• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Teoretik

2. Tingkat Pendidikan Orang Tua

Pendidikan merupakan sarana yang tepat untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar yang mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Menurut Langeveld (Ilizabeth, 2008:11) mendidik atau pendidikan adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbingnya supaya menjadi manusia dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. Pendidikan hanya terdapat dalam suatu pergaulan yang disengaja antara orang dewasa dengan anak (manusia muda).

Orang dewasa adalah orang yang memiliki kemampuan-kemampuan intelektual dasar dan mempunyai keterampilan yang cukup berguna untuk berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta juga berwawasan sama dengan sesama dan bersedia bekerja bagi kesejahteraan bersama (Mardiatmojo, 1986: 53).

Menurut Drs. Soelaiman Joesoef dan Drs. Slamet Santosa (1981: 21), pendidikan dapat diklasifikasikan dalam :

a. Pendidikan Formal merupakan pendidikan sekolah

b. Pendidikan informal merupakan pendidikan yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari dengan atau tidak disengaja sejak lahir sampai mati dalam keluarga, dalam pekerjaan atau pengalaman sehari-hari.

c. Pendidikan Nonformal merupakan pendidikan yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak selalu mengikuti peraturan yang ketat dan tetap.

Orang tua adalah setiap orang tua yang bertanggungjawab dalam satu keluarga atau rumah tangga yang dalam penghidupan sehari-hari lazim disebut ibu bapak (Thamrin Nasution dan Nurhalijah Nasution, 1985: 1). Sedangkan tingkat pendidikan orang tua maksudnya adalah tingkat pendidikan yang berhasil dicapai orang tua dalam hal ini jenjang pendidikan formal yang berhasil diselesaikan yaitu SD, SLTP, SMU / SMK, dan Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan formal yang dicapai akan membawa pengaruh yang luas pada kehidupan seseorang yaitu bukan hanya berpengaruh terhadap tingkat penguasaan pengetahuan, tetapi juga berpengaruh pada jenjang pekerjaan formal, penghasilan, kekayaan dan status sosial dalam masyarakat. Seseorang yang lulusan SD cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak sekolah sama sekali, seorang tamatan SLTP lebih berpengalaman daripada tamatan SD dan akhirnya tamatan Perguruan Tinggi lebih berpengalaman dari tamatan SMU / SMK. Bagaimanapun seorang yang berpendidikan tinggi lebih berpengalaman atau berpengetahuan (Napitupulu, 1969).

Orang tua yang tingkat pendidikannya rendah akan sulit untuk membantu anak mereka dalam menghadapi kesulitan belajarnya, karena pengetahuan yang terbatas akibat dari tingkat pendidikannya rendah

menyebabkan orang tua mengalami kesulitan untuk membantu kesulitan belajar. Kemampuan orang tua menyelesaikan jenjang pendidikan yang tinggi menjadi pemicu dan semangat bagi anak untuk mencapai hal yang serupa. Hal ini dikarenakan pendidikan yang tinggi akan membuat orang tua akan semakin positif sikapnya pada dunia pendidikan, sehingga akan selalu menyadarkan dan mendorong anak untuk rajin belajar. Disisi lain, anak juga akan meniru orang tuanya, seperti yang dikatakan Herbert N.Cusson, (Thamrin Nasution dan Nurhalijah nasution, 1985:1) meniru adalah sifat manusia, maka perlulah setiap orang menjadikan dirinya contoh yang baik untuk ditiru.

Orang tua yang berpendidikan tinggi akan lebih aktif dalam mendorong perkembangan anak. Pengalaman mengenyam dunia pendidikan yang lebih baik memudahkan untuk membantu menyelesaikan kesulitan belajar anak, karena memiliki pengalaman dan cara mengatasinya berbekal pengetahuan yang luas. Anak dari keluarga yang tingkat pendidikan orang tuanya lebih tinggi menunjukkan nilai lebih baik dalam kemampuan akademik dan dalam lamanya bersekolah dibanding dengan anak-anak yang tingkat pendidikan orang tuanya rendah.

3. Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan suatu kecakapan nyata yang dimiliki seseorang yang merupakan hasil dari proses yang dilakukan dalam rangka menyiapkan diri untuk menambah pengetahuan, yang hasilnya dapat dilihat secara nyata dan dapat diukur menggunakan alat ukur yaitu test.

Hasil yang diperoleh itu merupakan bentuk aktualisasi diri (Winkel, 1985: 16).

Belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi baik disadari maupun tidak disadari dalam proses pembelajaran.

Pengertian belajar menurut Hilgard dan Bower seperti yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990:84)

Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).

Ngalim Purwanto (1990:85) mengemukakan adanya ciri-ciri belajar yang meliputi empat hal yang hampir sama dengan pendapat di atas, yaitu:

1. Belajar merupakan perubahan tingkah laku

2. Belajar merupakan perubahan melalui latihan atau pengalaman 3. Untuk disebut belajar maka perbuatan itu harus relatif menetap

4. Tingkah laku yang mengalami perubahan oleh karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun psikis

Keberhasilan seseorang siswa dalam kegiatan belajar salah satunya dapat dilihat dari nilai-nilai yang dilaporkan dalam raport secara periodik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumadi (1984:234) yang mengemukakan

bahwa nilai yang tercantum dalam raport merupakan perumusan terakhir yang diberikan guru mengenai kemampuan belajar siswa selama masa tertentu.

Senada dengan pendapat diatas Yapsir Gandhi Wiryawan (1976:20) menyatakan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam usaha belajarnya yang dinyatakan dengan nilai-nilai raportnya.

Menurut pendapat Bloom yang dikutip oleh Suharsimi (1987:205) prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:787) merumuskan bahwa prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut M. Entang (1987:7) faktor-faktor tersebut adalah :

1. Faktor internal yang meliputi :

a. Intelegensi, kecerdasan, kecakapan, dan bakat b. Panca Indra

c. Sikap dan kebiaasaan belajar 2. Faktor eksternal yang meliputi :

a. Situasi belajar b. Kurikulum

faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari diri individu yang belajar baik faktor psikis maupun fisik dan faktor yang berasal dari luar individu misalnya faktor lingkungan, sosial ekonomi, guru, metode mengajar dan lain-lain. Sesuai dengan pendapat diatas, Moh Uzer Usman (1973:10) mengungkapkan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah :

1.Faktor yang berasal dari diri sendiri, misalnya sikap, motivasi, minat, kecakapan nyata, kecerdasan, dan bakat.

2.Faktor yang berasal dari luar diri sendiri, misalnya lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.

Senada dengan pendapat diatas, Suharsimi (1995:21) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar:

1.Faktor internal

a. Biologis yang meliputi usia, kematangan, kesehatan b. Psikologis yang meliputi minat, motivasi, suasana hati 2.Faktor eksternal

a. Manusia : di keluarga, di sekolah, di masyarakat b. Non manusia : udara, suasana, bau-bauan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang berasal dari dalam dan luar individu.

Dokumen terkait