• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

G. Indikator-Indikator Sosial Ekonomi 1.Pendapatan

2. Tingkat Kemiskinan a. Pengertian Kemiskinan

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan ( poverty line ) merupakan masalah besar di banyak negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Banyak program yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi jumlah orang miskin dan perbedaan pendapatan antara kelompok miskin dan kelompok kaya di tanah air, misalnya inpres desa tertinggal (IDT), pengembangan industri kecil dan rumah tangga, khususnya di daerah pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi.

John friedman menginterprestasikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang atau sekelompok untuk

sosial adalah kemampuan untuk menguasai peluang strategi yang bisa mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politik seseorang . menurut fiedman (bayo, 1991:89) ada 6 peluang strategis atau basis kekuasaan yang dapat dikategorikan kedalam kedua kelompok yaitu primer dan sekunder , dengan penjelasan sebagi berikut :

1) Basis kekuasaan sosial primer a) Pengetahuan dan keterampilan b) Organisasi sosial dan politik c) Harta produksi

2) Basis kekuasaan sosial sekunder a) Sumber-sumber keuangan b) Jaringan sosial

c) Informasi sosial

Sedangkan dalam Soedarno (1988:149) kemiskinan dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan mutlak dan kemiskinan relatif.

Kemiskinan mutlak diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang atau sekelompok untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, bahkan kebutuhan fisik minimumnya untuk makanan, perumahan, bahan bakar, air, pakaian, pendidikan, dan kesehatan dianggap miskin dalam arti absolut. Sedangkan kemiskinan relatif adalah

ketidaksamaan kesempatan dan ketidaksamaan di antara berbagai lapisan masyarakat untuk mendapatkan barang dan jasa dalam menikmati kehidupan yang makmur.

b. Kriteria Kemiskinan

Ada dua macam ukuran kemiskinan yang umum dan dikenal antara lain :

1) Kemiskinan Absolut

Konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar ( basic need ). Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu :

a) Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar.

b) Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. 2) Kemiskinan Relatif

Semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin. Sehingga Bank Dunia (world bank) membagi aspek tersebut dalam tiga bagian antara lain :

a) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang 12 % dari GNP, maka dapat disebut kepincangan mencolok.

b) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang 17 % dari GNP, maka dapat disebut kepincangan sedang.

c) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima lebih dari 17 % dari GNP, maka dapat disebut kepincangan normal

Sedangkan tolok ukur untuk kriteria rumah tangga miskin di Indonesia yang bersumber pada BPS hasil susenas adalah sebagi berikut :

Tabel II.2

Kriteria Batas Kemiskinan dari BPS Tahun 1996-2012 (Pendapatan per Kapita/bulan) Tahun Batas Miskin (Rp/Kapita/Bulan)

Kota (Rp) Desa (Rp) 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 42.032 96.959 92.402 89.845 91.632 100.011 130.499 138.803 143.455 150.799 174.290 187.942 204.896 222.123 232.989 265.752 274.662 31.366 72.780 74.272 69.420 73.648 80.382 96.512 105.888 108.725 117.259 130.584 146.837 161.831 179.835 192.354 217.923 231.855 Sumber: Statistik Indonesia, BPS

Menurut kuncoro ( 2007:107) yang mengutip Sharp, penyebab kemiskinan adalah:

1) Secara mikro kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.

2) Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upah juga rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan.

3) Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle poverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan produktivitas rendah sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi yang berakibat pada keterbelakangan, begitu dan seterusnya berputar

pada permasalahan-permasalahan yang serupa.seperti terlihat pada gambar :

Tabel II.3

Gambar lingkaran setan kemiskinan( the vicious circle of poverty)

Sumber : kuncoro (2000:107)

Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/Badan Koordinasi keluarga Berencana Nasional (1996:11) ada beberapa faktor yang menyebabkan keluarga masuk dalam kategori prasejahtera dan keluarga sejahtera 1 yang tergolong miskin, antara lain :

a) Faktor internal i. Kesakitan ii. Kebodohan Ketidaksempurnaan pasar Keterbelakangan Ketertinggalan Kekurangan Modal Investasi Produktivitas Rendah

Tabungan rendah Pendapatan Rendah

iii. Ketidaktahuan iv. Ketidakterampilan

v. Ketertinggalan teknologi vi. Ketidakpunyaan modal b) Faktor eksternal

i. Struktur sosial ekonomi yang menghambat peluang untuk berusaha dan meningkatkan pendapatan

ii. Nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang kurang mendukung upaya penimgkatan kualitas keluarga

iii. Kurangnya aksses untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembangunan.

Untuk mengukur keberadaan keluarga menurut tingkat kesejahteraannya telah dikembangkan 23 indikator operasional yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, kebutuhan sosial-psikologis dan kebutuhan pengembangan. Tahap Keluarga menurut tingkat kesejahteraannya adalah sebagai berikut. 1) Keluarga Pra Sejahtera, yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat

memenuhi kebutuhan dasarnya (basic-needs) secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, dan kesehatan.

2) Keluarga Sejahtera 1, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat

memenuhi kebutuhan sosial psikologis, seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.

3) Keluarga Sejahtera 2, yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial- psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembanganya, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.

4) Keluarga Sejahtera 3, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial-psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberi sumbangan yang teratur bagi masyarakat, seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

5) Keluarga Sejahtera 3 Plus, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial-psikologis dan pengembanganya serta telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan .

Menurut konsep BKKBN sebuah keluarga disebut miskin atau kurang sejahtera apabila masuk kategori Pra Sejahtera dan Sejahtera 1. Adapun indikator – indikator yang dipakai untuk mengukurnya adalah sebagai berikut:

1) Pra Sejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan keluarga berencana. Secara operasional mereka tampak dalam ketidakmampuan untuk memenuhi salah satu indikator sebagai berikut:

a) Menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya; b) Makan minimal 2 kali per hari;

c) Pakaian lebih dari satu pasang;

d) Sebagian besar lantai rumahnya tidak dari tanah; dan e) Jika sakit dibawa ke sarana kesehatan;

2) Keluarga Sejahtera I, adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Secara operasional mereka tampak tidak mampu memenuhi salah satu dari indikator sebagai berikut: a) Menjalankan ibadah secara teratur;

b) Minimal seminggu sekali makan daging/telur/ikan; c) Minimal memiliki baju baru sekali dalam setahun; d) Luas lantai rumah rata2 8 m2 per anggota keluarga;

e) Tidak ada anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun yang buta huruf latin;

f) Semua anak berusia 5 s.d 15 tahun bersekolah;

g) Salah satu anggota keluarga memiliki penghasilan tetap; dan h) Dalam 3 bulan terakhir tidak sakit dan masih dapat

melaksanakan fungsinya dengan baik. H. Penelitian Terdahulu

Dalam beberapa penelitian sebelumnya yang meneiliti mengenai dampak sosial ekonomi mengenai suatu perkembangan dari sebuah kegiatan adalah Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Objek Wisata Ketep Pass Bagi Masyarakat Sekitar yang diteliti oleh Martinus Irka Puji Setyawan (2006). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ex post facto. Hasil dari penelitian ini bahwa pembangunan objek wisata ketep pass memberikan dampak positif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa data yang diperoleh yaitu:

1. Dalam hal curahan kerja, masyarakat di bidang non pertanian lebih meningkat setelah pembangunan objek wisata ketep pass

2. Dalam hal jenis pekerjaan, masyarakat sebagian beralih dari pertanian ke non pertanian

3. Dalam hal jumlah pendapatan, masyarakat mengalami peningkatan pendapatan setelah adanya pembangunan objek wisata ketep pass 4. Dalam hal jumlah keluarga miskin, masyarakat mengalami penurunan

tingkat jumlah keluarga miskin setelah adanya pembangunan objek wisata ketep pass

Dokumen terkait