa segmen. Rafi Ahmad memasukkan kepalanya ke dalam rok Jupe, serta adanya adegan pelukan dengan durasi lebih dari 3 menit hal ini mengakibatkan Pesbukers mendapatkan teguran dari KPI dan mendapatkan pengurangan durasi tayangan sebesar 30 menit. Di dalam aturan Standar Program Siaran (SPS) KPI Tahun 2012 Pasal 24 Ayat (1) dinyatakan; bahwa program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, atau yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan. Di ayat (2) kembali ditegaskan, kata-kata kasar dan makian tersebut mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing (sumber: www.kpi.go.id).

Dokumen terkait